Setelah membahas masa kecil Rasulullah hingga pernikahan beliau dengan Khadijah, sirah nabawiyah kali ini membahas detik-detik wahyu pertama. Ketika Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam diangkat menjadi Nabi. Selamat menyimak.
***
Ketika mendekati usia 40 tahun, Rasulullah sering uzlah, khalwat atau tahannuts di gua hira. Dalam setahun, beliau biasa ber-tahannuts satu bulan, merenungkan kondisi Makkah yang penuh kemusyrikan dan kejahiliyahan. (Kondisi Makkah bisa dibaca di Arab Sebelum Islam)
وَكَانَ يَخْلُو بِغَارِ حِرَاءٍ فَيَتَحَنَّثُ فِيهِ
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyendiri di gua Hira melakukan tahannuts. (HR. Bukhari)
Enam bulan menjelang tahannuts ketiga, beliau selalu bermimpi dengan mimpi yang benar (ru’ya shadiqah). Serupa fajar Subuh yang menyingsing. Di tahun itu pula, ketika usia Rasulullah sudah memasuki 40 tahun, tampak tanda-tanda kenabian lainnya seperti sebuah batu di Makkah yang mengucap salam kepada beliau.
Daftar Isi
Turunnya Wahyu Pertama
Pada bulan Ramadhan saat beliau ber-tahannuts untuk ketiga kalinya, datanglah Malaikat Jibril seraya mengatakan, “iqra’ (bacalah).” Rasulullah menjawab, “aku tidak bisa membaca.” Lalu Jibril mendekap Rasulullah hingga beliau kehabisan tenaga. Lalu diulangi lagi hingga tiga kali dan Rasulullah juga mengulangi jawaban yang sama.
Lalu Jibril pun menyampaikan wahyu pertama:
اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ (1) خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ (2) اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ (3) الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ (4) عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (QS. Al ‘Alaq: 1-5)
Peristiwa ini diabadikan dalam hadits ketiga Shahih Bukhari:
Dari Aisyah Ummul Mukminin radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Pertama turunnya wahyu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam secara mimpi yang benar waktu beliau tidur. Biasanya mimpi itu terlihat jelas oleh beliau, seperti jelasnya cuaca pagi. Semenjak itu hati beliau tertarik untuk mengasingkan diri ke Gua Hira. Di situ beliau beribadah beberapa malam, tidak pulang ke rumah istrinya. Untuk itu beliau membawa perbekalan secukupnya. Setelah perbekalan habis, beliau kembali kepada Khadijah, untuk mengambil lagi perbekalan secukupnya.”
Kemudian beliau kembali ke Gua Hira, hingga suatu ketika datang kepadanya kebenaran (wahyu), yaitu sewaktu beliau masih berada di Gua Hira. Malaikat datang kepadanya, lalu berkata, “Bacalah” Nabi menjawab, “Aku tidak bisa membaca”. Nabi menceritakan, “Maka aku ditarik dan dipeluknya hingga aku kepayahan. Lalu aku dilepaskannya dan disuruh membaca. Malaikat berkata “bacalah” aku menjawab “aku tidak bisa membaca.” Maka aku ditarik dan dipeluknya hingga aku kepayahan. Lalu aku dilepaskannya dan disuruh membaca. “Bacalah” kujawab menjawab “aku tidak bisa membaca.” Maka aku ditarik dan dipeluknya untuk kali ketiga. Kemudian aku dilepaskan seraya ia berkata “Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menjadikan. Yang menjadikan manusia dari segumpal darah. Bacalah! Demi Tuhanmu yang Maha Mulia.” Setelah itu Nabi pulang ke rumah Khadijah binti Khuwailid….
Dukungan Istri Tercinta
Rasulullah kemudian bergegas pulang dalam kondisi menggigil seperti demam. “Selimuti aku, selimuti aku,” kata beliau kepada Khadijah. Setelah diselimuti Khadijah dan badannya tak lagi menggingil, Rasulullah menceritakan apa yang dialaminya.
“Aku khawatir terhadap keadaan diriku sendiri,” kata beliau.
Khadijah menenangkan Rasulullah dengan menyebutkan kebaikan-kebaikan beliau. “Tidak, demi Allah, Allah takkan menghinakanmu. Karena engkau suka menyambung tali persaudaraan, membantu orang lain, memberi makan orang miskin, menjamu tamu dan menolong orang yang menegakkan kebenaran.”
Tak hanya menenangkan Rasulullah, Khadijah kemudian mengajak beliau menemui sepupunya, Waraqah bin Naufal, pendeta Nasrani berusia lanjut yang menguasai bahasa Ibrani. Setelah mendengar cerita Rasulullah, Waraqah mengatakan, “Itu adalah Namus yang diturunkan Allah kepada Musa. Andaikan aku masih muda pada masa itu. Andaikan aku masih hidup saat kaummu mengusirmu.”
Waraqah mengatakan kesungguhannya akan membantu Rasulullah jika berumur panjang. Namun tak lama setelah itu ia meninggal dunia.
Terputusnya Wahyu
Selama beberapa hari, belum turun wahyu lagi. Pada hari-hari terputusnya wahyu Rasulullah hanya diam dan termenung gelisah. Bahkan Imam Bukhari dalam kitab At Ta’bir pada Shahih-nya meriwayatkan, Rasulullah beberapa kali lari ke gunung dan ingin menjatuhkan diri ke jurang. Namun begitu sampai ke puncak gunung, Malaikat Jibril menampakkan dirinya seraya mengatakan, “Wahai Muhammad, sesungguhnya engkau benar-benar utusan Allah.”
Setelah itu Rasulullah kembali tenang dan pulang ke rumah. Selang beberapa hari wahyu berikutnya belum turun juga, beliau kembali gelisah dan pergi ke gunung. Lalu Malaikat Jibril menampakkan dirinya dan mengatakan perkataan yang sama. Beliau pun kembali tenang dan kini telah siap menerima wahyu berikutnya.
Wahyu Kedua
Turunnya wahyu kedua ini sebagaimana diriwayatkan Imam Bukhari dalam Shahih-nya. Rasulullah bersabda, “Tatkala aku sedang berjalan, tiba-tiba aku mendengar sebuah suara yang berasal dari langit. Aku mendongakkan pandangan ke langit. Ternyata di sana ada malaikat yang mendatangiku di gua Hira, sedang duduk di sebuah kursi, menggantung di antara langit dan bumi. Aku mendekatinya hingga tiba-tiba aku terjerembab ke atas tanah. Kemudian aku menemui keluargaku dan kukatakan, ‘Selimuti aku, selimuti aku.”
Kemudian Allah menurunkan Surat Al Muddatsir ayat 1-5. Ada pula yang mengatakan ayat 1-7. Dan setelah itu wahyu datang secara berturut-turut.
يَا أَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ (1) قُمْ فَأَنْذِرْ (2) وَرَبَّكَ فَكَبِّرْ (3) وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ (4) وَالرُّجْزَ فَاهْجُرْ (5) وَلَا تَمْنُنْ تَسْتَكْثِرُ (6) وَلِرَبِّكَ فَاصْبِرْ
Hai orang yang berkemul (berselimut), bangunlah, lalu berilah peringatan! dan Tuhanmu agungkanlah! dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa tinggalkanlah, dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah. (QS. Al Muddatsir: 1-7)
Cara Turunnya Wahyu
Dari Aisyah Ummul Mukminin radhiyallahu ‘anha bahwa Harits bin Hisyam radhiyallahu ‘anhu bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Ya Rasulullah, bagaimana caranya wahyu turun kepada Anda?” Rasulullah menjawab, “Kadang-kadang wahyu itu datang kepadaku seperti bunyi lonceng. Itulah yang sangat berat bagiku. Setelah bunyi itu berhenti, aku baru mengerti apa yang disampaikannya. Kadang-kadang malaikat menjelma seperti seorang laki-laki menyampaikan kepadaku dan aku mengerti apa yang disampaikannya,” Aisyah berkata, “Aku pernah melihat Nabi ketika turunnya wahyu kepadanya pada suatu hari yang amat dingin. Setelah wahyu itu berhenti turun, kelihatan dahi Nabi bersimpah peluh.” (HR. Bukhari)
Menurut Ibnu Qayyim Al Jauziyah ada delapan tingkatan wahyu:
- Mimpi yang hakiki (ru’ya shadiqah).
- Sesuatu yang dibisikkan ke dalam hati Rasulullah, tanpa dilihatnya.
- Malaikat muncul di hadapan Rasulullah menyerupai seorang laki-laki lalu berbicara kepada beliau.
- Wahyu menyerupai bunyi lonceng.
- Rasulullah melihat Malaikat Jibril dalam wujudnya yang asli, lalu ia menyampaikan wahyu. (QS. An Najm: 13-14 dan At Takwir: 22-23)
- Wahyu yang disampaikan Allah Subhanahu wa Ta’ala di atas langit.
- Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman secara langsung dengan Rasulullah tanpa perantara.
- Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman secara langsung kepada Rasulullah tanpa tabir. Namun ini diperselisihkan para ulama.
Demikian Sirah Nabawiyah permulaan nubuwah. Wahyu pertama. Bagaimana Rasulullah diangkat menjadi Nabi dan cara turunnya wahyu. Semoga bermanfaat, sampai bertemu di artikel Sirah Nabawiyah berikutnya. [Muchlisin BK/BersamaDakwah]
< Sebelumnya | Berikutnya > |
Menikah dengan Khadijah | Dakwah Sembunyi-Sembunyi |
Selengkapnya (urut per bab) |
Sirah Nabawiyah |