Ada sebuah kelompok yang mengklaim ahlussunnah wal jamaah hanya milik kelompok sendiri. Sementara di luar mereka bukan termasuk bagian itu. Apa sebenarnya ahlussunnah wal jamaah itu?
Ahlussunnah wal jamaah yaitu kelompok atau golongan yang masih berpegang teguh sunnah nabi Muhammad Saw. dan apa pun yang telah diteruskan oleh jamaah (para sahabat Rasulullah Saw.).
Ahlussunnah wal jamaah biasanya diidentikkan sebagai oposit (lawan) dari aliran sesat pada hal akidah, sehingga merusak basis keimanan. Sementara pokok akidah kelompok-kelompok (yang tidak klaim sepihak ahlussunnah wal jamaah seperti Ikhwanul Muslimin, Salafiah, Hizbut Tahrir dan Jamaah Tabligh) itu masih di dalam koridor akidah yang benar dan lurus. Kelompok-kelompok itu termasuk saudara kita yang masih satu iman dan satu akidah. Tiada perbedaan apa pun dalam hal dasar akidah, hanya perbedaan pada beberapa detail yang tak prinsipil, atau area yang masih dimungkinkan terjadinya perbedaan pendapat. Dan ini wajar.
Jika dilihat dari sisi historis, ada beberapa kelompok yang disepakati mayoritas ulama sebagai akidah yang keluar dari ahli sunnah wal jamaah seperti jahmiyah, qadariyah, khawarij, jabariyah, murjiah, sebagian dari syiah yang sesat, dan lainnya.
Kelompok yang disebutkan di atas memang secara tegas dan gamblang melakukan penyimpangan. Akan tetapi hari ini sepertinya kita tidak menjumpai lagi sempalan-sempalan itu kecuali dalam bentuk pemikiran yang berceceran dan eceran.
Sementara itu para imam dan para tokoh kelompok tersebut boleh dibilang raib ditelan zaman. Sebab konsep akidahnya memang sesat, oleh sebab itu tidak ada (jarang) yang mendukung dan meneruskan.
Parameter ke-ahlussunnah wal jamaah-an seseorang tidak dilihat dari menjuntainya jenggot yang tumbuh, tidak juga dari tingginya ujung kain dari atas mata kaki. Bukan pula dari sering melakukan vonis bid’ah dan tahdzir.
Parameter ke-ahlussunnah wal jamaah-an seseorang juga tidak diukur dari dia melakukan qunut saat shalat Subuh atau tidak, sholat Id di dalam masjid bukan di lapangan, tarawih 23 rakaat atau tidak, rajin tahlilan, membaca al-Qur’an di kuburan, ziarah ke makam para wali (Walisongo) atau tawassul lewat diri Rasulullah Saw.
Itu hanya fenomena fisik belaka yang hukumnya masih pada posisi khilaf di kalangan ulama. Yang mengharuskan dengan yang mengharamkan, antara yang mensunnahkan dengan yang memakruhkan. Bukan parameter akidah yang salim.
Sekali lagi, ahlussunnah wal jamaah yaitu kelompok atau golongan yang masih berpegang teguh sunnah Rasulullah Saw. dan apapun yang telah diteruskan oleh jamaah (para sahabat). Lalu jika ada yang klaim ahlussunnah tapi rajin berbuat sia-sia seperti merokok, menginjakkan masjid hanya ketika sholat Id atau ketika ada ‘kumpulan’, apakah layak disebut mengikuti Rasulullah yang tidak suka dengan kesiaan?
Kita berlindung kepada Allah dari kesombongan. [Paramuda/BersamaDakwah]