Marah datangnya dari setan. Setan terbuat dari api. Maka cara paling efektif dalam memadamkan api adalah dengan air. Sehingga marah, sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah Saw, bisa diredakan dengan berwudhu.
Marah timbul karena banyak sebab, baik yang logis maupun tak logis. Sedihnya, ada kemarahan yang mudah timbul dalam diri seseorang lantaran kebiasaan. Kita berlindung kepada Allah Ta’ala dari penyebab marah, marah dan akibat buruknya.
Meski demikian, ada marah yang dianjurkan. Yakni kemarahan yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw karena agama Allah Ta’ala dihina. Inilah marah yang terpuji. Marah yang bisa menjadikan pelakunya diganjari pahala oleh Allah Ta’ala.
Ketika seseorang marah hanya karena urusan remeh, apalagi karena sesuatu yang tidak bermanfaat sedikit pun untuk agama Allah Ta’ala, maka kemarahan tersebut bisa menjadi salah satu sebab datangnya setan. Setan akan datang kemudian menemani orang yang marah.
Imam Abu Dawud meriwayatkan, “Ada seorang lelaki mencaci sahabat Abu Bakar ash-Shidiq Ra.” Ketika itu, “Nabi Muhammad Saw duduk di dekat Abu Bakar.”
Karena Abu Bakar ash-Shiddiq tidak menanggapi kemarahan orang tersebut, “Nabi Muhammad Saw hanya tersenyum dan merasa kagum.”
Namun, qadarullah, “Abu Bakar ash-Shidiq Ra membalas sebagian cacian yang ditunjukkan terhadap dirinya,” sehingga lanjut hadits yang diriwayatkan pula oleh Imam Ahmad ini, “Nabi Muhammad Saw kelihatan marah, lalu bangkit.”
Melihat kejadian itu, sebagaimana disampaikan oleh Abu Hurairah, “Abu Bakar ash-Shidiq Ra pun menyusul Nabi Muhammad Saw dan bertanya, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya ketika dia mencaciku, engkau tetap dalam keadaan duduk.’ Lanjut ayah ‘Aisyah ini, ‘Tetapi ketika aku membalas caciannya, engkau kelihatan marah dan meninggalkan tempat duduk.’”
Mendapati tanya sahabatnya itu, Nabi Muhammad Saw menjawab,
إِنَّهُ كَانَ مَعَكَ مَلَكٌ يَرُدُّ عَنْكَ فَلَمَّا رَدَدْتَ عَلَيْهِ بَعْضَ قَوْلِهِ حَضَرَ الشَّيْطَانُ فَلَمْ أَكُنْ لِأَقْعُدَ مَعَ الشَّيْطَانِ
“Sesungguhnya,” sabda Sang Nabi, “pada mulanya ada malaikat yang bersamamu, membela dirimu.” Lanjut manusia teladan itu, “Tetapi ketika engkau membalas sebagian caciannya,” tutur Sang Nabi sebagaimana dikutip Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya, “malikat itu pergi dan datanglah setan.” Karena itulah Rasulullah Saw pergi, sebab, “Aku tidak mau duduk bersama setan.”
Semoga Allah Ta’ala melindungi kita dari penyebab marah, kemarahan itu sendiri, dan akibat buruknya. [Pirman]