Usai Yogyakarta jatuh masa Agresi Militer II, para pemimpin Republik diasingkan ke Sumatra. Mohamad Hatta, AG Pringgodigdo, Assaat, dan yang lain dibuang ke Bangka. Sementara Soekarno, H. Agus Salim, dan Sjahrir dibawa ke Berastagi, sebelum dipindah ke Parapat.
Hanya saja memang sedikit yang kita tahu perihal masa tsb. Beruntung ada Surat H. Agus Salim yang dapat memberi gambaran singkat yang berlaku di pengasingan.
Surat ini disalin dari buku “Seratus Tahun Haji Agus Salim, terbitan Sinar Harapan, 1984”. Surat yang sangat manis dan romantis.
Surat itu dibuka kalimat pendek penuh panggilan Dinda dan sayang (kepada istrinya, Zainatun Nahar):
Bismillahirrakhmanirrakhiem,
MERDEKA!
Dinda sayang, terima kasih atas surat Dinda yang menyenangkan hati itu.
[Selama H. Agus dibuang, sang istri tetap berada di rumahnya di Terban Taman, Yogyakarta.]
Dalam keadaan yang sesungguhnya merupakan bala, masih juga dapat kita menyaksikan nikmat Allah subhana wa ta’ala yang dalam kesukaran dapat juga memberi kelapangan.
Kanda seperti yang sudah kerap Dinda katakan, rupanya diperlakukan Allah dengan istimewa.
Dinda tahu, sudah beberapa lama dokter menyuruh kanda istirahat. Dinda sendiri berulang-ulang mendesak kanda perlukan berobat.
Nah! [Di sini kanda bisa dapat] istirahat itu dengan dilengkapkan hawa bagus pegunungan tinggi, kediaman dan pelayananan amat cukup disertai pula pengobatan yang teliti oleh dokter tentara Pematang Siantar, Kapten Visscher, yang selama 4 minggu dalam bulan Januari di Parapat tiap minggu memberi injeksi 3 kali.
Padahal waktu di Jogya, yang sekali seminggu saja jarang dapat dilangsungkan!
Lain-lain obat pun sangat dicukupkan. Di Berastagi, di Parapat, dan sekarang di Muntok dan Pangkalpinang, pelayan-pelayan selalu sangat ikhlas dan setia kepada kami, lahir dan batin.
[Di Berastagi misalnya, mereka dilayani oleh Karno dan Moesiah yang baik hati.]
Waktu ini kediaman kanda yang resmi dalam pesanggrahan Banka Tin Winning di Muntok bersama Bung Karno, Neef Roem dan Mr. AK Pringgodigdo.
[Soekarno dan H. Agus dipindahkan ke Bangka dari Parapat pada 5 Feb. 1949. Sjahrir sudah lebih dulu dipulangkan ke Jakarta]
Penyambutan di Bangka ini dari ujung ke ujungnya bukan main gembiranya, persembahan dari rakyat perkara makan dan pakaian tak putus-putus. Oleh karena itu dengan kiriman pakaian Dinda dari Jogya menjadi sangat berlebihan.
Malah sebetulnya di Berastagi pakaian kanda sudah dicukupkan oleh pembesar tentara Belanda di sana. Dari pakaian dalam wol sampai pakaian luar.
Alhasil tepat perkataan Dinda sayang, Allah swt dengan rahmat kurnia-Nya selalu melindungi, menyenangkan hidup kanda.
Maka tak ada yang kanda bimbangkan tadinya melainkan nasibmu yang tinggal. Sekarang untunglah oleh suratmu dan surat Jojet, bimbang itu insya Allah tak akan mengganggu lagi.
[Jojet yang dimaksud adalah putri ketiganya, Violet Hanifah Salim]
Ada pun lamanya perpisahan kanda dengan Dinda dan keluarga sekalian, ada harapan tidak seberapa lagi. Hanya saja kepastian tak dapat kita ketahui.
Sementara itu yakinlah Dinda akan cinta kasih sayang kanda dan terimalah peluk ciumku dengan salam dan doa.
A. Salim
16 Februari 1949
(Saat surat ini ditulis, H. Agus berusia 65 tahun dan sudah 37 tahun hidup bersama sang istri)
[@paramuda/BersamaDakwah]
Disalin penuh dari laman Potret Lawas. Anda bisa ikuti Twitter @potretlawas.
salam kasih boat kel haji agus moga2 aja selalu di berkahi oleh yang maha kuasa amin ya robbi,,
Manusia hebat semacam ini kenapa gak muncul sekarang? Yang muncul malah bangsat semua.
Komentar ditutup.