Beranda Suplemen Motivasi Dua Asas Meningkatkan Produktivitas

Dua Asas Meningkatkan Produktivitas

0
meningkatkan produktivitas
ilustrasi (Falcon Pictures)

Sabtu kemarin mendapatkan amanah dari Al Ummah untuk membincangkan bagaimana menjadi SDM yang produktif. Meskipun menggunakan teori-teori Barat mulai dari Productifity Formula, Start with Why, hingga Time Management Quadrant, saya berusaha mengambil contoh-contoh dari sahabat, ulama, dan tokoh Islam.

Pertama, agar ruhnya adalah ruh Islam. Kedua, karena setiap kebaikan yang ada pada suatu kaum, Islam juga memilikinya. Hanya saja, terkadang belum dirumuskan oleh ilmuwan Islam menjadi teori kontemporer. Atau sebenarnya sudah tetapi kalah tenar dengan teori Barat. Atau karena keterbatasan dan kebodohan saya sehingga tidak mengetahuinya.

Ketiga, agar kita semakin paham bahwa Al-Islamu ya’lu walaa yu’la ‘alaih. Demikian pula, umat Islam khususnya generasi awal adalah umat terbaik.Keempat, saya percaya bahwa hikmah adalah barang milik kaum muslimin yang hilang. Di mana pun ditemukan, umat Islam lebih berhak mendapatkannya. Ini yang membuat saya tidak segan menggunakan teori-teori Barat yang tidak bertentangan dengan Islam.

Dan betapa kita akan kagum dengan produktivitas para sahabat Nabi dan ulama umat ini:

  • Abu Hurairah meriwayatkan 5.374 hadits meskipun hanya empat tahun berjumpa Rasulullah.
  • Mush’ab bin Umair bisa ‘mengislamkan seluruh kota’ dalam waktu setahun.
  • Zaid bin Tsabit bisa menguasai bahasa asing hanya dalam waktu 17 hari.
  • Imam Bukhari hafal 600.000 hadits.
  • Imam Thabari menulis 40 halaman per hari, rutin selama 40 tahun.
  • Ibnu Jauzi menulis 2.000 jilid buku (3 buku per bulan).
  • Buya Hamka menyelesaikan Tafsir Al-Azhar di penjara.
  • Yusuf Qardhawi mampu menulis satu buku dalam perjalanan dengan pesawat.

Bagaimana mereka memiliki produktivitas yang demikian tinggi? Ada banyak penjelasan. Namun, saya cuplikkan dua poin dari kajian Sabtu kemarin. Dua asas meningkatkan produktivitas.

Start with Why

Para ulama dan orang-orang yang memiliki produktivitas tinggi umumnya memiliki “why” yang kuat. Mereka memiliki jawaban solid, mengapa melakukan apa yang mereka lakukan. Mereka memiliki niat yang ikhlas dan pemaknaan yang kuat.

Ikhlas dalam niat ma’muul lah (النية المعمول له) bahwa mereka melakukannya karena Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sekaligus berangkat dari pemaknaan yang kuat dalam niat amal (النية العمل) mengapa mereka melakukan amal itu.

Abu Hurairah, misalnya. Beliau meriwayatkan banyak hadits karena merasa hal itu adalah tanggung jawabnya di hadapan Allah dan Rasul-Nya. Abu Hurairah termotivasi dengan Surat Al-Baqarah ayat 159-160. (Baca: Mengapa Abu Hurairah Paling Banyak Meriwayatkan Hadits)

Mush’ab bin Umair mengerahkan seluruh daya untuk berdakwah agar penduduk Yatsrib mendapat hidayah dan Yatsrib menjadi basis sosial tujuan hijrah. Zaid bin Tsabit mempelajari bahasa Suryani dan Ibrani karena ingin membantu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkorespondi dan menyebarkan dakwah ke luar Arab. Para ulama berdakwah dan menulis kitab untuk menyebarkan Islam dan mewariskannya kepada generasi berikutnya.

Niat yang ikhlas dan pemaknaan yang kuat termasuk ajaran Islam yang paling mendasar. Karenanya, Imam Bukhari menuliskan hadits tersebut sebagai hadits pertama dalam Shahih-nya.

إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى

Semua amal perbuatan tergantung niatnya dan setiap orang akan mendapatkan sesuai yang ia niatkan. (HR. Bukhari dan Muslim)

Ketika kita memiliki niat yang kuat, fisik kita pun akan menyesuaikan diri dalam mengejar cita-cita. Menjadi lebih giat dan produktivitas pun meningkat. Sebagaimana syair Al-Mutanabbi:

وإذا كانت النفوس كباراً ** تعبت في مرادها الأجسام

Apabila seseorang itu berjiwa besar, fisik akan berlelah-lelah mengikutinya

Manajemen Waktu

Orang-orang yang produktif, termasuk para ulama di atas, pandai memanfaatkan waktunya. Mereka memiliki manajemen waktu yang baik sehingga lebih produktif.

Dalam Seven Habits of of Highly Effective People, Stephen Covey memperkenalkan matrik kuadran manajemen waktu.

  • Kuadran 1: Aktivitas yang penting dan mendesak
  • Kuadran 2: Aktivitas yang penting dan tidak mendesak
  • Kuadran 3: Aktivitas yang tidak penting dan mendesak
  • Kuadran 4: Aktivitas yang tidak penting dan tidak mendesak

Ia menyarankan untuk memperbanyak waktu untuk berada di kuadran 2, mengerjakan kuadran 1, mendelegasikan aktivitas kuadran 3, dan meninggalkan kuadran 4.

Jauh sebelum Covey menyarankan itu, para sahabat dan ulama terdahulu sudah menerapkannya. Mereka fokus pada aktivitas yang penting (kuadran 2 dan kuadaran 1). Sebab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah mengajarkan:

مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ المَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيْهِ

Di antara tanda kesempurnaan Islam seseorang, ia meninggalkan hal yang tidak bermanfaat baginya. (HR. Tirmidzi dan lainnya; hasan)

Dengan mengamalkan Hadits Arbain Nawawi ke-12 ini, para ulama dan tokoh Islam berhasil meningkatkan produktivitasnya di bidang masing-masing. Semoga kita juga demikian. Apa pun bidang kita, semoga mulai hari ini produktivitas kita meningkat. [Muchlisin BK/BersamaDakwah]