Beranda Dasar Islam Hadits Hadits Arbain Nawawi 4: Proses Penciptaan Manusia dan Penulisan Takdir

Hadits Arbain Nawawi 4: Proses Penciptaan Manusia dan Penulisan Takdir

0
proses penciptaan manusia - hadits arbain nawawi 4
ilustrasi (pinterest)

Jauh sebelum dunia kedokteran maju seperti sekarang, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah menjelaskan proses penciptaan manusia. Bagaimana tahapan-tahapannya dalam rahim, beliau sabdakan dalam hadits Arbain Nawawi ke-4 ini.

Lebih dari itu, beliau juga mensabdakan tentang penulisan takdir manusia. Sehingga, hadits ini juga menjadi dalil yang menjelaskan tentang rukun iman keenam, yakni iman kepada takdir.

Arbain Nawawi (الأربعين النووية) adalah kitab Imam An Nawawi rahimahullah yang menghimpun hadits-hadits pilihan. Jumlahnya hanya 42 hadits, tetapi mengandung pokok-pokok ajaran Islam.

Arbain Nawawi 4 dan Terjemah

عَنْ أَبِيْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُوْدٍ رَضِيَ اللّٰهُ عَنْهُ قَالَ حَدَّثَنَا رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – وَهْوَ الصَّادِقُ الْمَصْدُوقُ: إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ فِى بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِينَ يَوْمًا نُطْفَةً ، ثُمَّ يَكُونُ عَلَقَةً مِثْلَ ذَلِكَ ، ثُمَّ يَكُونُ مُضْغَةً مِثْلَ ذَلِكَ ، ثُمَّ يُرْسَلُ إِلَيْهِ الْمَلَكُ فَيَنْفُخُ فِيهِ الرُّوْحَ وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ بِكَتْبِ رِزْقِهِ وَأَجَلِهِ وَعَمَلِهِ وَشَقِىٌّ أَوْ سَعِيدٌ فَوَاللّٰهِ الَّذِى لاَ إِلَهَ غَيْرُهُ إِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ حَتَّى مَا يَكُونُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ فَيَدْخُلُهَا وَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ حَتَّى مَا يَكُونُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَيَدْخُلُهَا

Dari Abu Abdurrahman Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam menyampaikan kepada kami dan beliau adalah orang yang jujur lagi terpercaya, “Sesungguhnya penciptaan kalian dikumpulkan dalam rahim ibu sebagai nuthfah selama empat puluh hari, lalu menjadi ‘alaqah (segumpal darah) selama itu pula, kemudian menjadi mudhgah (segumpal daging) selama itu pula. Kemudian Allah mengutus malaikat untuk meniupkan ruh dan mencatat empat perkara, yaitu rezekinya, ajalnya, amalnya, dan sengsara atau bahagianya.

Demi Allah yang tiada tuhan selain Dia, sesungguhnya di antara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli surga hingga jarak antara dia dengan surga tinggal sehasta. Namun suratan takdirnya telah ditentukan, lalu dia melakukan perbuatan ahli neraka maka dia pun masuk neraka.

Dan sesungguhnya di antara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli neraka hingga jarak antara dia dengan neraka tinggal sehasta. Namun suratan takdirnya telah ditentukan, lalu dia melakukan perbuatan ahli surga maka dia pun masuk ke surga.” (HR. Bukhari dan Muslim)

hadits arbain nawawi 4

Baca juga: Hadits Arbain ke-1

Penjelasan Hadits

Sahabat yang meriwayatkan hadits ini adalah Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu. Beliau termasuk assabiqunal awwalun yang masuk Islam sejak muda. Usianya 14 tahun saat pertama kali berjumpa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan Abu Bakar ash Shiddiq radhiyallahu ‘anhu.

Waktu itu, Rasulullah dan Abu Bakar sedang haus saat melewati Abdullah bin Mas’ud yang sedang menggembala. Rasulullah minta kepada Abdullah bin Mas’ud untuk memberikan susu kambing.

“Maaf, saya hanya menggembala kambing milik tuan saya. Kambing ini bukan punya saya,” begitu jawabnya.

“Kalau begitu tolong bawakan satu kambing betina yang belum pernah kawin,” pinta Rasulullah.

Ketika Abdullah bin Mas’ud membawakan kambing tersebut, Rasulullah menyentuh putingnya dan tiba-tiba membesar lalu mengeluarkan susu dengan deras. Abu Bakar menampunya dalam sebuah wadah. Kemudian Rasulullah, Abu Bakar, dan Ibnu Mas’ud meminumnya.

Peristiwa ajaib itu membuat Ibnu Mas’ud sangat takjub. Ia minta Rasulullah mengajari mantera tadi, tetapi beliau menjelaskan bahwa itu bukan mantera melainkan mukjizat. Rasulullah kemudian mengajarkan Islam kepada Ibnu Mas’ud hingga ia masuk Islam.

Sejak saat itu, Abdullah bin Mas’ud tumbuh menjadi sahabat Nabi. Bahkan menjadi salah satu ulama-nya para sahabat. Abdullah bin Mas’ud meriwayatkan 848 hadits, salah satunya adalah hadits ini.

As-Shadiq (الصادق) artinya jujur. Rasulullah selalu jujur dan tidak pernah berdusta. Apa yang beliau sabdakan selalu benar.

Al-Mashduq (المصدوق) artinya terpercaya. Beliau adalah orang yang selalu dipercaya oleh manusia bahkan sejak sebelum menjadi Nabi. Apalagi setelah menjadi Nabi, seluruh wahyu adalah kebenaran.

Bathn (بطن) artinya perut. Fi bathni ummihi (في بطن أمه) artinya dalam rahim ibunya.

Nuthfah (نطفة) artinya air yang bersih atau sperma. Dalam konteks hadits ini, artinya adalah sperma yang membuahi ovum.

‘Alaqah (علقة) artinya adalah segumpal darah atau lintah.

Mudghah (مضغة) artinya segumpal daging.

Baca juga: Hadits Arbain ke-2

Kandungan Hadits dan Pelajaran Penting

Hadits ke-4 Arbain Nawawi ini memiliki kedudukan yang sangat penting. Syekh Mushtafa Dieb Al-Bugha mengatakan, “Hadits ini sangat penting. Menjelaskan kondisi manusia dari awal penciptaannya, kehidupannya di dunia, hingga kondisinya di akhirat apakah masuk surga atau masuk neraka. Semuanya berjalan sesuai ketentuan Allah Ta’ala.”

Hadits Arbain Nawawi 4 ini juga merupakan mukjizat karena telah mengabarkan tentang proses perkembangan janin yang baru kedokteran ketahui sekitar 12 abad kemudian.

Berikut ini lima poin utama kandungan hadits Arbain Nawawi ke-4:

1. Tahapan Perkembangan Janin

Hadits Arbain Nawawi ke-4 ini menjelaskan tahap perkembangan janin. Yakni selama 40 hari sebagai nuthfah, 40 hari kemudian sebagai ‘alaqah, dan 40 hari kemudian sebagai mudghah. Seperti firman Allah dalam Surat Al-Hajj ayat 5 dan Surat Al-Mukminun ayat 12-14:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنْ كُنْتُمْ فِي رَيْبٍ مِنَ الْبَعْثِ فَإِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ مِنْ نُطْفَةٍ ثُمَّ مِنْ عَلَقَةٍ ثُمَّ مِنْ مُضْغَةٍ

Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), maka (ketahuilah) sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging… (QS. Al-Hajj: 5)

Sedangkan dalam Surah Al-Mukminun ayat 12-14, Allah menjelaskan proses penciptaan manusia (tahapan perkembangan janin) lebih detail.

وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ مِنْ سُلَالَةٍ مِنْ طِينٍ . ثُمَّ جَعَلْنَاهُ نُطْفَةً فِي قَرَارٍ مَكِينٍ . ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظَامًا فَكَسَوْنَا الْعِظَامَ لَحْمًا ثُمَّ أَنْشَأْنَاهُ خَلْقًا آَخَرَ فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ

Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim).  Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Lalu Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik. (QS. Al-Mukminun: 12-14)

Proses penciptaan manusia atau tahapan perkembangan janin ini merupakan mukjizat karena waktu itu belum ada USG dan tekonologi kedokteran seperti sekarang.

Ayat ini yang membuat Keith L Moore, Presiden American Association of Clinical Anatomi (AACA) pada tahun 1989, takjub. Moore juga seorang ilmuwan anatomi dan embriologi dengan puluhan kedudukan dan gelar kehormatan dalam bidang sains .

Keheranan Moore terjadi saat ia diundang ke Arab Saudi untuk memberikan kuliah anatomi dan embriologi di Universitas King Abdul Aziz. Pada suatu kesempatan, seorang mahasiswa menunjukkan Surah Al-Mukminun ayat 12-14 kepadanya.

Setelah membaca terjemahnya, Moore sangat terkejut. Bagaimana Al-Qur’an sudah mengabarkan tahap perkembangan janin itu 12 abad mendahului embriologi? Bahkan dalam beberapa berita, Moore akhirnya masuk Islam karena Surah Al-Mukminun ayat 12-14 ini. Wallahu a’lam.

Baca juga: Hadits Arbain ke-11

2. Peniupan Ruh dan Larangan Aborsi

Berdasarkan hadits Arbain Nawawi 4 ini, para ulama sepakat bahwa ruh ditiupkan pada janin ketika janin berusia 120 hari atau empat bulan sejak bertemunya sel sperma dan ovum. Para ulama sepakat bahwa aborsi setelah peniupan ruh ke dalam janin hukumnya haram dan termasuk dosa besar. Bahkan, jika janin yang keluar itu sempat hidup meskipun sebentar, pelakunya mendapatkan sanksi diyat (membayar denda) sebagaimana diyat membunuh orang lain.

Sedangkan aborsi sebelum janin berusia empat bulan, jumhur ulama berpendapat hukumnya juga haram. Meskipun ada ulama seperti Ibnu Rajab Al-Hanbali yang berpendapat tidak sampai haram.

Peniupan ruh setelah janin berusia empat bulan atau memasuki bulan kelima ini juga terkait dengan masa iddah. Mengapa masa iddah wanita yang suaminya meninggal dunia adalah 4 bulan 10 hari? Di antaranya agar jelas apakah ia punya anak dari almarhum suaminya atau tidak.

Baca juga: Hadits Arbain ke-12

3. Pencatatan Takdir

Selain meniupkan ruh pada janin berusia empat bulan, malaikat juga mencatat takdir untuknya sebagaimana Allah perintahkan. Mulai dari rezekinya, ajalnya, amalnya, hingga bahagia dan sengsaranya.

Soal rezeki, entah manusia itu mencari dengan cara halal atau haram, rezekinya tidak akan melebihi ketetapan Allah. Karenanya, hendaklah hanya mencari rezeki dengan jalan yang halal. Mengenai ajal, manusia takkan bisa memajukan atau memundurkannya walau sesaat.

Sedangkan bahagia dan sengsara dalam hadits ini adalah bahagia dan sengsara di akhirat nanti yakni masuk surga dan masuk neraka. Semua ini Allah Mengetahui dengan ilmu-Nya, tidak ada satu pun yang luput dari pengetahuan-Nya.

Baca juga: Hadits Arbain ke-16

4. Memahami Takdir dengan Benar

Ada beberapa poin mendasar dalam memahami takdir ini. Pertama, Allah Mengetahui segala hal yang akan terjadi. Dan segala hal yang terjadi itu pasti sesuai dengan Kehendak-Nya.

Kedua, apa yang Allah tetapkan, termasuk apa yang malaikat catat tersebut, kita tidak mengetahuinya. Sehingga kita harus berikhtiar untuk meraih yang terbaik.

Ketiga, apa yang Allah perintahkan, kita wajib mentaatinya. Poin pertama hingga ketiga ini akan membuat kita berikhtiar dan beramal sebagaimana hadits dari Jabir radhiyallahu ‘anhu.

عَنْ جَابِرٍ قَالَ جَاءَ سُرَاقَةُ بْنُ مَالِكِ بْنِ جُعْشُمٍ قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ بَيِّنْ لَنَا دِينَنَا كَأَنَّا خُلِقْنَا الآنَ فِيمَا الْعَمَلُ الْيَوْمَ أَفِيمَا جَفَّتْ بِهِ الأَقْلاَمُ وَجَرَتْ بِهِ الْمَقَادِيرُ أَمْ فِيمَا نَسْتَقْبِلُ قَالَ لاَ. بَلْ فِيمَا جَفَّتْ بِهِ الأَقْلاَمُ وَجَرَتْ بِهِ الْمَقَادِيرُ. قَالَ فَفِيمَ الْعَمَلُ قَالَ زُهَيْرٌ ثُمَّ تَكَلَّمَ أَبُو الزُّبَيْرِ بِشَىْءٍ لَمْ أَفْهَمْهُ فَسَأَلْتُ مَا قَالَ فَقَالَ اعْمَلُوا فَكُلٌّ مُيَسَّرٌ

Dari Jabir, ia berkata, “Datang Suraqah bin Malik bin Ju’tsum lantas bertanya, ‘Wahai Rasulullah, berikanlah penjelasan kepada kami tentang agama kami, seakan-akan kami baru diciptakan sekarang. Untuk apakah kita beramal hari ini? Apakah itu terjadi pada hal-hal yang pena telah kering dan takdir yang berjalan, ataukah untuk yang akan datang?’

Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Bahkan pada hal-hal yang dengannya pena telah kering dan takdir yang berjalan.’

Ia bertanya, ‘Lalu apa gunanya beramal?’ Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Beramallah kalian, karena masing-masing dimudahkan (untuk melakukan sesuatu yang telah ditakdirkan untuknya).’ (HR. Muslim)

Keempat, orang kafir dan fasik tidak boleh menggunakan takdir sebagai argumen kekafiran dan kefasikan. Misalnya orang yang kalah judi kemudian beralasan ia berjudi karena takdir Allah dan meskipun kalah, besok juga dia akan berjudi jika memang sudah takdirnya.

Keempat, bagi seorang muslim, jika ketetapan (qadla’) tersebut benar-benar telah terjadi, boleh menggunakannya sebagai argumen sehingga meringankan bebannya. Contoh seorang pelajar yang sudah belajar dengan giat dan mengerahkan segala kemampuan untuk ikhtiar tetapi ia tidak lulus ujian masuk perguruan tinggi negeri. Ia bisa mengatakan bahwa itu adalah takdir Allah yang mungkin saja Allah akan memberi jalan yang lebih baik baginya.

Baca juga: Hadits Arbain ke-22

5. Akhir Hayat Penentu Nasib di Akhirat

Hadits Arbain Nawawi 4 ini juga mengingatkan kita bahwa amalan terakhir pad akhir hayat menjadi penentu nasib di akhirat. Hadits lain menjelaskan bahwa orang yang akhirnya masuk neraka itu bukanlah orang yang sebelumnya selalu mengerjakan amalan ahli surga tetapi mengerjakan amalan yang dalam pandangan manusia tampak seperti amalan ahli surga.

إِنَّ الْعَبْدَ لَيَعْمَلُ فِيمَا يَرَى النَّاسُ عَمَلَ أَهْلِ الْجَنَّةِ ، وَإِنَّهُ لَمِنْ أَهْلِ النَّارِ ، وَيَعْمَلُ فِيمَا يَرَى النَّاسُ عَمَلَ أَهْلِ النَّارِ وَهْوَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ ، وَإِنَّمَا الأَعْمَالُ بِخَوَاتِيمِهَا

Sungguh ada hamba yang tampak dalam pandangan manusia beramal  dengan amalan ahli surga padahal sebenarnya dia termasuk ahli neraka.  Dan ada hamba yang tampak dalam pandangan manusia beramal dengan amalan ahli neraka padahal dia termasuk ahli surga. Sesungguhnya amal itu ditentukan oleh penghujungnya. (HR. Bukhari)

Hadits ini tentang seorang laki-laki yang berperang bersama Rasulullah. Para sahabat kagum dengan semangat dan militansinya tetapi Rasulullah justru mensabdakan bahwa laki-laki itu termasuk ahli neraka.

Seorang sahabat yang penasaran kemudian mengikuti laki-laki itu. Hingga ia mendapati laki-laki itu terluka pada sebuah perang. Dia tidak sabar menanggung sakitnya luka itu lantas bunuh diri dengan pedangnya.

Sebaliknya, Ushairim dari kabilah ‘Abdul Asyhal sebelumnya suka memusuhi Islam. Ketika Mush’ab bin Umair berdakwah di Madinah, ia memusuhinya. Ketika Rasulullah tiba di Madinah, ia juga tidak beriman dan tetap memusuhi Islam. Baru menjelang perang Uhud, dia dapat hidayah dan langsung ikut jihad. Usai perang, Ushairin ditemukan terluka parah.

“Wahai Ushairin, apa yang mendorongmu berjihad hingga seperti ini, apakah untuk membela kaummu ataukah kecintaanmu terhadap Islam?” Tanya sebagian sahabat.

“Bahkan karena kecintaanku terhadap Islam,” jawab Ushairin. Setelah itu ia syahid. Masuk surga meskipun belum beramal banyak kecuali jihad.

Baca juga: Hadits Arbain ke-23

Hadits Arbain Nawawi 4 ini patut menjadi renungan kita bersama. Sehingga, jangan sampai sombong dengan amalan kita dan jangan menghakimi orang lain yang tampaknya kurang beramal. Sebab kita tidak tahu bagaimana akhir hayat nanti. Dan karenanya juga, kita berupaya untuk istiqomah sebagaimana Hadits Arbain ke-21, serta memperbanyak doa agar Allah mengistiqomahkan kita. Wallahu ‘alam bish shawab. [Muchlisin BK/BersamaDakwah]

< Hadits sebelumnyaHadits berikutnya >
Arbain Nawawi 3Arbain Nawawi 5