Kerusakan moral yang terjadi ketika Persia menguasai sebuah wilayah bermula dari tindakan keji para rajanya yang mengawini anak kandung dan saudara perempuannya. Atas ulah asusila itu, lahirlah gerakan anti pernikahan dan mendukung hidup membujang sebagai wujud mengekang hawa nafsu (Baca: Buruknya Kebiasaan Raja Persia; Kawini Putri Kandungnya). Bukannya berhasil, gerakan ini justru fatal dan melahirkan gerakan yang menamakan diri Mazadak.
Mazadak lahir sekitar 487 Masehi. Kelompok ini berpendapat bahwa seluruh manusia dan berbagai jenis harta diciptakan setara, satu derajat, dan tiada perbedaan antara satu dengan yang lainnya. Mereka pun menyerukan agar para manusia di zaman itu senantiasa menolong tanpa batas.
Lantaran paham kesamaan ini, mereka berpendapat bahwa harta dan wanita, menurut asal penciptaannya harus dijaga dan dilindungi. Sayangnya, sebagaimana dituturkan oleh Abul Hasan Ali an-Nadwi, “Kedua hal ini (wanita dan harta) harus dinikmati bersama-sama, tanpa pengecualian.”
Na’udzubillah. Innalillahi wa inna ilahi raji’un.
Inilah di antara pemahaman sesat yang dibisikkan oleh setan ke dalam dada (jantung) manusia. Pemahaman keliru ini pun semakin subur lantaran bersesuaian dengan hawa nafsu. Alhasil, paham yang tak kalah asusilanya ini mendapat dukungan yang meriah dari para pemasarnya.
Tiga kelompok yang mendukung pemahaman ini adalah para pemuda yang syahwatnya bergejolak, orang-orang kaya yang gila kelamin dan bisa membeli berbagai tipe wanita, serta penguasa keji yang tak takut balasan dari Tuhan Semesta Alam.
Sebagai dampak buruknya, tiada yang tahu siapa ayah kandungnya, siapa yang menjadi anak kandungnya, dan segala kaidah tentang nasab. Bahkan, para pemuda dibolehkan menzinai ibu atau saudara kandungnya, seorang tetangga dibebaskan menikmati istri tetangganya tanpa ada yang melarangnya.
“Sampai-sampai,” masih berdasarkan penjelasan Abul Hasan Ali an-Nadwi, “jika pengikut Mazadak memasuki rumah seseorang, maka seorang kepala rumah tangga tidak berkuasa mencegah mereka yang berniat dan benar-benar menggauli istri dan anak-anaknya di hadapannya, serta merampas harta dan seluruh isi rumahnya.”
Inilah di antara hal buruk yang kebenarannya dikonfirmasi oleh banyak kalangan. Sebagaimana dikatakan oleh Syahrastani, “Dengan peristiwa ini, kerusakan melanda seluruh penjuru negeri (Persia) dan pertahanan pun menjadi lemah.”
Sadarlah. Tak ada imperium yang lebih manusiawi dan beradab, kecuali jika disentuh oleh Islam yang berasal dari Allah Ta’ala. Maka, kembalilah kepada Islam secara menyeluruh.
Wallahu a’lam. [Pirman/BersamaDakwah]