Hukum dan Dalil Puasa Ramadhan merupakan Ceramah Ramadhan 2024 hari pertama. Cocok menjadi bahan kultum Tarawih pada malam 1 Ramadhan 1445 hijriyah.
Sungguh, merupakan karunia Allah yang besar, ketika Dia memanjangkan usia kita dan mempertemukan dengan bulan Ramadhan. Semoga Ramadhan 1445 hijriyah yang kita jumpai mulai malam ini adalah bentuk pengabulan Allah atas doa kita sekaligus merupakan wasilah bagi kita untuk menjadi hamba-Nya yang bertaqwa.
Betapa para ulama merindukan momen-momen seperti malam hari ini. Bertemu dengan bulan Ramadhan. Berjumpa dengan bulan yang mulia. Ibnu Rajab Al-Hanbali rahimahullah mengatakan:
ﻛَﺎﻧُﻮْﺍ ﻳَﺪْﻋُﻮْﻥَ ﺍﻟﻠﻪَ ﺳِﺘَّﺔَ ﺃَﺷْﻬُﺮٍ ﺃَﻥْ ﻳُﺒَﻠِّﻐَﻬُﻢْ ﺷَﻬْﺮَ ﺭَﻣَﻀَﺎﻥَ، ﺛُﻢَّ ﻳَﺪْﻋُﻮْﻧَﺎﻟﻠﻪَ ﺳِﺘَّﺔَ ﺃَﺷْﻬُﺮٍ ﺃَﻥْ ﻳَﺘَﻘَﺒَّﻠَﻪُ ﻣِﻨْﻬُﻢْ
Dahulu mereka (salafush shalih) berdoa kepada Allah selama enam bulan agar dipertemukan dengan Ramadan. Kemudian mereka juga berdoa selama enam bulan agar Allah menerima (amal-amal Ramadan) mereka.
Semoga kita juga memiliki kerinduan yang sama dan malam ini, malam pertama Ramadhan, menjadi momen bahagia karena Allah telah mengabulkan doa kita.
Daftar Isi
Puasa umat terdahulu
Satu amalan khusus yang wajib kita kerjakan mulai besok hingga satu bulan penuh adalah puasa Ramadhan. Tidak kita jumpai pada bulan-bulan lainnya. Karenanya Ramadhan juga memiliki nama Syahrush Shiyam, bulan puasa.
Ternyata perintah puasa tidak hanya ada untuk umat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Umat-umat terdahulu juga mendapatkan perintah yang sama, sebagaimana firman-Nya:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertaqwa. (QS. Al-Baqarah: 183)
Puasa termasuk salah satu syariat lama. Kewajiban puasa tidak pernah berubah, yang berubah adalah tata cara puasanya. Syaikh Wahbah Az Zuhaili dalam Tafsir Al Munir menjelaskan, kamaa kutiba (كما كتب) adalah tasybiih mursal mujmal. Tasybiih di sini berkenaan dengan kewajiban puasa, bukan tata caranya.
Ibnu Katsir menjelaskan, puasa pada permulaan Islam adalah tiga hari setiap bulan. Puasa ini wajib sejak zaman Nabi Nuh hingga Allah me-nasakh-nya dengan puasa Ramadhan. Setelah turunnya kewajiban puasa Ramadhan, puasa tiga hari setiap tanggal 13, 14 dan 15 hijriyah ini menjadi puasa sunnah ayyamul bidh.
Dalam Tafsir Al Munir, Syaikh Wahbah Az-Zuhaili menjelaskan, Nabi Musa ‘alaihis salam berpuasa 40 hari. Sedangkan kaum Yahudi di zaman sekarang puasa 10 hari. Kaum Nasrani juga puasa sebelum Hari Paskah. Buya Hamka dalam Tafsir Al Azhar menerangkan, agama lain di luar agama samawi juga mengajarkan puasa. Hindu memiliki puasa, Budha juga memiliki puasa. Mesir kuno memiliki puasa, demikian pula Romawi kuno. Sedangkan di zaman Nabi Daud, puasanya lebih berat yakni sehari puasa sehari berbuka. Di masa Islam, puasa ini menjadi salah satu puasa sunnah yang dikenal dengan nama Puasa Daud.
Hukum Puasa Ramadhan
Saat mengetengahkan pembahasan puasa dalam Fiqih Sunnah, Sayyid Sabiq membukanya dengan menerangkan definisi puasa. Yang secara umum berarti menahan.
“Sedangkan menurut istilah,” kata beliau melanjutkan, “puasa adalah menahan diri dari segala yang membatalkan puasa, sejak terbit fajar hingga terbenam matahari dengan disertai niat.”
Puasa Ramadhan hukumnya wajib berdasarkan Al-Qur’an, sunnah, dan ijma’. Ayat yang memerintahkan puasa mulai turun pada hari Senin, 1 Sya’ban tahun kedua hijriyah. Dalil Al-Qur’an mengenai wajibnya puasa Ramadhan adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam Surat Al-Baqarah ayat 183 di atas. Juga firman-Nya:
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآَنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ
Bulan Ramadhan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan yang batil). Karena itu, barang siapa di antara kamu ada di bulan itu, maka berpuasalah…” (QS. Al-Baqarah : 185)
Adapun dalil dari sunnah adalah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
بُنِىَ الإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ ، وَإِقَامِ الصَّلاَةِ ، وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ ، وَالْحَجِّ ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ
Islam dibangun di atas lima perkara: bersaksi bahwa tiada tuhan kecuali Allah dan Muhammad utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, haji, dan puasa Ramadhan. (HR. Bukhari dan Muslim)
Respon mukmin terhadap perintah Allah
Kita telah mengetahui hukum dan dalil puasa Ramadhan. Setelah mengetahui suatu perintah dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, khususnya kewajiban puasa Ramadhan, lantas bagaimana respon kita sebagai orang beriman?
Allah memulai perintah puasa dengan menyeru yaa ayyuhal ladziina aamanuu. Hanya orang-orang beriman yang Allah seru dan Allah wajibkan berpuasa. Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu mengatakan, apabila sebuah ayat dimulai dengan yaa ayyuhal ladziina aamanuu, pastilah ayat itu mengandung satu hal yang sangat penting atau larangan yang sangat berat. Sebab Allah Maha Tahu bahwa yang siap menjalankan perintah penting dan menjauhi larangan berat itu hanyalah hamba-Nya yang beriman.
“Melalui ayat ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala ber-khitab kepada orang-orang mukmin dari kalangan umat ini dan memerintahkan mereka berpuasa,” kata Ibnu Katsir dalam tafsirnya.
Respon kaum mukminin terhadap perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah sami’na wa atha’na.
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ
Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. (QS. Al-Ahzab: 36)
Teladan terbaik dalam merespon perintah Allah adalah para sahabat yang sebagian ulama menyebut mereka jilul qur’anil farid. Generasi Qur’ani yang unik. Mereka menantikan Al-Qur’an sebagaimana prajurit menantikan instruksi komandannya. Lalu dengan sigap melaksanakan instruksi tersebut.
Mari ikhlaskan niat
Karenanya, mari kita ikhlaskan niat kita sejak malam 1 Ramadhan ini. Kita bulatkan tekad kita untuk berpuasa pada esok hari semata-mata karena Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Niat puasa Ramadhan merupakan rukun pertama yang membedakannya dari menahan lapar biasa, diet, atau puasa sunnah. Niat ini harus kita lakukan di malam hari sebelum terbit fajar.
مَنْ لَمْ يُجْمِعِ الصِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ فَلاَ صِيَامَ لَهُ
Barangsiapa yang tidak berniat sebelum fajar, maka puasanya tidak sah. (HR. Abu Daud, Tirmidzi dan An Nasa’i; shahih)
Kita perlu untuk senantiasa memeriksa hati, sehingga niat kita betul-betul karena Allah, bukan karena selain-Nya.
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ
Dan mereka tidak disuruh kecuali supaya beribadah kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus… (QS. Al-Bayyinah: 5)
Rasulullah juga mewanti-wanti umatnya agar tetap berada dalam keikhlasan. Karena tanpa keikhlasan, Allah tidak akan menerima ibadah apapun.
إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ ، وَإِنَّمَا لاِمْرِئٍ مَا نَوَى
Sesungguhnya setiap amal tergantung pada niatnya dan sesungguhnya bagi setiap orang apa yang ia niatkan. (HR. Bukhari dan Muslim)
Dengan keikhlasan dan semata-mata mengharap balasan dari Allah, kita akan mendapatkan salah satu keutamaan puasa Ramadhan. Yakni ampunan atas dosa-dosa kita.
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Barangsiapa yang berpuasa karena iman dan mengharap perhitungan (pahala) akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. (Muttafaq ‘alaih)
Siapakah di antara kita yang tidak mempunyai dosa? Kita semua memiliki dosa. Kita semua pernah bermaksiat kepada-Nya. Maka, semoga puasa Ramadhan ini menjadi penggugur dosa-dosa kita. [Muchlisin BK/BersamaDakwah]