Beranda Keluarga Parenting Tanggung Jawab Pengasuhan dan Pendidikan Anak

Tanggung Jawab Pengasuhan dan Pendidikan Anak

0
tanggung jawab pengasuhan dan pendidikan anak

Menjelang hari anak nasional tahun ini, kita dikejutkan dengan berita viral yang sangat memprihatinkan. Seorang anak SD dipaksa teman-temannya untuk bers*t*b*h dengan kucing lantas direkam.

Tentu saja anak itu mengalami trauma hebat kemudian meninggal. Diagnosis dokter, anak itu mengalami suspect typhoid dan ensefalopati, serta suspect episode depresi atau gangguan kejiwaan.

Membayangkannya saja kita sudah ngeri. Entah apa yang merasuki anak-anak yang masih usia SD itu untuk melakukan perundungan (bullying) di luar batas kemanusiaan. Namun, ini menunjukkan bahwa tantangan yang dihadapi anak-anak kita di era digital benar-benar berat. Apa yang mereka hadapi tidak sama dengan apa yang dahulu kita hadapi. Persis seperti nasihat Ali bin Abu Thalib, “Anak-anak kita lahir untuk zaman yang berbeda dengan zaman kita.”

Tentu kita tidak bisa memproteksi anak-anak dari dunia luar. Yang bisa kita lakukan adalah memilihkan ‘dunia’ untuk anak-anak kita. Dan yang lebih penting adalah membangun imunitas anak ketika bergaul dengan dunia luar. Keduanya merupakan tanggung jawab kita sebagai orang tua.

Memilihkan ‘dunia’ untuk anak-anak maksudnya adalah memberikan lingkungan yang baik untuk anak-anak kita. Positive vibes, istilah trennya. Sebab bagaimana pun juga, interaksi seseorang dengan lingkungan itu ada dua; kalau tidak mempengaruhi ya dipengaruhi. Masalahnya, ketika dia masih anak-anak, lingkungan akan banyak mempengaruhinya. Sebab anak-anak itu seperti spon yang menyerap seluruh apa yang ia dengar dan ia lihat. Persis seperti kata Imam al-Ghazali, “Setiap anak akan menerima semua bentuk kecenderungan yang disodorkan kepadanya ataupun yang dikatakan kepadanya.”

Positive vibes harus dimulai dari keluarga. Ayah dan ibu yang penuh kasih sayang dan menjaga fitrah iman. Ayah dan ibu yang menjadi teladan dalam bersikap dan berucap. Keluarga yang menghadirkan suasana ibadah. Rumah yang nyaman dan selalu ia rindukan meskipun sekolah menjadi istana barunya.

Kedua adalah sekolah. Pada dasarnya semua sekolah itu baik. Namun jika bisa memilih, pilihlah yang lebih baik. Yang bukan hanya fokus mengejar nilai akademis tetapi yang lebih penting adalah mengokohkan iman. Yang guru-gurunya bukan hanya pintar mengajar tetapi juga mendidik siswanya agar berakhlak mulia. Dan inilah yang dilakukan oleh orang tua hebat di masa lalu. Mereka menyadari keterbatasannya dalam mendidik anak, maka mereka memilihkan guru terbaik untuk buah hati mereka. Lalu tercetaklah Imam Syafi’i, Imam Al-Ghazali, dan hampir semua ulama yang namanya kita kagumi.

Kendati demikian, tanggung jawab pengasuhan dan pendidikan anak tetap ada di pundak kita sebagai orang tua. Kitalah yang kelak akan ditanya oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan yang menarik, ketika Rasulullah mensabdakan tentang pendidikan keimanan anak, beliau menyebut orang tua dengan istilah abawaih. Memberikan penekanan bahwa yang paling bertanggung jawab adalah ayah. Bukan seperti sekarang, semuanya ibu. Yang mengantar sekolah, ibu. Pertemuan wali murid, ibu. Mengambil raport, ibu. Bahkan yang setiap hari mengajari dan mendidik anak adalah ibu.

Kelalaian ayah inilah yang diingatkan para ulama sejak lama. Ibnu Qayyim al-Jauziyah mengatakan, “Jika Anda amati kerusakan pada anak-anak, penyebab utamanya adalah ayah.”

Mengapa? Apakah ayahnya bodoh tidak bisa mengajari anak? Tidak. Ayahnya pandai, terbukti bisa menduduki jabatan tinggi atau menghasilkan banyak uang. Namun karena ayah tidak perhatian. Ayah tidak punya waktu untuk anak. Tidak peduli anak shalat atau tidak. Bahkan tidak peduli anaknya beriman atau tidak.

Maka betapa indahnya Al-Qur’an memberikan isyarat. Sarah binti Halil al Muthairi mempublikasikan hasil penelitiannya dalam Hiwar al Aba’ ma’al Abna fil Quranil Karim wa Tathbiqotuhut Tarbawiyah. Ternyata dialog orang tua dengan anak dalam Al-Qur’an itu mayoritasnya adalah ayah dan anak, sebanyak 14 kali. Ibu dan anak hanya ada dua kali. Dan anonim (entah ayah atau ibu) satu kali.

Belum terlambat, wahai para Ayah. Jadikan momen hari anak nasional ini untuk memperbaiki hubungan kita dengan anak. Peluk anak-anak, sayangi anak-anak, berikan waktu dan pendidikan terbaik untuk mereka. Dan jangan lupa, selalu doakan mereka. [Muchlisin BK/BersamaDakwah]