Mendengar nama Zubair bin Awwam, yang terbayang adalah keberanian dan kepahlawanan. Dialah hawari (pengikut setia) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Masuk Islam sejak muda, menggunakan kekuatan dan keberaniannya untuk membela Nabi yang mulia, serta mendapat jaminan surga.
Membaca kisah hidup assabiqunal awwalun ini membuat kita menemukan semangat kepahlawanan dan pengorbanan dalam membela Islam. Menuai beragam teladan sebagai inspirasi kehidupan.
Daftar Isi
Kelahiran dan Latar Belakang
Zubair bin Awwam lahir menjelang pernikahan Rasulullah dengan Bunda Khadijah. Atau beberapa tahun setelahnya. Ayah Zubair adalah Al-Awwam bin Khuwailid bin Asad. Sedangkan ibunya adalah Shafiyah binti Abdul Muthalib.
Jadi, dari jalur ibu, Zubair adalah sepupu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Sedangkan dari jalur ayah, dia adalah keponakan Bunda Khadijah. Kesimpulannya, Zubair memiliki nasab yang mulia.
Tubuhnya sangat tinggi, sampai-sampai ketika menunggang kendaraan, kakinya menyentuh tanah. Sejak masa muda, keturunan orang terpandang ini ahli menunggang kuda. Bahkan ia merupakan penunggang kuda terbaik di masanya.
Masuk Islam
Zubair termasuk orang-orang pertama yang masuk Islam. Syekh Khalid Muhammad Khalid dalam Rijal Haula Ar-Rasul menyebut Zubair adalah salah satu dari tujuh orang pertama yang masuk Islam. Usianya pada saat itu 15 tahun. Menurut Syekh Mahmud Al-Mishri dalam Ashabu Ar-Rasul, usianya 16 tahun. Sedangkan menurut Syekh Nizar Abadzah dalam Fi Shuhbati Ar-Rasul, usianya saat itu baru 12 tahun.
Meskipun berasal dari keluarga kaya dan terpandang, Zubair tidak lepas dari siksaan kaum Quraisy. Siksaan terbesar datang dari pamannya, Naufal bin Khuwailid. Ia mengikat Zubair dan menggantungnya. Lalu menyalakan api di sekelilingnya. Tak hanya merasakan hawa panas, Zubair juga sesak karena menghirup asap.
Zubair hampir pingsan. Di saat seperti itu, Naufal memaksanya untuk kembali kepada kekufuran. Namun, Zubair menjawab tegas, “Aku tidak akan kembali kepada kekufuran selama-lamanya.”
Ketika penyiksaan Quraisy kepada kaum muslimin semakin menjadi-jadi, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan mereka hijrah ke Habasyah. Zubair yang saat itu berusia 18 tahun ikut hijrah. Bahkan, ia hijrah ke Habasyah dua kali.
Kehidupan kaum muslimin yang tenang di Habasyah terganggu dengan adanya pemberontakan. Para sahabat Nabi berharap. Raja Najasyi yang adil berhasil meredam pemberontakan itu. Mereka ingin mendapatkan berita secepatnya mengenai peperangan yang berlangsung di seberang sungai Nil itu. Namun, siapa yang berani berenang menyeberangi sungai yang sangat lebar itu dan mengintai jalannya peperangan?
“Saya bersedia,” jawab Zubair. Padahal usianya paling muda di antara para sahabat. Sebagian sahabat meniupkan qirbah (kantung air dari kulit) sebagai pelampung. Dengan pelampung terpasang di dada, Zubair berenang menyeberangi sungai Nil.
Saat para sahabat harap-harap cemas, Zubair kembali. “Alhamdulillah, Allah memenangkan Raja Najasyi. Ia berhasil menumpas pemberontakan,” kata Zubair disambut sujud syukur para sahabat.
Pernikahan Zubair bin Awwam
Zubair bin Awwam menikah dengan Asma’ binti Abu Bakar. Dari pernikahan mujahid dan mujahidah ini, lahir anak-anak yang luar biasa. Anak pertama adalah Abdullah bin Zubair yang dengannya Zubair mendapatkan nama kuniyah Abu Abdullah.
Ketika mengandung Abdullah, Asma’ mendapatkan tugas untuk mensuplai konsumsi Rasulullah dan ayahnya yang sedang bersembunyi di Gua Tsur sebelum meneruskan hijrah ke Madinah. Perjalanan yang berat dalam kondisi hamil dengan membawa beban berat. Asma’ kemudian membelah ikat pinggangnya menjadi dua. Satu untuk menjaga kandungannya dan yang satu untuk mengangkut bekal konsumsi itu. Karenanya ia mendapat julukan dzatun nitaqain (pemilik dua ikat pinggang).
Zubair sangat mendambakan mati syahid. Ia juga ingin anak-anaknya kelak menjadi syuhada. Karenanya ia memberi nama anak-anaknya dari nama para syuhada.
- Abdullah dari nama Abdullah bin Jahsy
- Al-Mundzir dari nama Al-Mundzir bin Amr
- Urwah dari nama Urwah bin Mas’ud
- Hamzah dari nama Hamzah bin Abdul Muthalib
- Ja’far dari nama Ja’far bin Abu Thalib
- Mush’ab dari nama Mush’ab bin Umair
- Ubaidah dari nama Ubaidah bin Al-Harits
- Khalid dari nama Khalid bin Sa’id
- Amr dari nama Amr bin Sa’id bin Ash.
Selalu Berperang bersama Rasulullah
Kepiawaian dalam menunggang kuda dan keahlian menggunakan pedang tak Zubair sia-siakan. Pun keberanian dan keprajuritannya. Semua ia baktikan dalam jihad fi sabilillah. Zubair tak pernah absen dalam perang bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Pada Perang Badar, Zubair melilitkan serban kuning di kepalanya. Di perang itu, ia berhasil membunuh Naufal bin Khuwailid yang dahulu menyiksanya. Zubair juga berhasil membunuh Ubaidah bin Sa’ad bin al-Ash. Perwira kafir Quraisy yang berjuluk Abu Dzatu Karsy itu mengenakan baju besi dan pelindung kepala yang menutup seluruh wajahnya kecuai kedua mata.
Perlindungannya yang kokoh membuat Ubaidah bin Sa’ad sulit terkena serangan. Namun, Zubair adalah kesatria muslim andalan. Dengan tombaknya, ia mengincar mata laki-laki itu. Zubair berhasil. Tombaknya menikam mata Ubaidah dan seketika perwira Quraisy itu tewas. Zubair menginjak tubuh tak berdaya itu untuk mencabut tombaknya yang menghunjam hingga bengkok.
Pada Perang Uhud, ketika Rasulullah melihat prajurit Quraisy menyerang kaum muslimin dengan kejam, beliau memanggil Zubair. “Hadapilah dia, wahai Zubair.”
Zubair segera menerjang laki-laki itu. Pertarungan sengit terjadi lalu Zubair berhasil membanting dan mencekik laki-laki tersebut.
Usai perang yang membuat kaum muslimin terluka, Rasulullah memerintahkan sebagian sahabat untuk mengejar pasukan Quraisy agar mereka tidak menyerang Madinah. Abu Bakar dan Zubair pun memimpin 70 sahabat. Melihat kaum muslimin mengejar mereka, Quraisy mempercepat langkah pasukan menuju Makkah.
Demikian pula pada perang-perang berikutnya, Zubair selalu tampil dengan keberaniannya. Pada Perang Khandaq, dialah yang menjadi intelijen Rasulullah menuju Bani Quraizhah. Pada Perang Hunain, dialah yang yang memukul mundur pasukan musyrikin. “Zubair marah seperti macan dan menerjang seperti singa,” kata Ali bin Abu Thalib.
Hawari Rasulullah
Pada Perang Khandaq, Rasulullah butuh intelijen untuk memata-matai Bani Quraizhah. Zubairlah yang menyatakan siap untuk menjalankan misi ini. Ia memacu kudanya ke perkampungan Bani Quraizhah lalu kembali dengan membawa informasi yang Rasulullah butuhkan.
“Siapa yang bersedia untuk memata-matai Bani Quraizhah?” Kali berikutnya, Rasulullah kembali membutuhkan intelijen. Lagi-lagiz Zubair menjawab, “Saya, ya Rasulullah.”
Misi itu terulang tiga kali. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Setiap Nabi memiliki hawari, dan hawari-ku adalah Zubair bin Awwam.”
Hawari adalah pengikut setia. Al-Qur’an menyebut pengikut setia Nabi Isa ‘alaihis salam sebagai hawariyyun. Yakni dalam Surat Ali Imran ayat 52, Al-Maidah ayat 112, dan Ash-Shaff ayat 14.
Hawari Rasulullah ini terkenal sebagai orang yang paling berani dan kuat. Ali bin Abu Thalib mengatakan, “Orang yang paling berani di antara kami adalah Zubair.”
Kekuatannya Setara Seribu Orang
Sufyan Ats-Tsauri mengatakan, “Kekuatan para sahabat ada pada Hamzah bin Abdul Muthalib, Ali bin Abu Thalib, dan Zubair bin Awwam.”
Beberapa kali pasukan Islam ingin mendampingi Zubair menerjang musuh. Jawaban Zubair tetap sama, “Kalian tidak akan sanggup bertahan.” Dan benar. Mereka mengikuti Zubair menggebrak musuh. Namun, tatkala Zubair terus merangsek ke depan dan membelah pertahanan musuh hingga baris terakhir, pasukan Islam lainnya tidak sanggup mengikuti Zubair. Hal itu terjadi pada Perang Yarmuk dan peperangan lainnya.
Pada Perang Yarmuk itu pula Zubair mendapat luka tusukan di pundak yang mengenai bekas luka Perang Badar hingga lubang-lubang luka itu bisa dimasuki jari jemari. “Saat aku masih kecil,” kata Urwah bin Zubair, “aku suka bermain dengan memasukkan jari tanganku ke dalam lubang-lubang bekas luka itu.”
Ketika hendak menaklukkan Mesir, Amr bin Ash kekurangan pasukan. Ia hanya membawa 3.500 personil. Amr bin Ash lantas mengirim surat kepada Amirul Mukminin Umar bin Khattab. Sahabat bergelar Al-Faruq itu kemudian membalas surat itu.
“Aku mengirimkan bala bantuan untukmu sebanyak 4.000 pasukan. Pada setiap seribu di antara mereka terdapat seorang laki-laki yang menyamai kekuatan seribu orang,” tulis Umar dalam suratnya. Empat orang tersebut adalah Zubair bin Awwam, Miqdad bin Al-Aswad, Ubadah bin Shamit, dan Maslamah bin Mukhlad. Dalam riwayat yang lain, sahabat terakhir itu adalah Kharijah bin Hudzafah.
Syahidnya Zubair bin Awwam
Fitnah mulai muncul di dunia Islam pada akhir kekhilafahan Utsman bin Affan. Para pengunjuk rasa yang menuntut mundurnya Utsman berubah menjadi para pemberontak bengis hingga beliau syahid terbunuh.
Pada masa kekhilafahan Ali bin Abu Thalib, fitnah berlanjut. Meletuslah Perang Jamal. Zubair ada di pihak Bunda Aisyah binti Abu Bakar bersama Thalhah bin Ubaidillah. Di tengah kecamuk perang, Ali mengingatkan Zubair.
“Wahai Zubair, aku ingin bertanya atas nama Allah. Bukankah engkau mendengar Rasulullah bersabda, ‘Kamu akan memeranginya dalam keadaan zalim?”
“Ya, sekarang aku ingat sabda beliau itu,” jawab Zubair. Ia lantas mengundurkan diri dari medan perang. Tatkala sedang shalat tak jauh dari medan perang, Ibnu Jurmuz menikamnya secara licik. Dua tikaman membuat Zubair roboh.
Maka, benarlah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika dahulu beliau bersama di Bukit Hira. Saat itu, gunung tersebut bergetar seperti gempa. Rasulullah menenangkannya dengan bersabda, “Diamlah, wahai Hira. Karena di atasmu hanya ada Nabi, Ash-Shiddiq, dan para syuhada.” Waktu itu beliau bersama Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Thalhah, Zubair, dan Sa’ad.
Zubair akhirnya menemui syahid, menghadap Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk mendapatkan surga. Sebab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memasukkan Zubair sebagai salah seorang dari sepuluh sahabat yang dijamin masuk surga. [Muchlisin BK/BersamaDakwah]