Di sebuah rumah sakit di Arab Saudi, ada seorang wanita yang mengalami gagal jantung dibawa kepada seorang dokter. Setibanya di ruang gawat darurat, detak jantung wanita tersebut berhenti, maka sang dokter dan para perawat melakukan terapi shock (pijat), dua menit kemudian wanita tersebut membuka kedua matanya.
Ia memandang ke arah langit seraya mengangkat tangan kanannya sambil melantunkan bacaan, ‘Asyhadu Alla Ilaha Illallah Wa Asyhadu Anna Muhammad Rasulullah.
Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah.
Lalu detak jantungnya berhenti lagi.
Maka beberapa paramedis melakukan terapi seperti sebelumnya sampai beberapa kali, namun mereka tidak berhasil.
Ternyata suratan takdir kematian telah menjemputnya, ia meninggal untuk selamanya.
Dokter yang menangani pasien itu keluar dari ruang rawat untuk menemui suami pasien dan menyampaikan berita duka kepadanya.
Setelah mengucapkan takziyah dan belasungkawa, dokter pun menceritakan kejadian-kejadian aneh yang terjadi pada istrinya sebelum meninggal dunia.
Dokter itu menanyakan tentang amal perbuatan istrinya di masa hidupnya.
Pria tersebut berkata, “Saudara tidak usah heran dengan apa yang saudara saksikan.”
Dokter pun bertanya, “Kenapa bisa begitu wahai saudaraku?”
Ia menjawab,
“Sejak aku menikahinya tiga puluh lima tahun yang lalu, ia tidak pernah meninggalkan shalat malam kecuali karena sebab yang disyariatkan, yakni pada masa haid.”
Allahu Akbar, begitulah akhir hayat seorang perempuan yang sangat taat kepada Allah Ta’ala.
Saudaraku!
Marilah kita ingat bahwa Allah Ta’ala turun ke langit dunia pada sepertiga malam yang terakhir, lalu menyeru,
مَنْ يَدْعُونِي فَأَسْتَجِيبَ لَهُ، مَنْ يَسْأَلُنِي فَأُعْطِيَهُ، مَنْ يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرَ لَهُ
“Siapa yang berdoa kepada-Ku, niscaya Aku akan mengabulkannya. Siapa yang meminta kepada-Ku niscaya Aku memberinya, dan siapa yang memohon ampunan dari-Ku niscaya Aku akan mengampuninya.”
Apa yang sedang kita lakukan saat Allah Ta’ala menyampaikan seruan-Nya ini? Sayangnya kita sedang lelap mendengkur tertidur.
Tidakkah kita malu kepada Allah Ta’ala saat Dia turun ke langit dunia sedang kita tidur lelap?
Sungguh keadaan kita saat ini sangat menyedihkan sekali, saat muadzin mengumandangkan panggilannya di masjid, ternyata yang hadir hanya satu shaf. Itu pun kadang tidak sempurna.
Orang-orang sekarang ini sedikit sekali yang menyesal atau merasa sedih saat mereka tertinggal dalam shalat jamaah.
Apakah mereka tidak sadar telah kehilangan sesuatu yang sangat bernilai yang seharusnya mereka bersegera untuk meraihnya?
Tidak mengertikah mereka bahwa para orang-orang saleh pendahulu kita sangat kehilangan dan merugi apabila mereka tertinggal takbiratul ihram bersama imam, bahkan sampai ada yang menyampaikan ucapan belasungkawa atas musibah tersebut?
Semuanya terserah kepada pribadi masing-masing. Semoga kita termasuk orang-orang yang senantiasa menjaga shalat berjamaah.
Disarikan dari buku Musyahadat Thabîb Qashash Waqi’iyah karya Dr. dr. Khalid bin Abdul Aziz Al-Jabir
[Abu Syafiq/BersamaDakwah]