Beranda Suplemen Opini Produk Haram di Jalur Self Declare BPJPH

Produk Haram di Jalur Self Declare BPJPH

nabidz produk haram di jalur self declare bpjph
Nabidz (IG)

Beberapa waktu yang lalu, viral minuman dengan nama Nabidz yang dikenalkan sebagai wine halal. Dalam kemasan minuman ini ada logo halal berbentuk wayang. Minuman ini, sesuai testimoni peminumnya, memperbaiki stamina lelaki di kamar tidur dan membantu anak tidur pulas.

Pemerhati serba halal tentu saja kaget. Satu kata dalam iklan produk itu menunjukkan benda haram, wine. Wine adalah minuman beralkohol. Ada atau tidak ada unsur haram di dalam produk, wine seharusnya tidak mendapatkan label halal.

Polemik mengemuka. Owner minuman, BY, bersikeras dalam berbagai postingannya di media sosial bahwa produknya halal dan telah resmi mendapat sertifikat halal dari BPJPH (Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal). Salah satu reseller produk ini menjelaskan kalau postingan dia yang menyebutkan Nabidz sebagai wine halal adalah testimoni tentang rasa jus buah, bukan tentang konten alkohol di dalamnya.

BPJPH seperti dikutip Republika menyatakan bahwa Nabidz mendapatkan sertifikat halal melalui mekanisme pengajuan sertifikasi halal self declare. Ini artinya produsen Nabidz melakukan uji mandiri kehalalan produk mereka berdasarkan persyaratan BPJPH didampingi pendamping PPH (Proses Produk Halal). Nabidz diajukan sebagai minuman jus buah dan mendapatkan sertifikat halal pada 12 Juni 2023.

Apakah selesai?

Tidak. Beberapa netizen melakukan uji rasa minuman. Seorang yang bukan Muslim menyatakan bahwa Nabidz ini minuman beralkohol setelah mencoba meminumnya. Dia mendasarkan pendapatnya dari pengalamannya minum selama ini. Netizen yang mengerti medis menjelaskan berbagai reaksi tubuh yang disebutkan peminum Nabidz menunjukkan tanda-tanda orang yang meminum minuman beralkohol.

Desakan menguat untuk meminta BPJPH melakukan investasi sesegera mungkin dan mengecek kadar alkohol Nabidz. Sampai saat ini belum ada hasil investigasi yang dikeluarkan BPJPH walaupun sertifikat halal Nabidz sudah diblokir sejak riuh polemik wine halal.

Tim Halal Corner mengambil jalan cepat membawa sampel Nabidz ke laboratorium. Pada Sabtu (12/08) pendiri HC, Aisha Maharani, menyampaikan hasil uji lab melalui media sosialnya. Nabidz memiliki kadar ethanol sebanyak 8,84%. Kadar ini lebih tinggi dari Kabinett Riesling, wine asal Jerman. Nabidz bukan jus buah yang halal, namun minuman beralkohol yang disamarkan sebagai jus buah.

Sudah berapa liter Nabidz diproduksi dan dijual selama ini? Sudah berapa banyak Muslim Indonesia yang meminum jus buah beralkohol ini? Allah sudah haramkan khamr atau minuman beralkohol. Allah melaknat minuman ini, peminumnya, yang menuangkannya, yang menjualnya, dan seterusnya.

Sejujurnya rasa percaya pada label halal BPJPH tercederai. Bagaimana mungkin BPJPH sempat mengeluarkan sertifikat halal bagi produk ini?

Pelajaran penting yang kita dapat dari kasus ini adalah pola baru yang diterapkan BPJPH memiliki bolong yang menguatirkan. Produsen bisa mendapatkan sertifikat halal melalui jalur self declare seperti kasus Nabidz. Jalur ini tidak ada dalam proses sertifikasi halal masa LPPOM (Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika) MUI.

Setelah kejadian ini, BPJPH perlu menyampaikan pada publik di mana letak kelemahan sistem yang menyebabkan diterbitkannya sertifikat halal untuk minuman keras yang haram ini. Ini untuk mengembalikan kepercayaan publik pada sertifikasi halal BPJPH yang telah rusak.

Baca juga: Minuman Bisa Memutihkan Kulit?

Lalu, apa tindakan hukum yang bisa dikenai pada pelanggar hukum yang menyangkut nilai sangat sakral ini? Ini bukan tindak kriminal biasa. Ini adalah tindak yang menjadikan banyak orang melanggar aturan nilai agama, tanpa mereka sadari. Benda haram ditampilkan sebagai benda halal dan dipasarkan luas.

Selanjutnya, penyelenggaraan kehidupan di negara ini seperti selalu menuntut warga untuk cerewet. Belum diperiksa jika belum viral. Pada kasus Nabidz ini, masyarakat, dalam hal ini Halal Corner, melakukan investigasi mandiri dan menyampaikan hasilnya pada masyarakat luas.

Dan BPJPH sampai saat tulisan ini dibuat (12/08) masih dalam proses investigasi, seperti yang diberitakan Republika (31/07). Jika lagi dan lagi beban pengawasan terpaksa diambil masyarakat, lalu untuk apa lembaga negara dibiayai? []

Penulis: Maimon Herawati
Dosen Jurnalistik Unpad