Beranda Kisah-Sejarah Kisah Sahabat Zainab, Mengutamakan Ketaatan Kepada Allah Ketimbang Kepada Suami (Bagian 4)

Zainab, Mengutamakan Ketaatan Kepada Allah Ketimbang Kepada Suami (Bagian 4)

0
Bunga (hdw)

Lanjutan dari Zainab, Mengutamakan Ketaatan Kepada Allah Ketimbang Kepada Suami (Bagian 3)

Abu Al-Ash mengumpulkan barang-barangnya dan kembali menuju Madinah.

Ia langsung menuju masjid Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam.

Kedatangan Abu Al-Ash membuat Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dan para shahabatnya merasa gembira; karena kebahagiaan mereka semakin sempurna dengan keislamannya.

Setelah Abu Al-Ash masuk Islam, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mengembalikan Zainab kepadanya dengan pernikahannya yang pertama.

Ada riwayat yang mengatakan, Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam mengembalikan Zainab kepada Abu Al-Ash dengan pernikahan yang baru.

Keduanya kembali hidup bersama-sama, dan Islam telah kembali menyatukan mereka. Semoga Allah meridhai keduanya.

Hari demi hari pun berlalu.

Setahun setelah menyatunya tali pernikahan Zainab dengan Abu Al-Ash Radhiyallahu Anhuma, dan setelah mereka berdua mengarungi hidup yang penuh kebahagiaan di negeri Islam dengan kedua anak mereka: Umamah dan Ali, sakit yang diderita oleh Zainab Radhiyallahu Anha mulai bertambah parah.

Zainab hanya bisa berbaring di tempat tidurnya untuk waktu yang cukup lama, hingga akhirnya ia meninggal dunia dan ia menyerahkan segala urusannya kepada Allah Ta’ala pada tahun kedelapan hijrah.

Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam merasakan kesedihan yang sangat dalam.

Hal yang sama juga dirasakan oleh suami Zainab, Abu Al-Ash Radhiyallahu Anhu yang akhirnya menyusul istrinya empat tahun setelah kepergiannya.

Wahai saudara dan saudari sekalian, sungguh dalam kisah Zainab ini terdapat pelajaran berharga, ketika ia lebih mengedepankan keridhaan Tuhannya daripada keridhaan suaminya.

Ia rela mengorbankan cinta suaminya demi cinta agamanya dan cinta nabinya.

Namun, meskipun suaminya masih berada dalam kekufuran dan kemusyrikan, ia tetap membelanya pada saat dibutuhkan. Dan itulah yang menjadi sebab keislaman suaminya.

Banyak di antara kita, di dalam kehidupannya sehari-hari, tidak memiliki keberanian yang cukup untuk mendahulukan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya daripada ketaatan kepada makhluk.

Banyak juga yang tidak berani mengutamakan keridhaan Allah Ta’ala daripada kebutuhan pribadi dan maslahat duniawi. Adapun orang-orang besar, sungguh mereka memiliki sikap yang berbeda.

Semoga Allah mengaruniakan kepada kita ketaatan yang sempurna kepada-Nya melebihi ketaatan kepada manusia. Amiin.

Disarikan dari Uzhama’ min Ahlil Bait karya Sayyid Hasan Al-Husaini .

[Abu Syafiq/BersamaDakwah]