Beranda Suplemen Opini Tinjauan Islam terhadap Pelaku Pembunuhan dalam Perspektif Psikologi

Tinjauan Islam terhadap Pelaku Pembunuhan dalam Perspektif Psikologi

pembunuhan dalam perspektif psikologi
ilustrasi (pinterest)

Oleh: Maulita Noor Aisha
(Mahasiswa Magister Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta)

Banyak manusia dengan beragam tingkah perilaku yang tidak bisa diterima dengan akal sehat. Lagi-lagi kasus pembunuhan yang melibatkan sebuah keluarga. Baru-baru ini di daerah Cilacap telah terjadi kasus pembunuhan yang dilakukan oleh seorang anak kepada ibu kandungnya sendiri. Seorang anak merenggut nyawa ibu kandungnya sendiri.

Motif pembunuhan tersebut sudah tidak asing lagi didengar oleh seluruh kalangan masyarakat. Mulai dari seorang anak yang membunuh orang tua, seorang membunuh temannya, ataupun orang tua yang membunuh anaknya. Mungkin sudah menjadi hal yang wajar bagi beberapa orang atas apa yang akan diperbuat baik merugikan orang lain atau bahkan merugikan dirinya sendiri. Namun, orang-orang yang melakukan hal tersebut memiliki alasan atas apa yang mereka perbuat. Seperti kata pepatah, tidak akan ada asap jikalau tidak ada api.

Hal itupun tidak akan terjadi apabila seseorang tidak mempunyai alasan dan tujuan untuk melakukan hal keji tersebut. Ada banyak kemungkinan yang perlu ditanyakan atas apa yang dilakukan oleh pelaku. Entah si pelaku tersebut sedang berada di puncak emosi yang tidak dapat dibendung lagi, atau bahkan faktor dari masalah rumah tangga yang tidak mampu diselesaikan dengan musyawarah, dan bisa jadi juga faktor lingkungan yang mendorong si pelaku untuk melakukan perbuatan keji tersebut.

Akan tetapi kita tidak bisa memberikan kesimpulan hanya berdasarkan pada sebuah persepsi. Namun pada dasarnya tidak ada seorang anak yang tidak menyayangi Ibunya. Karena bagiamanapun perlakuan baik buruk seorang ibu terhadap anaknya itu adalah salah satu bentuk rasa kasih sayang orang tua kepada anaknya. Tugas kita sebagai anak adalah berbakti kepada orang tua dengan mematuhi apa yang diperintahkan oleh orang tua.

Terkadang ada beberapa anak yang tidak paham dengan bentuk-bentuk perwujudan kasih sayang yang diberikan oleh orang tuanya. Dengan begitu terjadilah pertentangan antara anak dengan orang tua yang berujung dengan ketidaknyamanan anak berada di dalam rumah karena kesalahapahaman. Yang dilakukan oleh kebanyakan anak ketika sudah tidak lagi menerima penjelasan orang tua adalah dengan menentang, baik dengan ujaran maupun perilaku yang menyimpang.

Oleh sebab itu fakta tersebut sangat menarik apabila dilihat dari perspektif Islam. Bahwasanya pelaku pembunuhan masih marak terjadi di semua kalangan, baik anak-anak, remaja maupun dewasa. Dalam perspektif Islam, hukuman duniawi terhadap seorang pembunuh dalam Islam sangatlah berat yaitu dibunuh balik sebagai hukuman qishash atasnya. Sementara hukuman ukhrawinya adalah dilemparkan dalam neraka oleh Allah SWT suatu masa nanti, sesuai dengan firmanNya: “Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadaNya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya.” (QS. An.-Nisa’: 93)1. Dalam Islam sangat jelas, bahwa “nyawa diganti dengan nyawa.”

Pembunuhan

Tindak kejahatan pembunuhan bukanlah penyakit mematikan yang dibawa oleh individu sejak lahir. Capelli (dalam Kartono, 2003, h. 130) mengungkapkan bahwa pembunuhan dapat dilakukan oleh semua individu, baik oleh individu yang secara kejiwaan tidak mengidap gangguan ataupun individu yang memang mengidap gangguan kejiwaan. Tipe pelaku kejahatan menurut Aschaffenburg, salah satunya adalah pelaku kejahatan yang mengalami krisis jiwa, di mana pelaku tidak mampu menguasai diri ketika krisis jiwa berlangsung2.

Menurut Albert Bandura (1973) perilaku kejahatan manusia merupakan hasil proses belajar psikologis, mekanismenya diperoleh melalui pemaparan perilaku kejahatan yang dilakukan oleh orang di sekitarnya dan kemudian terjadinya pengulangan paparan yang disertai dengan penguatan sehingga semakin mendukung orang untuk meniru perilaku kejahatan yang mereka lihat. Dengan begitu, faktor lingkungan sekitarpun juga bisa menjadi pendorong motif pembunuhan ini. Dari perspektif teori cognitive neo-associanist model dan teori general affective aggression model  dari Anderson mengemukakan bahwa penyebab munculnya perilaku agresif adalah situasi yang tidak menyenangkan atau mengganggu juga adanya faktor individual dan situasional yang dapat saling berinteraksi mempengaruhi kondisi internal seseorang3. Perilaku agresif yang sulit dikendalikan muncul pada diri manusia akibat rendahnya rasa toleransi dalam mengatasi kekecewaan dan kemarahan yang ditumbulkan oleh konflik dengan orang lain. Sikap tidak mudah memaafkan menjadi penyebab rendahnya toleransi, hal tersebut yang mendorong munculnya agresivitas kepada orang lain.

Terdapat permasalahan antara aspek kognitif, afektif, dan asertif sehingga memunculkan perasaan negatif terhadap stimulus yang ada. Dalam kasus di atas, perlu adanya pemahaman proses kognitif terhadap pelaku dalam menentukan perilaku mana yang baik dan mana yang buruk. []

1 Pembunuhan dalam PerspeltifIslam. Serambinews.com.2021
2 Cikal, Kritstiana. Jejak Psikologis Remaja dan Pembunuhan. Semarang
3 Nursaadah.2020. Meninjau Motif Pembunuhan Dari Berbagai Aspek. Jakarta: Puspensos