Ka’bah adalah bangunan pertama yang didirikan atas nama Allah SWT untuk beribadah dan menauhidkannya. Bangunan ini didirikan oleh Abul Anbiya, Ibrahim as., setelah berhasil menghancurkan berhala-berhala yang disembah kaumnya sekaligus kuil tempat pemujaannya. Ibrahim membangun Ka’bah atas dasar wahyu Allah swt.
Sepanjang perjalanan sejarah, Ka’bah dipastikan sudah mengalami empat kali perbaikan. Selebihnya, para sejarawan masih berbeda pendapat.
Perbaikan pertama
Dilakukan oleh Nabi Ibrahim as. dengan dibantu anaknya, Ismail as., sebagai bentuk kepatuhan terhadap perintah Allah Swt. Perbaikan pertama dikemukakan Al-Qur’an dan hadis-hadis shahih.
Dalam Al-Qur’an Allah Swt. berfirman, “Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa): “Ya Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (QS. Albaqarah: 127)
Adapun hadits yang mengemukakan hal ini terbilang banyak. Salahsatunya hadits yang diriwayatkan Imam Al-Bukhari dengan sanad yang berujung pada Ibnu ra. Dalam hadits tersebut dikatakan, “Ismail, sesungguhnya Allah memerintahkan sesuatu padaku,” kata Ibrahim suatu hari.
“Kita berhadapan dengan perintah yang lebih mulia daripada menyembelih dan berkurban. Sebuah perintah yang tak ada hubungannya dengan jiwa nabi, tapi berhubungan dengan berjuta-juta jiwa manusia,” sambung Ibrahim.
“Lakukan apa yang telah Allah perintahkan kepada Ayah,” jawab Ismail.
“Apakah kau akan membantuku?” tanya Ibrahim.
“Tentu saja, Ayah,” jawab Ismail.
“Allah telah memerintahkanku untuk membangun rumah di tempat itu,” ucap Ibrahim sambil menunjuk ke suatu tempat yang lebih tinggi dibandingkan sekitarnya. Pada saat itulah mereka berdua kemudian meninggikan pondasi Baitullah Ismail yang mengangkut batu, sedangkan Ibrahim menyusunnya menjadi bangunan...” (HR. Bukhari).
Perbaikan kedua
Dilakukan oleh orang-orang Quraisy sebelum Islam. Orang-orang Quraisy meninggikan Ka’bah hingga 18 hasta. Selain itu mengurangi panjangnya di bagian tanah menjadi 6 hasta. Satu hasta dibiarkan terbuka pada bagian Hajar Aswad.
Berkenaan dengan peristiwa ini, dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Aisyah ra., Rasulullah saw., pernah bersabda, “Wahai Aisyah, kalau saja kaummu memperbarui sebuah perkara di masa jahiliyah maka pastilah aku akan mengusulkan agar Baitullah diruntuhkan (dibangun ulang). Aku akan mamasukan pada (bangunan)nya apa yang telah dikeluarkan darinya. Akan kudekatkan ia ke tanah dan kubuat padanya sebuah pintu di sebelah timur dan sebuah pintu di sebelah barat, dan aku juga akan menyambungkannya dengan fondasi (yang dulu dibangun) Ibrahim,”
Perbaikan ketiga
Dilakukan beberapa saat setelah rumah Allah ini terbakar, yakni pada masa pemerintahan Yazid ibn Mu’awiyah. Saat itu, Ka’bah diserang pasukan Yazid yang berasal dari Syam.
Pada paruh akhir tahun 36 Hijriah, pasukan Yazid yang berasal dari Syam mengepung pasukan Abdullah ibn Zubair yang berada di Mekah, di bawah pimpinan Al-Hashin ibn Namir Al-Sukuni atas perintah langsung dari Yazid ibn Mu’awiyah ibn Abi Sufyan. Pasukan Al-Hasin melempari Ka’bah dengan menggunakan pelontar (manjaniq) sehingga beberapa bagiannya hancur dan terbakar. Ibnu Zubair membiarkannya, menunggu musim haji tiba. la pun berembuk dengan kaum muslimin. Ibnu Zubair berkata, “Wahai sekalian manusia, berilah aku saran berkenaan dengan Ka’bah. Apakah kurobohkan bangunannya, lalu kudirikan lagi atau kuperbaiki bagian yang rusak saja?” Dalam kesempatan itu, Ibnu Abbas berkata kepada Ibnu Zubair, “Menurutku, sebaiknya engkau perbaiki saja bagian yang rusak…” Ibnu Zubair berkata, “Kalau saja rumah salah seorang dari kalian terbakar, pastilah ia membangunnya kembali. Apalagi ini menyangkut rumah Tuhan kalian! Aku akan beristikharah kepada Allah sebanyak tiga kali, baru aku akan putuskan apa yang akan kulakukan.” Tiga hari kemudian, Ibnu Zubair merubuh-ratakan bangunan Ka’bah dengan tanah. Setelah itu, ia mendirikan beberapa pilar di sekitar reruntuhan dan menempatkan beberapa sekat. Selanjutnya, mulailah ia membangun tembok Baitullah dan menambah 6 hasta dari yang telah ia bongkar. Selain menambah ketinggian Ka’bah 10 hasta, ia juga membuat dua pintu; satu untuk masuk dan satu lagi untuk keluar. Ibnu Zubair berani membuat tambahan-tambahan seperti itu karena mengetahui sabda Rasulullah Saw. melalui hadis Aisyah ra.
Perbaikan keempat
Dilakukan setelah Ibnu Zubair terbunuh. Imam Muslim meriwayatkan dengan sanad dari Atha’ bahwa ketika itu Ibnu Zubair terbunuh, Al-Hajaj langsung mengirim surat kepada Abdul Malik Ibn Marwan untuk menyampaikan kabar tersebut. Di dalam surat itu juga disebutkan bahwa Ibnu Zubair telah melakukan perbaikan terhadap Ka’bah dengan persetujuan dari seluruh penduduk Mekah. Setelah menerima itu, Abdul Malik Ibn Marwan mengirimkan balasan sebagai berikut, “Sedikit pun kita tidak boleh mencoreng nama baik Ibnu Zubair. Dukunglah ia dalam menambah tinggi Ka’bah. Namun, bagian Hajar Aswad hendaknya dikembalikan pada bangunan semula. Tutuplah pintu yang ia buat.” al-Hajjaj pun melaksanakan titah Abdul Malik Ibn Marwan tersebut.
Itulah empat kali perbaikan yang disepakati para sejarawan. Semoga kita dapat mengamabil ibrahnya. Wallahua’lam. [Paramuda/ BersamaDakwah]
Sumber: Fiqih Sirah Asy Syeikh Muhammad Said Ramadhan Al Buthi