Pada Sabtu (22 Desember 2018) malam, telinga Ahmad (60) menangkap suara yang riuh dan mengusik lelapnya.
“Suaranya mendengung kayak suara mobil,” tutur pria yang rumahnya tak jauh dari laut.
Suara orang-orang ribut makin terdengar. Tak terkecuali di rumahnya yang diisi oleh keempat anak dan ketiga cucunya. Sementara istrinya sudah meninggal tiga tahun lalu.
Karena dibombardir suara yang mengganggu, ia terbangun dari tempat tidurnya.
Gelombang makin tinggi. Ada bencana semong (tsunami).
Bapak tua berambut perak itu pun dibopong anak bungsunya yang berusia 15 tahun. Sadar, dirinya adalah penderita stroke sejak tiga bulan lalu.
Ia pun dilarikan ke sebuah gedung pertemuan rakyat (guper). Ia menginap selama tiga hari tiga malam di sana bersama anaknya. Bukan di kamar, selasar ataupun ruang tamu melainkan di water closet (WC).
Ahmad menceritakan itu saat ditemui di lokasi bencana Panimbang, Pandeglang, Banten, Senin (31/12/2018). Tepat saat lawatan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mohamad Sohibul Iman beserta jajaran pengurus DPP.
Posko Induk PKS Provinsi Banten sendiri telah menurunkan sekitar 620 relawan dan melayani sekitar 12.820 orang penerima manfaat sejak hari pertama terjadi tsunami di Selat Sunda beberapa waktu lalu.
Ahmad ingat jelas, menginap di WC bukanlah pilihan nyaman dan menyenangkan bagi dirinya. Tak ada pilihan lain. Namun ia patut bersyukur hal itu tak berlangsung lama.
“Saya, saya diselamatkan oleh orang-orang PKS. Keluar dari WC,” kata pria berpeci dan berjenggot putih itu, di atas kursi roda. [@paramuda/BersamaDakwah]