Surat Al Baqarah ayat 143 adalah ayat yang menjelaskan tentang umat Islam adalah ummatan washatan yang menjadi dalil moderasi beragama. Berikut ini arti, tafsir, dan kandungan maknanya.
Surat Al Baqarah (البقرة) termasuk madaniyah. Surat terpanjang dalam Al-Qur’an ini mengatur banyak hal dalam kehidupan masyarakat dan bernegara. Demikian pula ayat 143 ini juga tergolong madaniyah. Ayat ini menjelaskan keistimewaan umat Islam sebagai ummatan wasathan dan perpindahan kiblat mereka.
Daftar Isi
Surat Al Baqarah Ayat 143 dan Artinya
Berikut ini Surat Al Baqarah ayat 143, lengkap dengan tulisan Arab, tulisan Latin, dan artinya dalam bahasa Indonesia:
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا وَمَا جَعَلْنَا الْقِبْلَةَ الَّتِي كُنْتَ عَلَيْهَا إِلَّا لِنَعْلَمَ مَنْ يَتَّبِعُ الرَّسُولَ مِمَّنْ يَنْقَلِبُ عَلَى عَقِبَيْهِ وَإِنْ كَانَتْ لَكَبِيرَةً إِلَّا عَلَى الَّذِينَ هَدَى اللَّهُ وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُضِيعَ إِيمَانَكُمْ إِنَّ اللَّهَ بِالنَّاسِ لَرَءُوفٌ رَحِيمٌ
(Wakadzaalika ja’alnaakum ummataw wasathol liatuukuu syuhadaa-a ‘alan naasi wayakuunar rosuulu ‘alaikum syahiidaa. Wamaa ja’alnal qiblatal latii kungta ‘alaihaa illaa lina’lama may yattabi’ur rosuula mimay yangqolibu ‘alaa ‘aqibaih. Wa ing kaanat lakabiirotan illaa ‘alal ladziina hadallooh. Wamaa kaanalloohu liyudlii’a iimaanakum. Innallooha binnaasi laro,uufur roohiim)
Artinya:
Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kalian (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kalian menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kalian. Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia.
Baca juga: Tajwid Al Baqarah Ayat 143
Tafsir Surat Al Baqarah Ayat 143
Tafsir Surat Al Baqarah ayat 143 ini kami sarikan dari Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Fi Zhilalil Quran, Tafsir Al Azhar, Tafsir Al Munir, dan Tafsir Al Misbah. Harapannya, agar kaya dengan khazanah keilmuan tetapi tetang ringkas.
Kami memaparkannya menjadi beberapa poin mulai dari redaksi ayat dan artinya. Kemudian tafsirnya yang merupakan intisari dari tafsir-tafsir di atas.
1. Ummatan Wasathan
Poin pertama dari Surat Al Baqarah ayat 143, Allah menjadikan umat Islam sebagai ummatan wasathan.
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا
Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kalian (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kalian menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kalian.
Ibnu Katsir menjelaskan bahwa al-wasath (الوسط) dalam ayat ini artinya pilihan dan yang terbaik. Allah menjadikan umat Islam sebagai umat terbaik. Allah telah mengkhususkannya dengan syariat yang paling sempurna, tuntunan paling lurus, dan jalan yang paling jelas. Sebagaimana firman Allah dalam Surat Al-Hajj ayat 78.
Arti lain al-wasath (الوسط) menurut Ibnu Katsir adalah adil. Umat Islam adalah umat yang adil sehingga Allah menjadikan mereka saksi atas umat-umat terdahulu. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
يُدْعَى نُوحٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَيَقُولُ لَبَّيْكَ وَسَعْدَيْكَ يَا رَبِّ . فَيَقُولُ هَلْ بَلَّغْتَ فَيَقُولُ نَعَمْ . فَيُقَالُ لأُمَّتِهِ هَلْ بَلَّغَكُمْ فَيَقُولُونَ مَا أَتَانَا مِنْ نَذِيرٍ . فَيَقُولُ مَنْ يَشْهَدُ لَكَ فَيَقُولُ مُحَمَّدٌ وَأُمَّتُهُ . فَتَشْهَدُونَ أَنَّهُ قَدْ بَلَّغَ
Nabi Nuh kelak dipanggil di hari kiamat. Maka, ia menjawab, “Aku penuh panggilan-Mu ya Rabb.” Lalu Allah bertanya, “Apakah engkau sudah menyampaikan (risalahmu)?” Nabi Nuh menjawab, “Sudah.”
Ditanyakan kepada umatnya, “Apakah Nuh sudah menyampaikan kepada kalian?” Mereka menjawab, “Tidak ada seorang pemberi peringatan pun yang datang kepada kami.”
Nabi Nuh ditanya lagi, “Siapakah yang bersaksi untukmu?” Nuh menjawab, “Muhammad dan umatnya.” Maka mereka bersaksi bahwa Nuh telah menyampaikan risalahnya. (HR. Bukhari)
Abu Said Al Khudri radhiyallahu ‘anhu menjelaskan bahwa hadits yang ia riwayatkan ini terkait dengan Surat Al Baqarah ayat 143. Dan ia mengakhiri riwayat itu dengan mengatakan:
وَالْوَسَطُ الْعَدْلُ
Dan al-wasath adalah adil.
Al-Wasath juga bisa berarti seimbang, pertengahan, dan moderat. Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar menjelaskan, umat Islam tidak seperti Yahudi yang terlalu condong kepada dunia dan tidak seperti Nasrani yang meninggalkan dunia hingga rahib-rahibnya tidak menikah.
Sayyid Quthb dalam Tafsir Fi Zhilalil Qur’an juga menegaskan tentang umat pertengahan ini. Umat Islam bukan umat yang semata-mata bergelut dan terhanyut dalam ruhiyah (rohani) dan juga bukan semata-mata beraliran materi (materialisme). Namun, seimbang dunia akhirat, seimbang jasmani rohani.
2. Hikmah perpindahan kiblat
Poin kedua dari Surat Al Baqarah ayat 143 menjelaskan salah satu hikmah perpindahan kiblat.
وَمَا جَعَلْنَا الْقِبْلَةَ الَّتِي كُنْتَ عَلَيْهَا إِلَّا لِنَعْلَمَ مَنْ يَتَّبِعُ الرَّسُولَ مِمَّنْ يَنْقَلِبُ عَلَى عَقِبَيْهِ
Dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot.
Pada mulanya, sejak di Mekkah, kiblat umat Islam adalah Baitul Maqdis. Selama 16 atau 17 bulan di Madinah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan kaum muslimin shalat dengan menghadap ke arah Baitul Maqdis.
Rasulullah sangat menyukai Ka’bah. Meskipun kiblat pertama umat Islam adalah Baitul Maqdis, ketika shalat di Mekkah, Rasulullah memposisikan Ka’bah berada di antara beliau dan Baitul Maqdis. Di Madinah, beliau tidak bisa melakukannya karena arah Masjidil Haram dan Baitul Maqdis bertolak belakang.
Lalu, Allah memindahkan kiblat dari Baitul Maqdis ke Ka’bah. Salah satu hikmah perpindahan kiblat adalah sebagaimana ayat ini, yakni sebagai ujian agar nyata siapa yang mengikuti Rasulullah dan siapa yang membelot. Orang-orang yang beriman, seketika sami’na wa atha’na, sedangkan orang-orang munafik menjadikan perpindahan kiblat ini sebagai bahan cemoohan.
Di antara bukti ketaatan dan ittiba’ kaum mukminin terhadap ayat perpindahan kiblat ini adalah hadits Imam Bukhari dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma:
بَيْنَا النَّاسُ يُصَلُّونَ الصُّبْحَ فِى مَسْجِدِ قُبَاءٍ إِذْ جَاءَ جَاءٍ فَقَالَ أَنْزَلَ اللَّهُ عَلَى النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – قُرْآنًا أَنْ يَسْتَقْبِلَ الْكَعْبَةَ فَاسْتَقْبِلُوهَا . فَتَوَجَّهُوا إِلَى الْكَعْبَةِ
Ketika orang-orang sedang mengerjakan shalat Subuh di Masjid Quba, tiba-tiba datanglah seorang laki-laki yang berseru, “Sesungguhnya Allah telah menurunkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sebuah ayat Al-Qur’an yang memerintahkan agar menghadap ke arah Ka’bah, maka menghadaplah kalian ke Ka’bah.” Maka, mereka pun menghadapkan dirinya ke Ka’bah. (HR. Bukhari)
Baca juga: Surat Al Kahfi
3. Iman membuat segalanya lebih ringan
Poin ketiga dari Surat Al Baqarah ayat 143, iman membuat segalanya lebih ringan.
وَإِنْ كَانَتْ لَكَبِيرَةً إِلَّا عَلَى الَّذِينَ هَدَى اللَّهُ وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُضِيعَ إِيمَانَكُمْ
Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu.
Rasulullah sangat bahagia dengan perpindahan kiblat tersebut. Sebab dari awal beliau sangat mencintai Ka’bah. Ini bukan semata-mata cinta tanah air tetapi tahu bahwa Ka’bah adalah kiblat Nabi Ibrahim. Kedua, beliau berharap dengan kiblat Ka’bah, orang-orang Arab lebih tertarik untuk masuk Islam. Ketiga, orang-orang Yahudi mencibir bahwa kaum muslimin mengikuti mereka karena kiblatnya sama-sama Baitul Maqdis.
Namun, perpindahan kiblat ini sangat berat kecuali bagi orang-orang yang mendapat hidayah dari Allah dan yakin dengan Rasulullah.
“Lain halnya dengan orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit, sesungguhnya setiap kali terjadi sesuatu, maka timbullah rasa keraguan dalam hati mereka,” tulis Ibnu Katsir dalam Tafsirnya. “Berbeda dengan keadaan orang-orang beriman. Ketika ada ketetapan Allah, keyakinan di dalam hati orang-orang beriman justru bertambah kuat.”
Orang-orang munafik mengejek, “Kalau kiblat yang dulu benar, berarti kiblat yang sekarang salah. Kalau kiblat yang sekarang benar, berarti kiblat yang dulu salah. Akan tetapi, mengapa Muhammad tidak menjelaskannya kepada kita?”
Menjawab ejekan orang-orang munafik dan menjawab pertanyaan tentang bagaimana shalat assabiqunal awwalun yang wafat sebelum perpindahan kiblat, Allah menegaskan:
وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُضِيعَ إِيمَانَكُمْ
dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu.
Ibnu Katsir menjelaskan, maknanya adalah Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak akan menyia-nyiakan pahalanya. Pahala itu ada di sisi-Nya.
Assabiqunal awwalun adalah orang-orang yang masuk Islam sejak awal. Sebagian ulama berpendapat, orang-orang yang mendapati dua kiblat (masuk Islam sebelum perpindahan kiblat) termasuk assabiqunal awwalun.
Baca juga: Surat Al Hujurat Ayat 13
4. Allah Maha Penyayang
Poin keempat dari Surat Al Baqarah ayat 143, Allah Maha Penyayang.
إِنَّ اللَّهَ بِالنَّاسِ لَرَءُوفٌ رَحِيمٌ
Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia.
Allah sangat sayang kepada hamba-hamba-Nya. Di akhir ayat ini, Al-Qur’an menggunakan sifat rahim dalam bentuk nakirah karena objeknya dalah manusia secara umum. Sedangkan, Ar-Rahim umumnya untuk hamba-hamba-Nya yang beriman.
Ar-Rahim merupakan salah satu asmaul husna. Bedanya dengan Ar-Rahman, Ar-Rahman adalah kasih sayang Allah untuk seluruh makhluk-Nya di dunia sedangkan Ar-Rahim adalah kasih sayang Allah untuk hamba-hamba-Nya yang beriman di akhirat nanti.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah melihat seorang wanita tawanan perang. Ia memiliki bayi yang terpisah darinya. Maka, setiap kali wanita itu menjumpai bayi, ia menggendongnya. Demikian ia terus mencari bayinya hingga akhirnya ketemu. Ia pun langsung menggendong dan menyusuinya. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
أَتَرَوْنَ هَذِهِ طَارِحَةً وَلَدَهَا فِى النَّارِ. قُلْنَا لاَ وَهْىَ تَقْدِرُ عَلَى أَنْ لاَ تَطْرَحَهُ . فَقَالَ اللَّهُ أَرْحَمُ بِعِبَادِهِ مِنْ هَذِهِ بِوَلَدِهَا
“Bagaimana pendapat kalian, akankah wanita ini tega melemparkan bayinya ke dalam api?” Kami (para sahabat) menjawab, “Tentu tidak, meskipun ia mampu melemparkannya, ia tidak akan melemparkannya.” Rasulullah bersabda, “Allah lebih sayang kepada hamba-Nya daripada sayangnya wanita ini kepada anaknya.” (HR. Bukhari)
Baca juga: Yusuf Ayat 4
Kandungan Surat Al Baqarah ayat 143
Berikut ini adalah isi kandungan Surat Al Baqarah ayat 143:
- Allah menjadikan umat Islam sebagai ummatan washatan.
- Ummatan wasathan adalah umat pilihan, umat terbaik, umat yang adil, umat yang seimbang, dan umat yang moderat.
- Kelak di hari kiamat, umat Islam akan menjadi saksi bagi umat yang lain dan Rasulullah akan menjadi saksi bagi umat Islam.
- Kiblat pertama umat Islam adalah Baitul Maqdis (Masjid Al Aqsha), lalu Allah memindahkan kiblat ke Ka’bah (Masjidil Haram).
- Salah satu hikmat perpindahan kiblat adalah sebagai ujian siapa yang taat mengikuti Rasulullah dan siapa yang membelot.
- Perpindahan kiblat terasa sangat berat kecuali bagi orang-orang beriman. Iman menjadikan segalanya lebih ringan.
- Allah tidak menyia-nyiakan pahala shalat orang-orang terdahulu meskipun belum pernah bertemu dengan kiblat yang baru.
- Allah Maha Penyayang kepada hamba-hamba-Nya.
Demikian Surat Al Baqarah ayat 143 mulai dari tulisan Arab dan Latin, terjemah dalam bahasa Indonesia, tafsir, dan isi kandungan maknanya. Semoga bermanfaat memotivasi kita menjadi umattan wasathan hingga Allah mencintai dan menyayangi kita Wallahu a’lam bish shawab. [Muchlisin BK/BersamaDakwah]