Di sebuah warung makan, beberapa hari lalu, penulis sedang menunggu pesanan makanan. Sambil menunggu, penulis mengeluarkan buku dari tas.
Telinga penulis menangkap pembicaraan yang mengganggu telinga hingga sekian desibel. Tiga orang anak muda sedang ngobrol sangat keras sekali. Ketiganya laki-laki. Penulis menoleh sesaat, mereka masih mengenakan almamater sebuah kampus ternama di kawasan Depok, Jawa Barat.
“Konflik agama yang terjadi di Palestina itu hanya gorengan media saja ha-ha-ha,” suara itu datang dari mahasiswa berbadan gempal. Ia menyelipkan kata “anjing” dengan begitu lancar.
“Papa gue pernah cerita ketika ziarah ke Jerusalem, masjid yang berkubah emas di Palestina itu dulunya adalah gereja,” masih orang yang sama. Ia melanjutkan kembali omongannya yang tidak jelas juntrungannya.
“Gue juga gedeg tuh sama si Rizieq. Pengecut banget tuh orang. Kabur ke Arab Saudi,” kali ini samping laki-laki gendut yang berbicara. Ia menyelipkan kata “anjing” dengan fasih dan seolah biasa-saja-sekali.
“Apalagi itu, siapa namanya… Zakir Naik. Suka mendebat, nyari kejelekan agama lain. Eh dia aja diusir dari negaranya sendiri wkwkwk,” kali ini teman yang ada di seberangnya. Ia pun sama menggunakan kata “anjing” untuk mengekspresikan kekesalannya dengan cara yang mulus.
Teman yang ada di samping laki-laki gempal menirukan gaya suara Dokter Zakir Naik yang khas, lalu disambut tawa terbahak teman-temannya.
Mendengar omongan yang penuh dengan ujaran kebencian dan obrolan “anjing”, darah penulis mendidih. Rasanya ingin melemparkan segelas es teh di meja ke muka mereka.
Ada dua hal yang membuat penulis prihatin juga kesal dengan kondisi tiga mahasiswa tersebut.
Pertama, mereka mengucapkan kata “anjing” dengan begitu biasa saja. Memang sudah jamak di kalangan anak muda zaman now(?) mengucapkan kalimat itu. Tapi tetap saja itu mencerminkan attitude yang buruk, apalagi dilakukan kalangan terpelajar.
Kedua, mereka dengan begitu mudah mengobrolkan kebenciaan terhadap agama dengan cara vulgar dan keras-keras di tempat umum. Barangkali ini timbul karena sudah ada prototipe yang sebelum-belumnya. Seperti pejabat yang kerap ngomong kasar dan kini berujung kepada bui. Yang terbaru ujaran dari dua pelawak tunggal (komika) Ge Pamungkas dan Joshua Suherman. Ge luwes ngomong “Tuhan cinta apaan?” serta fasih mengucapkan terjemahan ayat Alquran dengan penekanan yang telanjang. Sementara Jojo komparasi agama dengan “Makanya Che Islam”.
Untuk menghalau amarah, penulis mengambil mushaf satu juz di tas, tilawah di tempat makan itu. Menu yang ada di depan meja belum tersentuh.
Detik kemudian, suara obrolan mereka memelan nyaris terhenti. Lalu terdengar seperti saling berbisik. “Ya udahlah,” kata salah seorang dari mereka.
Setelah amarah cukup mereda, penulis mendekati mereka dengan mengangkat satu bangku.
“Halo, Bro. Boleh gabung?” kata penulis.
Mereka saling pandang satu sama lain lalu mempersilakan.
“Saya Mubarok. Saya muslim. Mas?”
“(Menyebut nama). Saya nasrani,” kata laki-laki gempal berambut ikal. Gugup. Dua teman lainnya ternyata muslim. Sebut saja Dharmawan.
Penulis mengajak diskusi mereka. Fokus bahasan ke Palestina yang utama. Tentang masjid kubah emas yang tak lain adalah Dome of the Rock.
“Ehm, maksud obrolan saya tadi, papa waktu ziarah ke Yerusalem cerita kubah emas dulu sempat dijadikan seminggu masjid seminggu gereja,” kata Dharmawan meralat.
“Tenang, saya bukan aliran keras seperti yang kalian pikirkan. Bisa cek IG saya.”
Mereka membuka hape dan mengecek IG. Kemudian, penulis mengajak diskusi mereka tentang makna pentingnya toleransi yang seharusnya dua arah, bukan searah. Tentang Palestina, jika memang tidak sepakat isu agama, sepakatlah pada isu kemanusiaan. Hal itu pula yang membawa penyanyi Melly Goeslaw dan Opick menyeberang ke negeri sana untuk bertemu dengan pengungsi Palestina.
Mereka mengungkapkan hanya kesal saja dengan akun-akun propragandis yang tersebar di ruang eksplor Instagram maupun feed-feed. Yang suka berdebat pada hal-hal yang dinilai mereka tidak penting dan cenderung radikal.
Tak lama mereka mereda. Penulis pamit undur diri. Mereka mengucapkan terima kasih dan pulang dari warung makan.
Kita memang akan kesulitan melihat bayangan sendiri dalam air mendidih. Demikian pula kita sulit melihat kebenaran apabila dalam keadaan marah.
Alah,,,, kedatangan muslim sebenarnya terkencing tuh binatang domba dan 2 munafiqun. Sudah jelas tuh binatang domba menginjak islam dgn mengolok2 para ulama zakir naik dan HRS. Dan 2 munafiqun terang2an menampakkan kemunafiqannya. Hari gini di zaman Tongkol bnyk binatang domba menampak KEKURANG AJARANNYA. SUNGGUH SIAL UU ITE KARET ARRGGHHHH
Salut Ustadz. Sholich untuk dakwahnya, semoga mereka bertiga mhs tersebut dpt pencerahan buat berfikir dan bertindak lebih bijak
Assalamualikum, Penulis kok gak konfirmasi soal HRS yang kabur ke Arab??
Tolong cari juga di youtube, video pas HRS unjuk rasa kritik PBB. Di sana ada banyak kata (maaf) “bangsat” dan “anjing” lalu di teruskan dengan teriakan takbir. Apakah hal tersebut bukan penistaan agama, penistaan terhadap kebesaran Allah yang dicampuri dengan kata-kata kasar??
Maaf, saya muslim, cuma ingin memandang dari segala sisi, tidak membela dengan membabi buta, terima kasih.
Wassalam…
Bwt mahasiswa yg islam mrk begitu krn kurang pengetahuan nya ttg agama nya sendiri…jd ga smua org islam itu bnr2 menjalankan atau tau ttg agama nya sendiri…bahkan yg shalat nya rajin atau berhijab skalipun msh banyak yg cm ngejalanin tp ga tau apa2 ttg agama nya sendiri…sejarah islam..kisah2 rasulullah..asal usul agama islam dll…
Komentar ditutup.