Beranda Tazkiyah Hikmah Memanfaatkan Waktu, Menjadi Insan Bermutu

Memanfaatkan Waktu, Menjadi Insan Bermutu

2
galleryhip

Kehidupan kaum muslimin di dunia ini memberikan perhatian yang amat besar, jika mereka dapat memanfaatkan waktu sebaik mungkin pastilah perhatian mereka terhadap waktu lebih besar dimanfaatkan dalam pengorbanan yang benar, kemenangan yang nyata, perbuatan baik serta berpikiran lurus, daripada perhatian kepada benda kekayaan dan jabatan yang hanya sekejap disandang. Karena waktu memiliki arti penting bagi kaum muslimin untuk mengeruk lebih dalam kebaikan-kebaikan yang akan ditanamnya di akhirat kelak. Seandainya mereka mengerti, niscaya mereka akan berbuat untuk dunianya seakan-akan mereka hidup selamanya dan akan berbuat untuk akhiratnya seolah-olah mereka mati besok.

Waktu memiliki karakterisitik yang mencolok untuk kita ketahui dengan cermat supaya lebih bermanfaat dalam hidup yang singkat, diantaranya:

  1. Waktu terus melaju tanpa menunggu

Waktu bagaikan sebuah awan yang berjalan tanpa ada halangan yang mampu menembus di kala siang ataupun malam, waktu bagaikan angin sepoi-sepoi yang dapat menyusut masuk ke dalam rongga-rongga kecil. Begitu pula dengan umur manusia, meskipun dia merasa hidup di dunia telah berasa lama namun hakikatnya dia beumur pendek dan sedang menanti kedatangan “tamu” yang menghampiri setiap insan di ujung takdir yang telah ditentukan.

Oleh sebab itu, memanfaatkan waktu yang “berlalu sejenak” ini sangatlah penting bagi kaum muslimin. Dalam setiap detik haruslah kebaikan, dalam setiap nafas berhembus terucap dzikir pada-Nya, sungguh orang yang beruntung adalah yang dapat bersaing dengan waktu memanfaatkan dalam kebaikan.

Seperti dalam ibadah dan muamalah setiap hari kita, waktu bergulir dengan cepat, namun jika kita mampu memanfaatkan waktu tersebut untuk hal-hal yang berguna bagi diri sendiri dan orang lain, niscaya waktu yg berlalu cepat sangat bernilai dalam kehidupannya.

كَأَنَّهُمْ يَوْمَ يَرَوْنَهَا لَمْ يَلْبَثُوا إِلاَّ عَشِيَّةً أَوْ ضُحَاهَا (46)

“Pada hari mereka melihat hari berbangkit itu, mereka merasa seakan-akan tidak tinggal (di dunia) melainkan (sebentar saja) di waktu sore atau pagi hari” (Q.S An-Nazi’at : 46)

  1. Waktu yang berjalan tak dapat menyimpang

Waktu bagaikan matahari yang terbit dan berangsur-angsur menjulang tinggi menyinari seisi bumi, namun matahari tak dapat berhenti di tempat ataupun berbalik dan tenggelam di sebelah timur kembali. Waktu yang telah berjalan tidak dapat diganti seperti keinginan sendiri. Sebelum penyesalan terjadi pada diri kita, maka memperbanyak amalan-amalan yang bermanfaat dalam setiap detik yang akan tiba.

Waktu akan cepat berlalu, karena setiap yang ada di dunia pasti ada akhirnya. Dunia ini fana begitu pula isinya. Setiap insan hanyalah berkelana memanfaatkan waktu yang ada sambil mengais kebaikan sebanyak-banyaknya. Semakin jauh dari kehidupan maka akan semakin dekat padanya kuburan. Malangnya, bagi seseorang merayakan ulang tahun karena bertambahnya umur, hakikatnya ia sedang merayakan dekatnya kematian.

Manusia diciptakan bagaikan seorang musafir, tidak ada tempat berakhir baginya melainkan surga dan neraka yang abadi. Namun jika musafir dapat menunjukkan ketaatan kepada Allah Swt maka akan ada hal-hal yang bemanfaat bagi dirinya. Nabi Saw pernah bersabda,

مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيهِ

Di antara kebaikan islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat” (HR. Tirmidzi no. 2317)

  1. Waktu yang telah dan akan berlalu adalah harta termahal yang dimiliki setiap insan.

Sebagaimana waktu yang berjalan tak dapat terulang kembali ataupun diganti dengan yang lain, maka waktu adalah harta termahal bagi kehidupan kaum muslimin. Waktu merupakan tempat untuk menampung segala amalan-amalan dan hasilnya. Waktu tak ubahnya seperti segunung emas, sebagaimana pepatah arab, namun ia lebih berharga daripada segunung emas, intan, berlian, atau sesuatu yang paling mahal di dunia ini. Sebab kekuatan waktu adalah faktor kehidupan manusia memperoleh hasilnya kelak.

Karena itu, memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya adalah pekerjaan yang tak ternilai dan tak tertandingi dalam ukuran nilai. Dan jika kita membandingkan kehidupan di dunia dan kekekalan di akhirat maka kita sadar bahwa setiap hembusan nafas akan bermanfaat dari pada hidup seribu tahun didunia tanpa beramal akhirat. Menyia-nyiakan waktu hanya untuk menunggu-nunggu pergantian waktu, itu sebenarnya lebih parah dari kematian. Ibnul Qayyim rahimahullah dalam Al Fawa-id berkata,

اِضَاعَةُ الوَقْتِ اَشَدُّ مِنَ الموْتِ لِاَنَّ اِضَاعَةَ الوَقْتِ تَقْطَعُكَ عَنِ اللهِ وَالدَّارِ الآخِرَةِ وَالموْتِ يَقْطَعُكَ عَنِ الدُّنْيَا وَاَهْلِهَا

“Menyia-nyiakan waktu itu lebih parah dari kematian. Karena menyia-nyiakan waktu memutuskanmu dari (mengingat) Allah dan negeri akhirat. Sedangkan kematian hanya memutuskanmu dari dunia dan penghuninya.”

  1. Waktu yang digunakan akan dipertanggungjawabkan.

Rasulullah Saw pernah menjelaskan hal ini didalam sabdanya  :

لا تزولُ قَدَمَا عبدٍ يومَ القيامةِ حتَّى يُسألَ عن أربعٍ عَن عُمُرِه فيما أفناهُ وعن جسدِهِ فيما أبلاهُ وعن عِلمِهِ ماذا عَمِلَ فيهِ وعن مالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وفيما أنفقَهُ

“Tidak tergelincir kedua kaki seorang hamba pada hari kiamat sehingga Allah menanyakan empat hal: Umurnya; dihabiskan untuk apa, Waktu mudanya; digunakan untuk apa,  Ilmunya; apakah diamalkan atau tidak, Hartanya; darimana dia mendapatkan dan untuk apa saja dihabiskannya” (HR. Tirmidzi, Hadist Hasan)

Sebenarnya waktu manusia adalah umurnya. Barangisapa yang berjalan di atas jalan Allah dan Rasul-Nya maka itulah sebenarnya kehidupan dan umurnya, namun jika dia menghabiskan umurnya dengan kesenangan, angan-angan yang batil, tidur dan menganggur, maka kematian lebih baik baginya. Karena setiap amal perbuatan yang kita lakukan akan dimintakan pertanggungjawaban. Jika dia berbuat baik maka tempat kembalinya ke dalam surga, sebaliknya jika amalan setiap harinya berbuah maksiat maka balasannya adalah adzab.

Banyak masnuisa yang hidup ini menyia-nyiakan waktu, tanpa sadar ia melakukan perbuatan menyimpang dan pernah terpikirkan bahwa setiap amalah akan dihisab. Maka jadilah seperti petani di sawah yang selalu menebar dan menanan biji dan kelak dia akan memanennya.

Dunia hanya ada tiga masa: kemarin, hari ini, dan besok. Kemarin telah berlalu bersama dengan apa yang di dalamnya. Sedangkan hari esok semoga kita menemuinya. Dan hari ini adalah milik kita, maka beramallah di dalamnya. [Bersama Dakwah]

2 KOMENTAR

Komentar ditutup.