Namanya sering kita dengar. Khususnya dalam forum-forum bisnis dan enterpreneur muslim. Sebab memang ada dua sahabat teladan utama kaum muslimin dalam semangat berbisnis; Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu dan Abdurrahman bin Auf radhiyallahu ‘anhu.
Tentu banyak sahabat yang berbisnis. Bahkan di antara 10 sahabat yang mendapat jaminan surga, delapan di antaranya adalah pebisnis. Demikian pula, dari 40 lebih assabiqunal awwalun, sebagian besarnya adalah pebisnis atau keluarga pebisnis. Namun, Abdurrahman bin Auf adalah bintang di antara sekian banyak sahabat pebisnis.
Kini, secara singkat, kita akan mengkaji biografi atau kisah hidup Abdurrahman bin Auf. Dengan harapan, kita lebih mengenal dan mencintainya, serta meneladani kedermawanannya. Kita juga memiliki semangat berbisnis sehingga di dunia bisa lebih bermanfaat bagi umat lalu di akhirat mendapat ridha Allah dan surga-Nya.
Daftar Isi
Nama Asli dan Kisah Masuk Islam
Sahabat Nabi yang mulia ini memiliki nama asli Abdu Amr. Ada pula yang berpendapat namanya pada masa jahiliyah adalah Abdul Harits. Pendapat lainnya menyebut nama aslinya Abdul Ka’bah. Yang pasti, ketika ia masuk Islam, Rasulullah mengganti namanya menjadi Abdurrahman.
Nama ibunya adalah Asy-Syifa binti Auf. Dari nama sang kakek inilah semua orang memanggilnya Abdurrahman bin Auf.
Sejak muda, Abdurrahman bin Auf sudah menunjukkan talenta bisnisnya. Lingkaran terdekatnya juga para pebisnis, terutama Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu dan Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu. Seperti Utsman, Abdurrahman juga masuk Islam melalui dakwah Abu Bakar.
Kisah singkatnya, begitu Abu Bakar masuk Islam, ia segera mengajak lingkaran dekatnya. Abdurrahman mengikrarkan syahadat sehari setelah Abu Bakar. Lantas ia menjadi assabiqunal awwalun dan mendapatkan pembinaan langsung dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di rumah Arqam bin Abi Arqam.
Baca juga: Thalhah bin Ubaidillah
Hijrah ke Habasyah
Pada fase dakwah sembunyi-sembunyi, para sahabat bertahan di Makkah. Namun, tak lama setelahnya, tribulasi datang bertubi-tubi. Orang-orang musyrikin Makkah menyiksa orang-orang yang ketahuan masuk Islam.
Tak hanya orang-orang miskin seperti Yasir dan Sumayyah, bahkan sahabat dari kalangan bangsawan seperti Utsman bin Affan dan Abdurrahman bin Auf juga menjadi sasaran. Tak terhitung banyaknya cacian dan siksaan yang sahabat alami.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kemudian memerintahkan para sahabat untuk hijrah ke Habasyah. Abdurrahman termasuk sahabat yang berhijrah ke Habasyah baik hijrah yang pertama maupun hijrah yang kedua.
Hijrah ke Madinah
Dari Sirah Nabawiyah kita tahu, ketika penduduk Yatsrib (Madinah) banyak yang masuk Islam dan kota itu siap menjadi basis sosial Islam, Rasulullah memerintahkan para sahabat hijrah ke sana. Hijrah menjadi penanda terbentuknya peradaban Islam.
Sebagai pemimpin agama sekaligus pemimpin negara, Rasulullah mengambil sejumlah langkah untuk mengokohkan peradaban Islam yang baru terbentuk. Antara lain mendirikan masjid dan mempersaudarakan kaum muhajirin dan kaum Anshar.
Abdurrahman bin Auf dipersaudarakan dengan Sa’ad bin Rabi. Meskipun dari kalangan bangsawan dan seorang pebisnis, Abdurrahman tiba di Madinah dalam kondisi tanpa harta. Musyrikin Makkah menghalang-halangi para sahabat yang berhijrah sehingga hampir semua sahabat berangkat hijrah secara sembunyi-sembunyi. Siapa yang ketahuan, hartanya dirampas atau nyawanya bakal melayang.
Sa’ad bin Rabi’ yang mengetahui kondisi Abdurrahman kemudian menawarkan pertolongan kepadanya. “Wahai saudaraku, aku termasuk orang Anshar yang banyak harta. Jika engkau mau, aku akan membagi separuh hartaku untukmu.”
Sungguh Sa’ad bin Rabi’ adalah sahabat yang tulus membantu saudaranya. Namun, Abdurrahman adalah seorang pebisnis yang menjaga izzah-nya. “Tidak. Tunjukkan saja padaku di mana pasar Madinah,” jawab Abdurrahman.
Setelah mengetahui pasar Madinah, Abdurrahman pun berbisnis di sana dan dalam waktu singkat bisnisnya maju pesat. Tahun-tahun berikutnya, ia bertransformasi menjadi pebisnis sukses bahkan melampaui apa yang pernah ia capai di Makkah.
Baca juga: Zubair bin Awwam
Kekayaan Abdurrahman bin Auf
Bisnis Abdurrahman bin Auf semakin membesar. Kepiawaian bisnisnya juga semakin luar biasa dengan limpahan keberkahan dari Allah Subahanhu wa Ta’ala. Segala bisnis yang ia geluti mendatangkan keuntungan besar yang membuatnya semakin kaya. Sampai-sampai ia mengatakan, “Seandainya saya mengangkat batu, saya akan dapati di bawah batu tersebut ada emas dan di bawahnya ada perak.”
Thalhah bin Abdullah bin Auf mengatakan, “Penduduk Madinah sangat mengandalkan Abdurrahman bin Auf. Sepertiga penduduk Madinah berutang kepadanya. Sepertiga lagi dilunasi utang-utangnya. Dan sepertiga lagi mendapat pemberiannya.”
Semasa Rasulullah masih hidup, Abdurrahman bin Auf pernah menyedekahkan separuh hartanya. Ia juga pernah menyiapkan 500 kuda, 500 unta, dan 40.000 dinar untuk jihad fi sabilillah. Bahkan setiap hari ia memerdekakan sekitar 30 orang budak.
Abdurrahman pernah membagikan harta untuk alumni Perang Badar. Seratus orang mujahid yang masih hidup, masing-masingnya mendapat 400 dinar. Ia juga pernah menjual kebunnya seharga 400.000 ribu lalu uang tersebut ia berikan kepada istri-istri Nabi Muhammad.
Urwah bin Zubair menuturkan, Abdurrahman bin Auf berwasiat untuk menyedekahkan 50.000 dinar di jalan Allah. Anas bin Malik menambahkan, Abdurrahman memberikan warisan yang banyak sehingga setiap istrinya mendapatkan 100.000 dinar.
Zuhud dan Tidak Berhasrat terhadap Kekuasaan
Meskipun kaya raya, Abdurrahman bin Auf adalah orang yang zuhud. Ia banyak berpuasa dan berusaha makan sederhana. Suatu hari, menu buka puasa yang keluarganya hidangkan cukup mewah. Abdurrahman lantas menangis seraya berkata:
“Mush’ab bin Umair lebih baik dariku. Ketika ia syahid, ia tidak memiliki apa-apa. Bahkan kafannya hanyalah selembar kain yang jika ditutupkan ke kaki, kepalanya kelihatan. Jika ditutupkan ke kepala, kakinya kelihatan.”
Ia juga mengatakan, “Mush’ab telah syahid dan dia lebih baik bagiku. Hamzah juga telah syahid dan dia lebih baik dariku. Kemudian dunia dibentangkan kepada kami. Sungguh aku takut, ini adalah pahala kebaikan yang Allah segerakan.”
Khalifah Utsman bin Affan pernah mengalami mimisan. Karena khawatir dengan kondisi kesehatannya, ia meminta Humran menuliskan wasiat bahwa Abdurrahman bin Auf adalah penggantinya.
Ketika Humran menyampaikan wasiat itu, Abdurrahman berdiri di Raudhah, lantas berdoa: “Ya Allah, jika Utsman benar-benar hendak mengangkatku untuk menangani urusan umat ini, maka wafatkanlah aku sebelum Engkau mewafatkannya.”
Wafat pada Usia 75 Tahun
Allah mengabulkan doa tersebut. Enam bulan setelah memanjatkan doa tersebut, Abdurrahman bin Auf wafat pada usia 75 tahun. Tepatnya pada tahun 32 hijriyah.
Khalifah Ustman bin Affan sendiri yang menjadi imam shalat jenazah sahabat dermawan ini. Begitu banyak kaum muslimin yang menshalati dan mengantar jenazahnya ke pemakaman Baqi’. Begitu banyak kaum muslimin yang kehilangan atas kepergian Abdurrahman bin Auf. [Muchlisin BK/BersamaDakwah]