Thalhah bin Ubaidillah radhiyallahu ‘anhu. Rasulullah menyebutnya syahid yang berjalan di muka bumi. Mari kita susuri kisah sahabat nabi yang dijamin masuk surga ini.
Daftar Isi
Kelahiran dan Masa Muda Thalhah
Thalhah lahir dari keluarga kaya. Ayahnya bernama Abdullah, salah seorang pemuka Quraisy yang memiliki kedudukan tinggi di Makkah. Ibunya bernama Sha’bah binti Abdullah bin Wahab. Wahab adalah tokoh yang tersohor karena kedermawanannya.
Dari ayah dan ibunya, Thalhah belajar sifat terpuji dan akhlak mulia. Ia pun tumbuh cerdas dan suka berkelana. Sebagai putra asli Makkah, ia hafal seluruh bukit dan lembah. Setiap tanah ia jelajah. Bahkan berpindah-pindah saat berlatih tombak dan memanah.
Thalhah juga mewarisi kepiawaian bisnis keluarganya. Ia yang suka berkelana, sejak masa muda telah berdagang ke manca negara. Syam menjadi negeri tujuan utamanya.
Pemuda yang jujur dan berperangai lembut itu kemudian menikahi Hamnah binti Jahsy, saudari Ummul Mukminin Zainab binti Jahsy.
Masuk Islam di Hari-Hari Pertama
Di tengah kesibukannya berbisnis, ada yang menggelayut dalam pikiran Thalhah. Kedidupan Makkah yang keras, tampak semakin gelap dengan kezaliman dari penguasa dan orang-orang kaya yang serakah. Bahkan dalam dunia perdagangan pun tampak berbagai kerusakan. Kecuali sedikit orang seperti Abu Bakar dan Utsman, yang keduanya menjadi kolega bisnisnya.
Dalam kondisi seperti itu, muncullah seberkas cahaya terang. Harapan besar terucap dari lisan Abu Bakar, saat pedagang jujur itu mengatakan Nabi terakhir telah datang. Rasulullah telah menerima wahyu pertama, mengajarkan agama yang menyelamatkan umat manusia.
Mendengar bahwa Nabi terakhir itu tidak lain adalah Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, Thalhah bin Ubaidillah langsung menyambutnya. Bagaimana tidak, Muhammad adalah orang paling jujur dan terpercaya. Sehingga penduduk Makkah bersepakat memberikan gelar Al Amin kepadanya. Apalagi Abu Bakar juga pedagang paling jujur yang ia kenal sepanjang pengalaman bisnisnya. Tidak mungkin kedua orang paling jujur di dunia ini bersepakat berdusta.
Thalhah bergegas menghadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Jiwanya dipenuhi kerinduan. Dengan hati bergetar ia pun mengucapkan kalimat syahadat.
Jadilah Thalhah seorang muslim. Bahkan assabiqunal awwalun. Ia termasuk 10 orang pertama yang masuk Islam. Ia termasuk lima orang pertama hasil rekrutmen Abu Bakar Ash Shiddiq radhiyallahu ‘anhu.
Meskipun termasuk orang terpandang dan memiliki banyak kekayaan, saat pemuka Quraisy tahu Thalhah masuk Islam, ia juga menjadi tak luput dari penyiksaan. Namun Allah segera menolongnya, keluar dengan cepat dari ujian dakwah itu. Saat sebagian sahabat Hijrah ke Habaysah, Thalhah tidak ikut serta. Namun ketika terbuka wilayah Islam di Madinah dan Rasulullah memerintahkan hijrah, ia berangkat meninggalkan Makkah. Melepaskan diri dari lingkungan yang masih berusaha menyakiti para pengemban dakwah.
Syahid yang Berjalan di Muka Bumi
Suatu hari, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pergi ke bukit Hira bersama sejumlah sahabat. Mereka adalah Abu Bakar Ash Shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, Ali bin Abu Thalib, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam dan Sa’ad bin Abi Waqash. Tiba-tiba bukit itu berguncang.
Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menenangkan. “Wahai Hira, tenanglah. Karena yang berdiri di atasmu adalah seorang Nabi, ash shiddiq dan para syuhada.”
Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang diriwayatkan Imam Muslim ini mengisyaratkan, kelak Thalhah akan syahid. Semua sahabat di situ kecuali Abu Bakar, akan gugur di medan perang.
Mendengar nubuwat itu, Thalhah tidak kemudian takut lantas menghindari perang. Ia justru sangat bersemangat saat ada seruan jihad fi sabilillah. Sebab ia ingin mendapatkan janji syahid fi sabilillah.
Saat perang Badar, ia tidak memiliki kesempatan. Sebab ketika itu, ia sedang berdagang di Syam. Maka kesempatan besar datang saat perang Uhud. Ia senantiasa menjaga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Terlebih setelah pasukan pemanah melakukan kesalahan fatal dengan turun dari atas bukit. Mereka menyangka perang telah usai dan tak mau tertinggal mengumpulkan ghanimah. Saat itulah Khalid bin Walid yang tadinya masih mengintai, segera menggerakkan pasukan berkuda yang ia pimpin. Mengambil gerakan memutar yang semula terhalang pasukan pemanah di atas bukit.
Pasukan Quraisy yang tadinya kocar-kacir melarikan diri, kini kembali ke medan perang. Setelah tahu pasukan berkuda Khalid berhasil mendobrak pertahanan kaum muslimin dan bendera Quraisy kembali berkibar.
Kaum muslimin yang semula memenangkan perang, kini terkepung dari depan dan belakang. Banyak yang gugur syahid di perang itu. Termasuk Hamzah bin Abdul Muthalib dan Mush’ab bin Umair.
Pasukan musyrikin Makkah mengincar Rasulullah. Sejumlah prajurit merangsek ke arah beliau yang waktu itu dilindungi sembilan sahabat. Tujuh dari Anshar dan dua dari muhajirin.
“Siapa yang menghalau mereka dari kita? maka baginya surga.”
Mendengar sabda Rasulullah, Thalhah segera mengajukan diri. “Saya, ya Rasulullah.”
Namun Rasulullah mencegahnya. “Tetaplah di sisiku.”
“Saya, ya Rasulullah,” kata seorang sahabat Anshar.
“Ya, majulah.”
Sahabat Anshar itu menghadang serbuan musyrikin Makkah hingga akhirnya syahid.
“Siapa yang menghalau mereka dari kita? Baginya bersamaku di surga.”
Mendengar sabda Rasulullah, Thalhah kembali mengajukan diri. “Saya, ya Rasulullah.”
Namun Rasulullah mencegahnya. “Tetaplah di sisiku.”
“Saya, ya Rasulullah,” kata seorang sahabat Anshar lainnya.
“Ya, majulah.”
Sahabat Anshar itu bertempur sekuat tenaga menghadang serbuan musyrikin Makkah hingga akhirnya syahid.
Thalhah selalu mengajukan diri saat Rasulullah bertanya siapa yang siap menghalau musuh. Namun Rasulullah selalu mencegahnya. Ia baru mendapat izin ketika yang tersisa hanya dirinya bersama Rasulullah.
Dengan segenap kekuatannya, Thalhah menghadang musuh. Luka demi luka ia dapatkan. Sabetan pedang dan hujaman tombak berbekas di badan. Hingga sebuah sabetan pedan membuat jari-jarinya putus.
“Aduh!” Spontan Thalhah mengaduh saat jari-jari tangannya terpotong.
“Seandainya engkau mengucapkan Bismillah, niscaya malaikat akan datang untuk mengangkatmu,” sabda Rasulullah seperti diriwayatkan Imam Thabrani.
Kendati jari-jarinya putus, Thalhah tertap berjuang hingga Allah memberikan pertolongan. Ia membopong tubuh Rasulullah sambil bergerak mundur. Hingga Rasulullah pun selamat lalu kafir Quraisy menarik pasukan.
Seusai perang Uhud, diketahui ada 24 titik luka berbekas di badan Thalhah. Yang paling mencolok adalah jari telunjuk dan jari tengahnya yang tak lagi utuh.
“Siapa yang ingin melihat syahid berjalan di muka bumi, lihatlah Thalhah bin Ubaidillah,” sabda Rasulullah dalam hadits shahih riwayat Imam Tirmidzi.
“Thalhah berhak mendapatkan surga setelah apa yang dilakukannya terhadap Rasulullah,” sabda beliau dalam hadits shahih lainnya. Riwayat Tirmidzi, Ahmad dan Ibnu Majah. Rasulullah sendiri juga mengalami luka di wajah. Gigi geraham beliau pecah.
Akhlak Mulia Thalhah bin Ubaidillah
Thalhah dikenal dengan akhlaknya yang mulia. Di perang uhud, saat Rasulullah hendak naik ke batu yang tinggi, Thalhah bergegas membungkuk sebagai tumpuan.
Sebenarnya kaki Thalhah agak pincang. Namun saat membopong Rasulullah di perang itu, ia berusaha sekuat tenaga agar jalannya tegap. Dan ajaibnya, setelah itu kakinya sembuh. Ia bisa berjalan tegap selamanya.
Thalhah juga selalu husnuzhan dan membela sahabat Nabi. Pernah seorang laki-laki mendatangi Thalhah. Ia meragukan banyaknya hadits yang Abu Hurairah riwayatkan padahal hanya beberapa tahun berjumpa beliau.
“Bagaimana mungkin orang Yaman ini lebih mengetahui hadits Nabi daripada kalian? Sungguh kami mendengar apa yang tidak pernah kami dengar dari kalian.”
“Aku sama sekali tidak meragukan apa yang Abu Hurairah dengan dari Rasulullah yang kami belum pernah mendengarnya,” jawab Thalhah. “Kami memiliki tempat tinggal dan bekerja sehingga hanya bertemu Rasulullah pagi dan petang hari. Sedangkan Abu Hurairah, ia tak memiliki rumah dan harta. Setiap hari berada di depan pintu rumah Rasulullah dan mengikuti ke manapun beliau pergi. Maka Abu Hurairah mendengar dari Rasulullah apa yang kami tidak mendengarnya.”
Thalhah juga terkenal dengan kedermawanannya. Jabir bin Abdullah memberikan kesaksian. “Aku pernah menemani Thalhah dan aku tak pernah melihat seseorang yang memberi begitu banyak harta tanpa diminta selain dia.”
Syahid sebagaimana Sabda Nabi
Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam selalu benar. Pun sabda beliau untuk Thalhah. Bermula dari berangkatnya Thalhah keluar Makkah dengan tujuan mencari pembunuh Utsman bin Affan. Rupanya keberangkatan untuk mencari keadilan itu berubah menjadi Perang Jamal.
Ketika dua kubu kaum muslimin saling berhadapan, Thalhah menghindar. Sebab ia melihat Ammar bin Yasir ada di barisan Khalifah Ali. Thalhah teringat sabda Nabi kepada putra Sumayyah itu, “kamu akan dibunuh oleh kelompok orang-orang yang melampaui batas.”
Juga sebuah petunjuk Rasulullah kepada sang pemegang rahasia, Hudzaifah Ibnul Yaman. Bahwa nanti akan terjadi pertikaian antar kaum muslimin. “Siapa yang harus kami ikuti saat itu?” tanya sahabat lain kepada Hudzaifah. “Ikutilah Ibnu Sumayyah. Sebab sampai matinya ia tak pernah lepas dari kebenaran.”
Thalhah bin Ubaidillah kemudian meninggalkan dua golongan kaum muslimin yang bertikai itu. Namun saat meninggalkan medan pertempuran, sebuah panah mengenainya. Thalhah jatuh ke tanah, tapi ruhnya naik ke surga.
Mendapati jasad Thalhah, Khalifah Ali turun dari tunggangannya. Ia menghapus debu dari wajah dan jenggot Thalhah. Ia mendoakan sahabat yang dijamin masuk surga itu. “Seandainya aku meninggal 20 tahun sebelum peristiwa ini,” kata Ali. [Muchlisin BK/BersamaDakwah]