Salah satu penyakit hati yang harus kita jauhi adalah hasad. Sebab, dampaknya sangat merugikan bagi diri kita baik di dunia maupun di akhirat. Ia juga berdampak buruk bagi organisasi dan masyarakat.
Apa itu hasad dan bagaimana cara mengatasinya? Kita akan membahasnya beserta dalil dari Al-Qur’an dan hadits. Juga penjelasan ulama dan contoh-contohnya.
Daftar Isi
Pengertian Hasad
Kita awali dari yang paling fundamental, yakni pengertian atau definisi. Poin ini sangat penting untuk membedakannya dari istilah lain seperti ghibtoh.
Dalam Kamus Al-Munawwir, hasad (حسد) secara bahasa berarti isytahaa maa lighairih (إشتهى مالغيره) yakni menginginkan sesuatu yang lain. Dalam bahasa Indonesia, hasad adalah dengki. Yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) artinya adalah menaruh perasaan marah (benci, tidak suka) karena iri yang amat sangat kepada keberuntungan orang lain.
Secara istilah, pengertian hasad adalah mengharapkan hilangnya kenikmatan pada seseorang baik itu nikmat keagamaan maupun nikmat keduniaan.
Hal ini berbeda dengan ghibtoh (غبطة). Ghibtoh adalah menginginkan nikmat serupa dengan orang lain tanpa mengharapkan hilangnya nikmat dari orang tersebut.
Baca juga: Riya’ dan Sum’ah
Contoh dan Dalil Hasad
Seperti pengertian di atas, dengki itu mengharapkan tercabutnya kenikmatan pada seseorang baik nikmat keagamaan maupun nikmat keduniaan. Dalam Al-Qur’an, ada contoh hasad terhadap nikmat keagamaan, ada pula contoh terkait nikmat keduniaan.
Dengki terhadap nikmat keagamaan
Contoh hasad terhadap nikmat keagamaan adalah kedengkian orang-orang Yahudi terhadap kaum muslimin. Mereka berharap bisa mengembalikan kaum muslimin kepada kekufuran. Padahal mereka mengetahui bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah nabi terakhir yang ciri-cirinya persis penjelasan kitab mereka.
وَدَّ كَثِيرٌ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَوْ يَرُدُّونَكُمْ مِنْ بَعْدِ إِيمَانِكُمْ كُفَّارًا حَسَدًا مِنْ عِنْدِ أَنْفُسِهِمْ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ الْحَقُّ فَاعْفُوا وَاصْفَحُوا حَتَّى يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Sebagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran. Maka maafkanlah dan biarkanlah mereka, sampai Allah mendatangkan perintah-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (QS. Al-Baqarah: 109)
Orang-orang Yahudi juga iri dan dengki terhadap orang-orang beriman atas kemuliaan mereka dengan pengutusan Rasulullah Muhammad yang merupakan Bani Ismail. Padahal, mereka sama-sama keturunan Nabi Ibrahim. Dalil hasad ini terdapat dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
أَمْ يَحْسُدُونَ النَّاسَ عَلَى مَا آَتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ فَقَدْ آَتَيْنَا آَلَ إِبْرَاهِيمَ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَآَتَيْنَاهُمْ مُلْكًا عَظِيمًا
Ataukah mereka dengki kepada manusia (Muhammad) lantaran karunia yang Allah telah berikan kepadanya? Sesungguhnya Kami telah memberikan Kitab dan Hikmah kepada keluarga Ibrahim, dan Kami telah memberikan kepadanya kerajaan yang besar. (QS. An-Nisa: 54)
Dengki terhadap nikmat dunia
Contoh hasad terhadap nikmat dunia kita dapati dalam kisah Qabil dan Habil. Al-Qur’an mengabadikan kisah kedengkian Qabil terhadap Habil. Qabil ingin membunuh Habil setelah Allah menerima korban Habil.
وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ ابْنَيْ آَدَمَ بِالْحَقِّ إِذْ قَرَّبَا قُرْبَانًا فَتُقُبِّلَ مِنْ أَحَدِهِمَا وَلَمْ يُتَقَبَّلْ مِنَ الْآَخَرِ قَالَ لَأَقْتُلَنَّكَ قَالَ إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ
Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putra Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan korban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil): “Aku pasti membunuhmu!” Berkata Habil: “Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Maidah: 27)
Kedengkian Qabil hingga membunuh Habil bukanlah semata-mata karena korban tersebut. Ibnu Katsir menjelaskan dalam Qashahul Anbiya’ bahwa Nabi Adam ‘alaihis salam memiliki anak-anak kembar laki-laki dan perempuan. Qabil dan saudari kembarnya adalah kakak dari Habil dan saudari kembarnya.
Nabi Adam hendak menikahkan Qabil dengan saudari kembar Habil dan menikahkan Habil dengan saudari kembar Qabil. Qabil tidak mau karena saudari kembarnya lebih cantik. Dari sinilah mengapa ayat ini menjadi contoh dan dalil hasad terhadap nikmat dunia.
Baca juga: Khauf dan Raja’
Bahaya Hasad
Dari contoh hasad di atas sudah tergambar betapa besarnya bahaya hasad sehingga kita harus menjauhi penyakit hati ini. Lebih lengkap dengan dalil dari hadits dan penjelasan ulama, berikut ini lima bahaya dengki.
1. Dosa besar
Poin pertama bahaya dengki dan mengapa kita harus menjauhinya adalah ia merupakan dosa besar. Dengki adalah penyakit hati yang juga merusak persaudaraan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarang dengki.
لاَ تَبَاغَضُوا ، وَلاَ تَحَاسَدُوا ، وَلاَ تَدَابَرُوا ، وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا
Janganlah kalian saling membenci, saling mendengki, saling bermusuhan. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara. (HR. Bukhari dan Muslim)
Kedengkian orang-orang Yahudi yang mengharapkan kaum muslimin kehilangan imannya sudah merupakan dosa besar. Dosanya lebih besar lagi tatkala kedengkian mereka sudah menjadi aksi nyata dengan melakukan provokasi dan melancarkan perang untuk menghancurkan Madinah.
Demikian pula kedengkian Qabil pada Habil adalah dosa besar. Dosanya menjadi semakin besar ketika ia membunuh Habil. Bahkan dari perbuatan itu, setiap kali manusia melakukan pembunuhan, Qabil mendapatkan dosa tambahan sebab ia yang mencontohkan pembunuhan pertama kali.
2. Melalap pahala
Ini bahaya kedua dari dengki. Sekaligus menjadi dalil larangan dengki yang selayaknya membuat kita merenung lebih dalam lagi. Pahala-pahala kita bisa habis terbakar jika kita memperturutkan dengki.
إِيَّاكُمْ وَالْحَسَدَ فَإِنَّ الْحَسَدَ يَأْكُلُ الْحَسَنَاتِ كَمَا تَأْكُلُ النَّارُ الْحَطَبَ
Jauhilah hasad (dengki), karena hasad dapat memakan kebaikan seperti api memakan kayu bakar. (HR. Abu Daud; hasan menurut Syu’aib Al Arnauth, dhaif menurut Al Albani)
الْحَسَدُ يَأْكُلُ الْحَسَنَاتِ كَمَا تَأْكُلُ النَّارُ الْحَطَبَ
Hasad dapat memakan kabaikan seperti api memakan kayu bakar. (HR. Ibnu Majah)
Meskipun ada sebagian ulama mendhaifkan hadits di atas, sebagian ulama yang lain menghasankannya. Dua hadits ini juga menjadi dalil hasad dalam banyak kitab. Misalnya Ihya’ Ulumuddin karya Imam Ghazali dan Minhajul Qashidin karya Ibnu Qudamah. Ibnu Taimiyah dalam Tazkiyatun Nafs juga mencantumkan hadits tersebut sebagai dalil.
3. Merusak masyarakat
Dengki bukan hanya berdampak buruk bagi diri pelakunya tetapi juga bagi organisasi dan masyarakat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
لا يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا لَمْ يَتَحَاسَدُوا
Manusia selalu dalam keadaan baik, sepanjang tidak saling dengki. (HR. Thabrani; hasan)
Organisasi akan selalu baik tatkala anggotanya kompak dan saling mencintai. Begitu kedengkian menyebar, terkoyaklah kekompakan dan rusaklah persaudaraan.
Perusahaan akan baik-baik saja ketika seluruh karyawannya saling mencinta dan bekerjasama. Begitu kedengkian menyebar, terjadilah saling sikut dan saling menjatuhkan. Target-target perusahaan tersendat bahkan bisa terbengkalai.
Masyarakat juga adem ayem ketika warganya rukun dan saling menjaga persaudaraan. Begitu kedengkian menyebar, terjadilah permusuhan. Bahkan seperti contoh Yahudi dan Qabil di atas, masyarakat akhirnya rusak karena kedengkian menyulut peperangan dan pembunuhan.
4. Memangkas agama
Penyakit hati ini tidak hanya merusak tatanan masyarakat dan membahayakan peradaban, ia juga menghancurkan agama pelakunya. Semakin tipis keimanannya, semakin jauh dari taqwa kepada-Nya. Syekh Wahbah Az-Zuhaili dalam Akhlaq al-Muslim menjelaskan, dengki dan iman tidak akan berpadu dalam relung hati seseorang.
دَبَّ إِلَيْكُمْ دَاءُ الأُمَمِ قَبْلَكُمُ الْحَسَدُ وَالْبَغْضَاءُ هِىَ الْحَالِقَةُ لاَ أَقُولُ تَحْلِقُ الشَّعْرَ وَلَكِنْ تَحْلِقُ الدِّينَ
Akan datang secara perlahan kepada kalian penyakit umat-umat terdahulu, hasad dan kebencian. Dan keduanya mencukur. Aku tidak mengatakan mencukur rambut tetapi mencukur agama. (HR. Tirmidzi, Ahmad, dan Baihaqi; shahih)
5. Menyiksa hati
Jika bahaya-bahaya yang lain tidak langsung terasa atau butuh waktu untuk membuktikannya, ada bahaya yang lebih personal dan bisa langsung dirasakan pelakunya. Yakni dengki membuat hati pelakunya justru sakit sendiri.
Ibnu Qudamah menjelaskan, orang yang mendengki itu menyimpan kebencian dan memendam amarah. Bertemu dengan orang yang ia dengki saja berat apalagi bertegur sapa. Membuatnya semakin tersiksa.
Dengki yang seperti ini membuat otak memproduksi hormon kortisol berlebih. Tidak jarang sakit secara psikis itu kemudian memicu sakit-sakit fisik. Mulai dari tekanan darah tinggi hingga sakit kepala.
Cara Mengobati
Imam Ghazali menjelaskan, hasad merupakan penyakit hati yang berat. Untuk mengobatinya, kita memerlukan dua langkah sekaligus yakni ilmu dan amal.
Mengobati dengan ilmu artinya kita memahami bahaya hasad. Hendaknya kita merenungkan lima poin bahaya hasad di atas. Juga merenungkan bahwa hasad membawa kerugian dunia akhirat bagi pelaku laksana seseorang melempar batu kepada orang lain lalu meleset dan mental, malah kembali mengenai dirinya sendiri.
Mengobati dengan amal adalah dengan cara memaksa diri (bermujahadah) untuk mengerjakan kebalikan dari apa yang diperintahkan hasad. Jika hasad memerintahkan balas dendam, ia harus memaafkan. Jika hasad mengajak berbuat buruk, ia harus berbuat baik.
Memahami bahwa ini adalah penyakit hati yang sumbernya adalah cinta dunia dan kebencian terhadap nikmat yang orang lain terima, ada tiga langkah penting agar kita terhindar dari hasad.
1. Ridha terhadap takdir
Imam Ghazali menjelaskan, hasad hakikatnya adalah marah kepada takdir Allah dan tidak ridha ketika Allah membagikan nikmat-Nya kepada hamba-hamba-Nya. Karenanya, untuk mengobati dengki, kita harus belajar ridha terhadap takdir.
“Orang yang ridha kepada Allah tidak mengharapkan apa-apa selain apa yang Allah tetapkan untuk dirinya,” kata Sufyan bin Uyainah.
Dengan ridha semacam ini, insya Allah kita bisa terbebas dari dengki.
2. Mengurangi cinta dunia
Pangkal kedengkian adalah cinta dunia. Orang yang tidak mencintai dunia, ia tidak memiliki alasan untuk dengki kepada orang lain. Apa yang akan ia dengki jika tujuannya hanya ridha Allah dan surga-Nya?
Mengapa tidak ada orang yang berebut melihat langit? Sebab langit sangat luas dan siapa pun bisa melihatnya. Demikian pula ridha Allah dan surga-Nya. Tidak perlu merebut dari orang lain untuk meraihnya.
Maka, beralihlah dari cinta dunia menuju cinta kepada Allah. Karena pangkal hasad adalah cinta dunia.
3. Memperkuat doa
Sesungguhnya hati kita milik Allah Subhanahu wa Ta’ala. Hanya Allah yang kuasa membolak-balikannya. Karenanya, perbanyak dan perkuat doa kepada-Nya. Minta agar Allah menjaga kita dari dengki bahkan dari ghil, bersitan hati yang lebih halus daripada dengki.
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آَمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
Wahai Tuhan kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Wahai Tuhan kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Hasyr: 10)
Bacalah doa ini dengan segenap keyakinan hati. Tentu ada pula doa-doa lain dari hadits Nabi yang meminta agar hati kita Allah tetapkan di atas agama ini. Wallahu a’lam bish shawab. [Muchlisin BK/BersamaDakwah]
Maraji’
- Ihya’ Ulumuddin karya Imam Ghazali
- Minhajul Qashidin karya Ibnu Qudamah
- Tazkiyatun Nafs karya Ibnu Taimiyah
- Qashahul Anbiya’ karya Ibnu Katsir
- Ridha karya Muhammad Khalid Tsabit