Partai Persatuan Pembangunan (PPP) akhirnya melabuhkan pilihan. Partai Ka’bah itu mendeklarasikan dukungan terhadap pasangan calon Gubernur dan wakil Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan Djarot Saiful Hidayat.
Di kantor DPP PPP, di bilangan Menteng, Jakarta Pusat, Senin (17/10) Ahok-Djarot menghadiri deklarasi itu dengan menggunakan baju kotak-kotak merah. Mereka pun membubuhkan tinta di atas kertas. Kontrak politik.
Dukungan PPP kubu Djan Faridz bertolak belakang dengan Romahurmuziy yang mendukung pasangan Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni.
Tak takut dukungannya tak dianggap sah, Djan bersikukuh bahwa kubunya memiliki hak untuk memberi dukungan terhadap pasangan Ahok-Djarot.
Djan, dengan hakulyakin menilai program yang dilakukan Ahok selama ini pro Islam.
“Beliau (Ahok) pro umat Islam. Sayang kalau beliau nanti nggak jadi. Kinerja betul-betul sudah dilaksanakan. Semua pro Islam. Wajib hukumnya saya mendukung beliau,” kata Ketua Umum itu dengan posisi peci yang agak miring.
Deklarasi tersebut sontak membuat publik keheranan. Sebagai partai politik yang mengusung keislaman apalagi berlambang ka’bah, PPP justru malah melakukan hal yang bertentangan dengan nilai yang diusung itu sendiri.
“Kalau begini jadinya sebaiknya lambang PPP diganti lambang tanda + saja. Gerakan tidak sesuai lambang.”
Komentar ‘penyesalan’ tersebut diungkapkan oleh publik maya sejak woro-woro pendeklarasian itu.
Terang saja bising itu banyak berdatangan dari kalangan umat Islam. Pasalnya, umat Islam baru saja dibuat berang oleh sosok yang didukung Djan yakni Ahok soal penistaan agama Islam melalui Almaidah: 51. Kasarnya, Islam kok menusuk Islam.
Begitu Miring kah Peci PPP?
Nyatanya memang beda suara ada di dalam tubuh PPP. Sekjen PPP Kubu Romi Arsul Sani misalnya. Ia menilai dukungan kubu Djan tersebut bakal nihil, tak ada artinya sama sekali. Apa pasal? KPUD hanya mengakui dukungan Parpol yang punya legalitas. Selain itu, Parpol sudah tidak bisa mengubah haluan karena pendaftaran sudah ditutup.
“Tidak ada pengaruhnya, baik secara sosial maupun secara legal,” kata Arsul, Sabtu lalu.
Bisa dilihat, secara sosial hanya Djan dan beberapa gelintir orangnya saja yang mendukung Ahok. Sementara, hampir keseluruhan struktur dan akar rumput kultural PPP, menurut pengakuan Arsul, tetap ke Agus-Sylvi, termasuk mereka yang selama ini mengaku loyalis Djan.
Sebagai simbol dukungan, dalam pendeklarasian itu, Djan dengan khusyuk memakaikan peci hitam ke atas kepala Ahok dan Djarot. Jika dalam khazanah minuman keras kita mengenal dengan minuman “Topi Miring”. Dalam kancah perpolitikan kita menemukan istilah baru yang bernama “Peci Miring”. Sekasatmata tampak islami tapi oportunisi. Tentu sulit untuk mengukur itu. Sebuah simbol peci yang tak hanya miring, tapi ada sesuatu yang lebih miring dari itu. [Paramuda/BersamaDakwah]