“Afwan pagi ini tak bisa ikut liqo,” pesan itu dikirimkan seorang binaan kepada Murabbinya.
“Iya, tadi ditanyakan teman-teman. Ke manakah?” jawab sang Murabbi.
“Tak ke mana, hanya tak ingin hadir saja.”
“Tumben. Sudah lama tak jumpa,” jawab sang Murabbi kemudian.
Tumben? Binaan tersebut hanya senyum-senyum sendiri dengan sindiran itu. Padahal memang banyak jarang datangnya daripada datangnya di kajian pekanan.
Ia jadi ingat tentang sindiran Rasulullah kepada para sahabat. Ketika Rasulullah saw. berjalan dengan para sahabat tiba-tiba menemukan bangkai kambing yang membusuk dan kehilangan telinganya. Lalu Rasulullah bertanya kepada para sahabat, “Adakah di antara kalian yang menginginkan kambing ini?”
Para sahabat menjawab, “walaupun kambing tersebut diberikan gratis maka kami tidak menginginkannya.”
Kemudian Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya dunia lebih hina dari bangkai kambing tersebut.”
Ketika ada tiga sahabat yang masing-masing mengatakan,”Aku akan qiyamul lail dan tidak akan tidur. Aku terus beribadah dan tidak akan menikah. Aku akan puasa sepanjang tahun dan tidak berbuka,” maka Rasulullah saw kemudian mendatangi tiga sahabat tersebut dan bertanya, “Apakah kalian yang mengatakan begini dan begini? Ketahuilah, sesungguhnya aku adalah orang yang paling takut kepada Allah. Akan tetapi aku shalat tapi juga tidur. Aku pun menikah, dan aku pun puasa tapi juga berbuka. Barang siapa yang tidak senang dengan sunnahku maka ia bukan termasuk golongan umatku.”
Itulah cara Rasulullah dengan sindiran. Namun Rasulullah juga pernah melakukan hukuman dalam bentuk nonfisik lain. Rasulullah pernah nyuekin dan mengucilkan sahabat bernama Ka’ab bin Malik ketika ia mencari alasan untuk tidak hadir dalam Perang Tabuk. Rasulullah saw juga memerintahkan orang tua agar memukul anaknya ketika tidak mengerjakan sholat pada usia sepuluh tahun dan memerintahkan orang tua untuk menggantung cemeti. Namun dalam praktiknya, Rasulullah tak pernah melakukan hukuman dalam bentuk fisik seperti pemukulan atau hukuman sejenisnya yang menyakiti fisik adalah bentuk kejahatan yang harus dihilangkan, kecuali dalam kondisi yang memaksa dan ini hanya berlaku untuk orang tua kepada anaknya atau guru kepada muridnya yang tentu saja dilakukan pada anak yang belum beranjak remaja. Sebab bagaimana pun kecilnya hukuman fisik yang dilakukan kepada anak yang sudah remaja akan terasa menyakitkan dan menghilangkan harga dirinya.
Pemberian hukuman harusnya hendaknya diberlakukan bila ishlah (perbaikan) baik melakukan sindiran maupun teguran langsung baik fisik maupun nonfisik.
“Next week ifthar jama’i ya!” tulis Murabbi selanjutnya. Ah, pandai sekali menghibur. [Paramuda/ BersamaDakwah]