Beranda Dasar Islam Al Quran Surat An Nahl Ayat 125, Arab Latin, Arti, Tafsir dan Kandungan

Surat An Nahl Ayat 125, Arab Latin, Arti, Tafsir dan Kandungan

0
Surat An Nahl ayat 125

Surat An Nahl ayat 125 adalah ayat tentang metode dakwah. Berikut ini arti, tafsir dan kandungan An Nahl ayat 125.

An Nahl merupakan surat ke-16 dalam Al Qur’an dan termasuk Makkiyah. Tema utama surat An Nahl adalah penetapan uluhiyah dan rububiyah Alllah dengan melimpahkan berbagai nikmat kepada makhluk-Nya. Salah satu nikmat itu adalah An Nahl yang menjadi nama surat ini. An Nahl yang artinya lebah adalah binatang menakjubkan yang mengeluarkan banyak nikmat terutama madu.

Nikmat terbesar adalah nikmat iman. Maka kesyukuran terbesar seharusnya adalah mensyukuri iman. Di antara cara mensyukurinya adalah dengan berdakwah menyampaikan risalah iman kepada sesama manusia. Bagaimana caranya? Surat An Nahl ayat 125 menjelaskannya.

Surat An Nahl Ayat 125 Beserta Artinya

Berikut ini Surat An Nahl Ayat 125 dalam tulisan Arab, tulisan latin dan artinya dalam bahasa Indonesia:

اُدْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ

(Ud’u ilaa sabiili robbika bil hikmati wal mau’idhotil hasanati wajaadilhum bil latii hisa ahsan, inna robbaka huwa a’lamu biman dlolla ‘an sabiilihi wahuwa a’lamu bil muhtadiin)

Artinya:
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.

Baca juga: Ayat Kursi

Tafsir Surat An Nahl Ayat 125

Tafsir Surat An Nahl ayat 125 ini kami sarikan dari Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Fi Zhilalil Quran, Tafsir Al Azhar, dan Tafsir Al Munir. Harapannya, agar bisa terhimpun banyak faedah yang kaya khazanah tetapi ringkas dan mudah pembaca pahami.

Kami memaparkannya menjadi beberapa poin mulai dari redaksi ayat dan artinya. Setelah itu baru tafsirnya yang merupakan intisari dari tafsir-tafsir di atas.

1. Kewajiban dan Metode Dakwah

Poin pertama dari Surat An Nahl ayat 125 adalah kewajiban berdakwah.

اُدْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ

Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.

Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk menyeru manusia kepada-Nya dengan cara yang bijaksana. Yakni dengan hikmah dan mauidhah hasanah (nasehat yang baik). Jika perlu, barulah jidal (membantah atau mendebat) dengan cara yang baik.

Hikmah, mauidhah hasanah dan jidal ini adalah metode dakwah yang Allah ajarkan. Penyebutannya secara berurutan menunjukkan prioritas dalam menggunakan metode dakwah ini.

Dalam Tafsir Al Azhar, Buya Hamka menjelaskan bahwa sabiili rabbik dalam ayat ini sama dengan sabilillah, shiratal mustaqim dan ad diinul haq. Agama yang benar, yakni Islam.

Meskipun khitab ayat ini tertuju kepada Rasulullah, ia juga berlaku untuk umatnya. Dakwah menyeru manusia kepada Allah adalah kewajiban setiap muslim dan metode dakwah ini juga harus diamalkan kaum muslimin.

Buya Hamka menjelaskan, hikmah adalah kebijaksanaan. Yakni cara yang bijaksana, akal budi yang mulia, dada yang lapang dan hati yang bersih guna menarik hati orang kepada agama Allah. Hikmah itu bukan sekedar kata-kata melainkan juga sikap hidup dan perbuatan. Bahkan sikap hidup dan perbuatan bisa lebih berhikmah daripada kata-kata.

Mauidhatul hasanah adalah pengajaran yang baik, pesan-pesan yang baik sebagai nasehat. Pengajaran yang baik ini, menurut Buya Hamka, akan lebih berpengaruh kepada anak-anak yang dalam diri mereka belum terisi oleh ajaran lainnya.

Jidal adalah debat. Metode ini hanya ditempuh jika diperlukan. Ketika dakwah dibantah, disanggah atau ditantang untuk beradu argumentasi maka hendaklah perdebatan dilakukan dengan cara yang lebih baik.

“Yakni lemah lembut, tutur kata yang baik serta cara yang bijak,” terang Ibnu Katsir. Sebagaimana firman-Nya:

وَلَا تُجَادِلُوا أَهْلَ الْكِتَابِ إِلَّا بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِلَّا الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْهُمْ

Dan janganlah kamu berdebat denganAhli Kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim di antara mereka… (QS. Al Ankabut: 46)

Baca juga: Surat An Nahl Ayat 114

2. Tugas Kita Berdakwah, Allah Yang Memberi Hidayah

Poin kedua dari Surat An Nahl ayat 125 mengisyaratkan bahwa kewajiban kita adalah berdakwah, bukan memberi hidayah. Hanya Allah Yang Kuasa memberikan hidayah.

إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ

Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.

Allah Mengetahui siapa di antara hamba-Nya yang tersesat dan siapa yang mendapat petunjuk. Allah Maha Mengetahui siapa yang mau menentang dakwah dan siapa yang mau menerimanya. Sedangkan kewajiban Nabi dan kaum muslimin hanyalah berdakwah.

“Allah-lah yang lebih mengetahui siapa saja yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk,” kata Sayyid Qutb dalam Tafsir Fi Zhilalil Qur’an. “Sebenarnya debat tidak terlalu dibutuhkan selain untuk menjelaskan. Setelah itu urusannya ada di tangan Allah.”

“Maka serulah mereka untuk menyembah Allah dan jangan kamu merasa kecewa atau bersedih hati terhadap orang-orang yang sesat di antara mereka,” tulis Ibnu Katsir dalam tafsirnya. “Karena sesungguhnya bukan tugasmu memberi mereka petunjuk. Sesungguhnya tugasmu hanyalah menyampaikan dan Kamilah yang akan menghisab.”

Perihalnya sama dengan firman Allah lainnya:

إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ

Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk. (QS. Al Qashash: 56)

لَيْسَ عَلَيْكَ هُدَاهُمْ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ

Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk (memberi taufiq) siapa yang dikehendaki-Nya.  (QS. Al Baqarah: 272)

Baca juga: Isi Kandungan Surat An Nahl Ayat 125

Kandungan Surat An Nahl Ayat 125

Berikut ini adalah isi kandungan Surat An Nahl ayat 125:

1. Allah memerintahkan Rasulullah untuk berdakwah menyeru manusia kepada agama-Nya. Kewajiban berdakwah ini juga berlaku bagi umat Islam.

2. Ayat ini menjelaskan tiga metode dakwah yakni hikmah, mauidhah hasanah (pengajaran yang baik) dan jidal (debat) dengan cara baik.

3. Allah hanya mewajibkan dakwah, sedangkan apakah seseorang mendapat hidayah atau tidak adalah urusan Allah. Bukan kewajiban seorang dai.

4. Allah Maha Mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan siapa yang mendapat petunjuk. Dia Maha Mengetahui siapa yang mau menolak dakwah dan siapa yang mau menerimanya.

5. Ayat ini menenangkan Rasulullah dan para dai agar tidak sedih dan kecewa jika ada orang yang menolak dakwah.

Demikian Surat An Nahl ayat 125 mulai dari tulisan Arab dan latin, terjemah dalam bahasa Indonesia, tafsir dan isi kandungan maknanya. Semoga bermanfaat dan membuat kita semangat berdakwah dengan metode dakwah yang benar. Wallahu a’lam bish shawab. [Muchlisin BK/BersamaDakwah]