Sebagai seorang muslim, kita pasti pernah mendengar kata wallahu a’lam atau wallahu a’lam bishawab. Seringnya, kita mendengar ucapan itu di akhir pengajian. Ketika seorang ulama atau dai selesai menjelaskan suatu topik tertentu, beliau mengucapkan kalimat tersebut.
Kita juga dengan mudah menjumpai kalimat tersebut dalam kitab-kitab para ulama. Setelah mereka menulis panjang lebar tentang suatu ilmu, lantas mengakhiri tulisannya dengan wallahu a’lam bish shawab. Nah, tulisan latin ini lebih tepat untuk mewakili tulisan Arabnya karena huruf shad (ص) pada kalimat ini ada syiddah-nya.
Lantas, bagaimana tulisan Arab yang benar, apa artinya, dan bagaimana penggunaan yang benar? Dengan bahasa lain, kapan waktu yang tepat untuk mengucapkannya?
Daftar Isi
Tulisan Arab Wallahu A’lam Bishawab
Sering kali, karena tidak merujuk pada tulisan Arab yang benar, pengucapan maupun penulisan Latin-nya juga salah.
Pada penulisan Latin, kadang kita jumpai wallahu alam atau wallahu ‘alam. Sedangkan untuk lanjutannya, ada yang menulis bishawab. Terkadang bi shawab. Ada pula yang menulis bish shawab.
Jadi, ada enam kombinasi penulisan Latin. Mana yang benar? Hemat saya, yang penting tulisan Arabnya benar dan cara membacanya benar, penulisan Latin yang mana pun dari keenamnya bisa kita maklumi.
Nah, berikut ini tulisan Arab yang benar:
وَاللّٰهُ أَعْلَمُ بِالصَّوَابِ
Wallahu a’lam bish shawab
Baca juga: Barakallah
Arti Wallahu A’lam Bishawab
Kalimat ini terdiri dari tiga kata. Pertama, wallahu (والله) yang merupakan gabungan dari wa dan Allah. Kedua, a’lam (أعلم). Dan ketiga, bishshawab (بالصواب) yang merupakan gabungan dari bi dan ash-shawab.
Wallahu artinya “dan Allah.”
A’lam artinya “lebih mengetahui.”
Bish Shawab artinya “terhadap kebenaran.”
Dengan demikian, Wallahu a’lam bish shawab artinya adalah “Hanya Allah yang mengetahui kebenaran yang sesungguhnya” atau “Hanya Allah yang lebih mengetahui kebenaran yang sesungguhnya.”
Baca juga: Jazakallah
Kapan Mengucapkan
Kita tidak menjumpai kalimat wallahu a’lam bish shawab dalam hadits. Namun, kita akan menjumpai ucapan wallahu a’lam dan senada dengan itu.
Misalnya dalam hadits Arbain Nawawi ke-2, ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya kepada Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu tentang siapa yang baru saja bertanya kepada beliau tentang Islam, iman, dan ihsan. Umar menjawab:
اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ
Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.
Dalam hadits shahih riwayat Imam Bukhari, Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu pernah menasihati umat ini:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ مَنْ عَلِمَ شَيْئًا فَلْيَقُلْ بِهِ ، وَمَنْ لَمْ يَعْلَمْ فَلْيَقُلِ اللَّهُ أَعْلَمُ ، فَإِنَّ مِنَ الْعِلْمِ أَنْ يَقُولَ لِمَا لاَ يَعْلَمُ اللَّهُ أَعْلَمُ
Wahai manusia, siapa yang mengetahui sesuatu, hendaklah ia mengatakannya. Dan siapa yang tidak mengetahui, hendaklah mengatakan, “Allahu a’lam.” Karena sesungguh termasuk ilmu adalah mengatakan terhadap apa yang tidak ia ketahui, “Allahu a’lam.”
Jadi, ketika para sahabat Nabi mendapatkan pertanyaan yang mereka tidak mengetahui jawabannya, mereka mengucapkan Wallahu a’lam. Hal yang sama juga merupakan sunnah bagi kita.
Penggunaan Wallahu A’lam Bishawab
Lalu kapan menggunakan ucapan wallahu a’lam bish shawab? Para ulama biasa mengucapkannya di akhir pengajian atau selesai memberikan fatwa. Satu lagi, ketika mereka selesai menulis makalah atau kitab.
Dalam konteks ini, bukan berarti mereka tidak tahu ilmunya. Akan tetapi, ini adalah bentuk ketawadhu’an sekaligus kesadaran bahwa meskipun mereka yakin pendapat mereka benar tetapi masih mungkin salah. Dan Allah lebih mengetahui kebenaran yang sesungguhnya.
Syekh Sulaiman bin Muhammad al-Bujairami, salah seorang ulama mazhab Syafi’i, menjelaskan bahwa mengucapkan wallahu a’lam bish shawab merupakan anjuran sebagai bentuk ketawadhu’an para ulama dan memasrahkan hakikat permasalahan tersebut kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Ibnu Hajar al-Haitami menjelaskan, maksud kalimat wallahu a‘lam adalah hanya Allah yang lebih mengetahui dari seluruh orang alim. Dengan demikian, para ulama tidak terjangkiti kesombongan setelah panjang lebar menjawab suatu permasalahan atau menuliskan kitab.
Dalam mazhab Hanafi, menggunakan kalimat wallahu a‘lam sebatas untuk menutup majelis taklim adalah makruh. Namun, jika niatnya berdzikir maka hukumnya sunnah. Untuk menutup majelis taklim, ada doa tersendiri yakni doa penutup majelis.
Sedangkan menurut Syekh Ali Jum’ah, hikmah mengucapkan wallahu a’lam bagi ulama ada dua. Pertama, bentuk pengakuan bahwa fatwa yang mereka sampaikan adalah terbatas. Bisa ditinjau kembali. Para ulama tidak segan memperbarui fatwanya jika menemukan dalil yang lebih kuat atau sudut pandang lain yang lebih tepat.
Kedua, bentuk pengakuan bahwa fatwa mereka bersumber dari ilmu yang mereka dapatkan. Sedangkan seluruh ilmu tersebut bersumber dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Wallahu a’lam bish shawab. [Muchlisin BK/BersamaDakwah]