Surat Ar-Ra’d ayat 11 adalah ayat tentang keniscayaan ikhtiar untuk perubahan. Berikut ini tulisan Arab dan Latin, arti, tafsir, serta kandungannya.
Surat Ar-Ra’d termasuk surat madaniyah. Ia memiliki 43 ayat. Nama surat Ar-Ra’d yang artinya “guruh” terambil dari ayat 13. Ar-Ra’d (guruh) pada surat ini menghimpun dua hal yang kontradiktif. Di satu sisi sebagian manusia takut mendengarnya, di sisi lain ia membawa kebaikan karena menjadi pertanda turunnya hujan. Suaranya dari luar menakutkan, tetapi sesungguhnya ia sedang bertasbih kepada Allah.
Ayat 11 ini juga turun di Madinah. Menjelaskan bahwa di antara sunnatullah adalah kemaksiatan akan menghapus nikmat. Siapa yang menginginkan nikmatnya kekal, maka jangan bermaksiat kepada Allah dan jangan mengundang murka Allah.
Daftar Isi
Surat Ar-Ra’d Ayat 11 dan Artinya
لَهُ مُعَقِّبَاتٌ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ يَحْفَظُونَهُ مِنْ أَمْرِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ وَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِقَوْمٍ سُوءًا فَلَا مَرَدَّ لَهُ وَمَا لَهُمْ مِنْ دُونِهِ مِنْ وَالٍ
(Lahuu mu’qqibaatum mim baini yadaihi wa min kholfihii yahfadhuunahuu min amrillaah. Innallooha laa yughoyyiru maa biqoumin hattaa yughoyyiruu maa bi anfusihim. Wa idzaa aroodalloohu biqoumin suu’an falaa marodda lahuu wamaa lahum min duunihii miw waal.)
Baginya (manusia) ada (malaikat-malaikat) yang menyertainya secara bergiliran dari depan dan belakangnya yang menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum hingga mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, tidak ada yang dapat menolaknya, dan sekali-kali tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia. (QS. Ar-Ra’d: 11)
Baca juga: Ayat Kursi
Tafsir Surat Ar-Ra’d Ayat 11
Tafsir Surat Ar-Ra’d ayat 11 ini kami sarikan dari Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Fi Zhilalil Quran, Tafsir Al Azhar, Tafsir Al Munir, dan Tafsir Al Misbah. Harapannya, agar bisa terhimpun banyak faedah yang kaya khazanah tetapi ringkas.
Malaikat penjaga manusia
Poin pertama dari Surat Ar-Ra’d ayat 11 menunjukkan adanya malaikat penjaga yang menjaga manusia di depan dan di belakangnya.
لَهُ مُعَقِّبَاتٌ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ يَحْفَظُونَهُ مِنْ أَمْرِ اللَّهِ
Baginya (manusia) ada (malaikat-malaikat) yang menyertainya secara bergiliran dari depan dan belakangnya yang menjaganya atas perintah Allah.
Kata muaqqibaatun (معقبات) berasal dari kata عَقَّبَ – يُعَقِّبُ – تَعقِيبًا yang artinya mengikuti atau mengiringi. Kata معقبات merupakan isim fa’il sehingga bermakna yang mengikuti. Yakni para malaikat, sehingga bentuknya jamak muannats salim.
Jadi, Allah Subhanahu wa Ta’ala menugaskan malaikat di depan dan di belakang manusia untuk menjaganya dari berbagai bahaya baik berupa kecelakaan, kejahatan jin, manusia, maupun binatang buas. Kecuali apa yang Allah takdirkan baginya.
Ibnu Katsir menjelaskan, selain dua malaikat penjaga di depan dan di belakang, ada pula malaikat di sebalah kanan dan kiri. Malaikat di sebelah kanan mencatat amal kebaikan, malaikat di sebelah kiri mencatat amal keburukan. Dalam sehari ada dua sif, satu sif mulai Subuh sampai Ashar, satu sif lagi mulai Ashar sampai Subuh. Sehingga dalam sehari ada delapan malaikat yang menyertai setiap orang.
يَتَعَاقَبُونَ فِيكُمْ مَلاَئِكَةٌ بِاللَّيْلِ وَمَلاَئِكَةٌ بِالنَّهَارِ وَيَجْتَمِعُونَ فِى صَلاَةِ الْفَجْرِ وَصَلاَةِ الْعَصْرِ ثُمَّ يَعْرُجُ الَّذِينَ بَاتُوا فِيكُمْ فَيَسْأَلُهُمْ رَبُّهُمْ وَهُوَ أَعْلَمُ بِهِمْ كَيْفَ تَرَكْتُمْ عِبَادِى فَيَقُولُونَ تَرَكْنَاهُمْ وَهُمْ يُصَلُّونَ وَأَتَيْنَاهُمْ وَهُمْ يُصَلُّونَ
Malaikat bergiliran (menjaga) di antara kalian, malaikat malam dan malaikat siang. Mereka berkumpul pada shalat Subuh dan shalat Asar. Kemudian naiklah malaikat yang menyertai kalian di malam hari, lalu Rabb mereka bertanya kepada mereka — dan Dia lebih mengetahui keadaan mereka (hamba-hamba-Nya): “Bagaimana kalian meninggalkan hamba-hamba-Ku?” Mereka menjawab: “Kami tinggalkan mereka dalam keadaan shalat, dan kami mendatangi mereka dalam keadaan shalat.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dua malaikat di samping kanan dan kiri terdapat pada firman-Nya:
إِذْ يَتَلَقَّى الْمُتَلَقِّيَانِ عَنِ الْيَمِينِ وَعَنِ الشِّمَالِ قَعِيدٌ . مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ
(Ingatlah) ketika dua malaikat mencatat (perbuatannya). Yang satu duduk di sebelah kanan dan yang lain di sebelah kiri. Tidak ada suatu kata pun yang terucap, melainkan ada di sisinya malaikat pengawas yang selalu siap (mencatat). (QS. Qaf: 17-18)
Baca juga: Surat Al Ankabut Ayat 45
Perubahan sosial
Poin kedua dari Surat Ar-Ra’d ayat 11 menuntun manusia untuk melakukan perubahan dan perbaikan. Allah mempersyaratkan perubahan dari-Nya dengan terlebih dahulu manusia harus mengubah apa yang ada pada jiwa mereka.
إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ
Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum hingga mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka.
Ibnu Katsir memfokuskan penafsiran ayat ini pada tobat. Seorang hamba harus berusaha mengubah perbuatan dan kebiasaannya agar Allah mengubah keadaannya, yakni terhindar dari kemurkaan-Nya. Ibnu Katsir menyitir sebuah hadits qudsi:
قَالَ الرَّبُّ عَزَّ وَجَلَّ :وَعِزَّتِي وَجَلَالِي وَارْتِفَاعِي فَوْقَ عَرْشِي، مَا مِنْ أَهْلِ قَرْيَةٍ، وَلَا مِنْ أَهْلِ بَيْتٍ، وَلَا رَجُلٍ بَادٍ، كَانُوا عَلَى مَا كَرِهْتُ مِنْ مَعْصِيَتِي، ثُمَّ تَحَوَّلُوا عَنْهَا إِلَى مَا أَحْبَبْتُ مِنْ طَاعَتِي، إِلَّا تَحَوَّلْتُ لَهُمْ عَمَّا يَكْرَهُونَ مِنْ عَذَابِي إِلَى مَا يُحِبُّونَ مِنْ رَحْمَتِي
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman: “Demi kemuliaan-Ku, keagungan-Ku, dan ketinggian-Ku di atas ‘Arsy-Ku, tidaklah ada penduduk suatu desa, atau penghuni suatu rumah, atau seseorang dari penduduk padang pasir, yang berada dalam perkara maksiat yang Aku benci, kemudian mereka berpaling darinya menuju sesuatu yang Aku cintai yaitu ketaatan kepada-Ku, melainkan Aku palingkan dari mereka (menjauhkan) apa yang mereka benci yaitu azab-Ku, menuju apa yang mereka cintai yaitu rahmat-Ku.”
Sedangkan Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mishbah menilai ayat ini tentang perubahan apa pun karena menggunakan kata maa (ما), baik perubahan positif maupun perubahan negatif. Lebih jauh, Tafsir Al-Mishbah mencatat beberapa poin:
Pertama, ayat ini berbicara tentang perubahan sosial, bukan perubahan individu. Sebab ayat ini menggunakan kata qaum (قوم) yang berarti kaum atau masyarakat. Perubahan sosial tidak dapat dilakukan oleh seorang manusia saja. Mungkin pelopornya satu orang, tetapi kemudian masyarakat menerima ide dan seruan perubahannya.
Kedua, karena menggunakan kata qaum (قوم) maka hukum perubahan sosial ini berlaku umum tidak hanya bagi kaum muslimin atau kelompok tertentu. Dan karena menggunakan kata qaum (قوم) maka sunnatullah dalam ayat ini berkaitan dengan kehidupan duniawi. Pertanggungjawaban pribadi baru akan terjadi di akhirat nanti.
Ketiga, tentang dua pelaku perubahan. Allah kuasa mengubah apa pun pada suatu kaum (ما بقوم) tetapi titik tekannya adalah sisi luar atau lahiriah masyarakat. Pelaku perubahan kedua adalah manusia (masyarakat) yang harus melakukan perubahan pada sisi dalam mereka (ما بأنفسهم).
Keempat, ayat ini menekankan bahwa perubahan dari Allah harus didahului oleh perubahan yang dilakukan oleh masyarakat menyangkut sisi dalam mereka. Tanpa perubahan ini, tidak akan terjadi perubahan sosial. Ayat ini mengistilahkan sisi dalam dengan nafs (نفس). Nafs adalah sebuah wadah yang di dalamnya ada hati (قلب). Maka perubahan itu harus bersumber dari hati yakni:
- Nilai atau keyakinan yang dianut masyarakat (aqidah);
- Tekad dan kemauan yang keras (iradah);
- Kemampuan pemahaman atau logika praktis (al-mathiq al-amaly).
Sayyid Quthb merangkum perubahan sosial ini dengan menyatakan dalam Tafsir Fi Zhilalil Qur’an: “Allah tidak akan mengubah nikmat atau bencana, kemuliaan atau kerendahan, kedudukan atau kehinaan, kecuali jika orang-orang itu mengubah perasaan, perbuatan, dan keyakinan hidup mereka.”
Sedangkan Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar menekankan wajibnya ikhtiar. “Inilah ayat yang terkenal tentang kekuatan dan akal budi yang dianugerahkan Allah kepada manusia sehingga manusia itu dapat bertindak sendiri dan mengendalikan dirinya sendiri di bawah naungan Allah… sebab itu maka manusia wajib berusaha menentukan garis hidupnya sendiri, jangan menyerah saja tanpa ikhtiar.”
Baca juga: Surat At Taubah Ayat 128-129
Ketetapan Allah dan perlindungan-Nya
Poin ketiga dari Surat Ar-Ra’d ayat 11 menunjukkan adanya malaikat penjaga yang menjaga manusia di depan dan di belakangnya.
وَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِقَوْمٍ سُوءًا فَلَا مَرَدَّ لَهُ وَمَا لَهُمْ مِنْ دُونِهِ مِنْ وَالٍ
Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, tidak ada yang dapat menolaknya, dan sekali-kali tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia.
Penggalan ayat ini menegaskan poin sebelumnya tentang sunnatullah perubahan, khususnya dari positif menjadi negatif. Tidak ada satu kekuatan pun yang dapat menghalangi berlakunya sunnatullah ini. Segala sesuatu akan kembali kepada pengaturan dan kehendak Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Sayyid Quthb dalam Tafsir Fi Zhilalil Qur’an menjelaskan, kalimat ini untuk menghadapi orang-orang yang meminta disegerakannya kejelekan (azab) sebelum mereka meminta kebaikan, padahal Allah sudah mendahulukan pengampunan buat mereka daripada azab, untuk menguak kelalaian mereka. Maka, dalam ayat ini Allah menonjolkan akibat yang buruk saja untuk menakut-nakuti mereka. Karena tidak ada yang bisa menolak azab Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Ujung ayat ini menegaskan bahwa tidak ada pelindung kecuali Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka, kepada Allah-lah kita harus meminta perlindungan dengan memenuhi seruan dan arahan-Nya, tidak durhaka dan bermaksiat kepada-Nya.
Baca juga: Surat Yasin
Kandungan Surat Ar-Ra’d Ayat 11
Berikut ini adalah isi kandungan Surat Ar Ra’d ayat 11:
- Ada malaikat-malaikat yang menjaga dan mengawasi manusia. Yakni di depan dan di belakang mereka. Juga ada di sebelah kanan dan kiri mereka sebagaimana ayat lainnya.
- Ayat ini menjelaskan tentang perubahan sosial yang tidak bisa dilakukan oleh satu orang saja. Melainkan harus secara kolektif.
- Allah menetapkan sunnatullah perubahan sosial harus dimulai dari perubahan dari dalam masyarakat dengan mengubah apa yang ada pada jiwa mereka yakni keyakinan, kehendak, perasaan, dan perbuatan mereka.
- Tidak ada yang dapat menolak ketetapan Allah. Tidak ada yang bisa menolak azab Allah.
- Hanya Allah pelindung manusia. Dialah Maha Pelindung yang kepadanya manusia memohon perlindungan.
Demikian Surat Ar-Ra’d ayat 11 mulai dari tulisan Arab dan Latin, terjemah dalam bahasa Indonesia, tafsir, dan isi kandungan maknanya. Semoga memotivasi kita untuk berusaha melakukan perubahan dengan memperbaiki hati, perasaan, kekuatan tekad, dan perbuatan. Wallahu a’lam bish shawab. [Muchlisin BK/BersamaDakwah]