Lanjutan dari Ummu Hani’, dari Rumahnya Nabi Melakukan Isra` (Bagian 4)
Ada baiknya kita mendengarkan ucapan seorang penyair tentang kasih sayangnya kepada anak-anak:
Anak-anak kita di antara kita adalah
Belahan hati kita yang berjalan di atas muka bumi
Jika angin berhembus menerpa sebagian mereka
Maka mata pun enggan untuk tidur karena mengingat mereka
Siraman kasih sayang ini dimiliki oleh seorang ibu muslimah, berbeda dengan ibu non-muslim yang telah dikalahkan oleh kehidupan materialistis, dan disibukkan oleh pekerjaan hariannya yang tanpa henti, sehingga ia kehilangan perasaan kasih sayang terhadap keluarga itu.
Subhanallah, Mahasuci Allah. Perhatikanlah kisah tadi, bagaimana sikap Ummu Hani`, dan bagaimana ia memohon maaf kepada Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam yang hendak menikahinya, dengan alasan hendak menunaikan sebuah kewajiban terbesarnya sebagai seorang ibu, yaitu mendidik anak-anaknya dan tidak ingin lengah dari mereka.
Ummu Hani` meminta maaf karena tidak bisa mendampingi Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, demi mewujudkan misi yang penting ini.
Andai ia menyetujui pinangan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, dia akan menjadi salah seorang dari Ummul Mukminin (ibunda dari orang-orang yang beriman).
Oleh karena itulah, kita lihat bagaimana keadaan Ummu Hani’ Radhiyallahu Anha, bagaimana ia taat beribadah kepada Tuhannya, mendidik anak-anaknya dengan penuh kasih sayang, dan menumbuhkan mereka dalam suasana yang islami dan shalih.
Usaha Ummu Hani` itu tidak sia-sia. Di kemudian hari, seorang putranya yang bernama Ja’dah bin Hubairah dilantik menjadi gubernur di Khurasan pada masa pemerintahan Khalifah Ali Radhiyallahu Anhu.
Di samping keutamaan yang telah disebutkan tadi, Ummu Hani’ juga meriwayatkan beberapa hadits dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, yang jumlahnya mencapai empat puluh enam hadits.
Ummu Hani’ wafat pada tahun empat puluh hijrah. Semoga Allah meridhainya dan menjadikannya ridha kepada-Nya.
Semoga kisahnya bermanfaat bagi semua kaum perempuan masa ini, baik yang masih lajang, yang sedang menikah atau pernah menikah.
Ditulis kembali dari kitab Uzhama’ min Ahlil Bait karya Sayyid Hasan Al-Husaini.
[Abu Syafiq/BersamaDakwah]