Dakwah adalah aktivitas menyeru manusia ke jalan Allah sehingga beriman kepada-Nya, keluar dari kegelapan menuju cahaya Islam. Namun, terkadang dakwah justru menjadi kontraproduktif karena aktivisnya tidak memahami dan menerapkan kaidah dakwah. Hanya bermodal semangat lalu secara serampangan justru meninggalkan hikmah dan mauidhah hasanah.
Urgensi Fiqih Dakwah
Di tahun kedua bergabung dengan organisasi dakwah, seorang pemuda pulang ke kampung halamannya. Semangatnya yang membara bertemu dengan karakter dakwahnya yang keras. Ia ingin orang tuanya terdakwahi, benar dalam beraqidah dan selamat dari bid’ah. Ia juga ingin masyarakat desanya di Bojonegoro itu berpemahaman sama dengannya.
“Anakku ini menjadi apa sekarang?” Orang tuanya kaget dengan penampilan dan sikap si anak. Bukan sekadar celana menggantung yang membuat mereka heran. Sikap kerasnya melarang dan menyalahkan telah melukai perasaan. Harapan orang tua akan anak yang santun pada orang tua seakan sirna. Mereka kecewa dan marah sang anak menyerang tradisi di desa dengan label “bid’ah” dan “jahiliyah” padahal menurut mereka tradisi itu islami.
Tetangga dan masyarakat juga merasakan hal serupa. Mereka mengeluhkan keberatan dengan label “bid’ah” dan “jahiliyah” yang tiba-tiba mereka dapatkan. Padahal para ustadz dan kiai justru menjadi orang-orang terdepan dalam tradisi dan adat mereka. Singkat cerita, sebagian masyarakat terlibat perseteruan dengan mahasiswa itu, lalu mengadu pada orang tuanya, dan bersama-sama mereka sepakat untuk “mengusir” sang mahasiswa.
Orang tuanya bahkan mengancam: “Jangan sebut lagi kami bapak dan emak, jika engkau masih seperti itu!”. Mahasiswa itu pun kembali ke kota, gagal mencapai misinya; mendakwahi orang tua dan tetangga.
***
Masih banyak kisah nyata lainnya, yang bahkan Anda sendiri pernah mengetahuinya, betapa dakwah yang hanya mengandalkan semangat tanpa bekal fiqih dakwah sering kali justru mendatangkan masalah. Tujuan dakwah tidak tercapai, justru objek dakwah membuat tembok pemisah, menentang dan menolak dakwah mentah-mentah.
Fiqih Dakwah, dengan demikian, sangat penting bagi aktivis dakwah. Ia bukan sekadar mengenai metode menyampaikan dakwah tetapi juga meliputi kaidah-kaidah dalam berdakwah. Kita bersyukur bahwa sejumlah kitab Fiqih Dakwah telah tersedia terjemahnya dalam bahasa Indonesia. Di antaranya ada Fiqih Dakwah-nya Ali Abdul Halim Mahmud, Fiqih Dakwah-nya Musthafa Masyhur, dan Fiqih Dakwah Ilallah-nya Taufiq Yusuf Al-Wa’iy. Selain ketiga buku itu, Fiqih Dakwah karya Jum’ah Amin Abdul Aziz ini tak kalah bermutu untuk dibaca dan menjadi pegangan para dai.
Buku Fiqih Dakwah ini terdiri dari empat bagian. Bagian pertama menjelaskan tentang prinsip-prinsip dakwah dan hal-hal yang terkait dengannya. Di antaranya makna dakwah, dalil kewajiban dakwah, keutamaan dakwah, karakter dan sarana dakwah.
Bagian kedua menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan dai. Bahwa Islam tegak dengan dakwah. Dakwah tegak dengan adanya dai. Karenanya dai harus menjadi cermin bagi Islam. Pada bagian ini, Syekh Jum’ah Amin memaparkan karakter dai, yaitu amanah, shidq, ikhlas, rahmah, rifq, hilm, shabr, hirsh, tsiqah, dan wa’iy.
Bagian ketiga menjelaskan prinsip dan kaidah dakwah para Rasul. Di dalamnya, Syekh Jum’ah Amin menguraikan contoh kadiah dakwah para Rasul, kaidah-kaidah dakwah secara umum, hingga sikap dai terhadap masyarakat dan tingkatan hukum yang hendak didakwahkan serta tingkatan manusia yang hendak didakwahi.
Baca juga: Sholat Tahajud
10 Kaidah Dakwah
Bagian keempat adalah bagian paling tebal dari buku Fiqih Dakwah ini. Sesuai judul aslinya, Ad-Da’wah, Qawaid wa Ushul, bagian keempat yang membahas kaidah-kaidah dakwah inilah yang menjadi inti sekaligus kelebihan buku ini dibandingkan buku-buku Fiqih Dakwah yang lain. Di dalamnya, Syekh Jum’ah Amin menjelaskan secara mendalam mengenai 10 kaidah dakwah. Sepuluh kaidah dakwah itu adalah:
1. Memberi keteladanan sebelum berdakwah
2. Mengikat hati sebelum menjelaskan
3. Mengenalkan sebelum memberi beban
4. Bertahap dalam pembebanan
5. Memudahkan, bukan menyulitkan
6. Yang pokok sebelum yang cabang
7. Membesarkan hati sebelum memberi ancaman
8. Memahamkan, bukan mendikte
9. Mendidik, bukan menelanjangi
10. Muridnya guru, bukan muridnya buku
Kesepuluh kaidah ini termuat dalam 223 halaman, sehingga penjelasannya mendalam. Para dai pun mudah memahami dan menjadikannya pegangan dalam berdakwah. Selamat membaca dan mempraktikkan Fiqih Dakwah ini. [Muchlisin BK/BersamaDakwah]
Judul: Fiqih Dakwah
Judul Asli : Ad-Da’wah, Qawaid wa Ushul
Penulis: Jum’ah Amin Abdul Aziz
Penerjemah : Abdus Salam Masykur
Penerbit : Era Adicitra Intermedia, Solo
Cetakan Ke : 7
Tahun Terbit : Sya’ban 1432 H / Juli 2011
Dimensi : 412 hlm., 23 cm
ISBN : 979-9183-04-9
Baarakallah ustadz, semoga sepuluh bagian kaidah dakwah bisa segera terbit juga pembahasan bagian demi bagiannya hingga tuntas 10 kaidah. Semoga Allah mudahkan. Jazaakallahu khoiron
Jazakumullah khaer ustadz, semoga Allah SWT senantiasa memberi keberkahan atas ilmu yang d bagikan serta menjadi amal jariah d masa y akan datang.
Ini bukunya beli dimana?
Komentar ditutup.