Dalam Islam ada dua hari raya Id. Yang pertama adalah Idul Fitri dan yang kedua adalah Idul Adha. Keduanya pun ada sholat yang kemudian kita kenal dengan sholat Id. Sholat Idul Fitri dan Idul Adha memiliki beberapa persamaan. Apa saja itu?
Pertama, Hukum
Hukumnya sama-sama sunnah muakkadah. Ini menurut pendapat jumhur ulama. Sementara mazhab Al-Hanafiyah mewajibkannya dan mazhab Al-Hanabilah mengatakan fardhu kifayah.
Kedua, Tahun Pensyariatan
Disyariatkan di tahun yang sama, yaitu tahun kedua hijriyah.
Ketiga, Jumlah Rakaat
Kalau kita lihat, keduanya sama-sama dua rakaat. Rakaat pertama disunnahkan sebelum membaca surat Al-Fatihah untuk membaca takbir sebanyak 7 kali (di luar takbiratul ihram). Pada rakaat kedua takbir sebanyak 5 kali di luar takbir intiqal.
Dari Amr bin Syu’aib dari ayahnya dan dari kakeknya radhiyallahu ‘anhum berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Takbir di shalat Idul Fitri tujuh kali di rakaat pertama dan lima kali di rakaat yang kedua. Dan membaca ayat Al-Quran sesudah takbir pada keduanya” (HR. Abu Daud)
Keempat, Tak Didahului Azan dan Iqamat
Tak didahului dengan azan atau iqamah. Cuma diserukan lafaz “Ashshalatu jamiah”.
Kelima, Tak Disyariatkan Sholat Sunnah Qobliyah (Sebelum) dan Ba’diyah (Sesudah)
Keduanya tak didahului atau ditutup dengan shalat sunnah Q dan B.
Keenam, Ada Khutbah Sesudahnya
Kedua Id diteruskan dengan khutbah, akan tetapi kedudukannya bukan syarat sah, tetapi sunnah. Seandainya seusai sholat tak ada khutbah, shalat itu tetap sah di sisi Allah.
Keduanya berbeda dengan khutbah Jumat yang merupakan rukun dari pendirian shalat Jumat. Tanpa adanya khutbah, maka seluruh jamaah tak sah sholatnya.
Ketujuh, Dihadiri Oleh Semua Kalangan
Kedua sholat Id dihadiri oleh laki-laki atau pun perempuan, dewasa maupun anak-anak. Bahkan para wanita yang sedang haid sekalipun tetap dianjurkan hadir.
Dari Ummu ‘Athiyyah Ra ia berkata: “Rasulullah SAW memerintahkan kepada kami untuk mengeluarkan hamba sahaya dan wanita haid pada hari Idul Fitri dan Idul Adha, agar mereka dapat menyaksikan kebaikan dan undangan muslimin. Dan wanita yang haid menjauhi tempat sholat.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Kedelapan, Dikerjakan Rasulullah SAW di Luar Kota Madinah
Keduanya dikerjakan oleh Nabi Muhammad SAW beserta rakyat Madinah di luar kota Madinah, yaitu di padang pasir. Akan tetapi tetap dibolehkan apabila dilakukan di dalam masjid, sebab penduduk Mekkah tetap melakukannya di dalam masjid.
Kesembilan, Dikerjakan Saat Dhuha
Keduanya dikerjakan saat waktu dhuha dan tak dilakukan bila telah lewat waktu Dzuhur. Jika terlewat sholat dan mau diqadha’, waktunya keesokan harinya pada saat dhuha pula.
Dari Abu Umair bin Anas bin Malik ia berkata: “Paman-pamanku dari kalangan Anshor yang termasuk sahabat Rasulullah SAW pernah menceritakan padaku: Mereka berkata,“Hilal bulan Syawal pernah tertutupi sehingga kami tidak bisa melihatnya, kemudian besoknya kami melaksanakan shaum, kemudian menjelang sore datang sekelompok kafilah dan bersaksi di hadapan Nabi SAW bahwa mereka melihat hilal kemarin. Maka Rasulullah SAW memerintahkan mereka untuk berbuka dan pergi untuk melaksankan shalat Ied esok harinya” (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah)
Wallahua’lam. [Paramuda/BersamaDakwah]