Beranda Kisah-Sejarah Kisah Sahabat Abdullah bin Rawahah: Panglima Ketiga Perang Mu’tah

Abdullah bin Rawahah: Panglima Ketiga Perang Mu’tah

0
abdullah bin rawahah
ilustrasi (adobe fiferly)

Abdullah bin Rawahah adalah sahabat Nabi Muhammad dari kaum Anshar, bahkan termasuk generasi awal yang masuk Islam. Sejarah mencatatnya bukan hanya karena keahliannya dalam syair, tetapi juga karena keberaniannya dalam berbagai pertempuran demi membela agama Islam.

Terlahir sebagai suku Khazraj di Madinah, dari ibu bernama Kabsyah binti Waqid dan ayah bernama Haritsah bin Tsa’labah bin Imri al-Qais. Ia punya beberapa nama panggilan, antara lain Ibnu Rawahah, Abu Muhammad, dan Abu Amr.

Ibnu Rawahah memiliki latar belakang sebagai seorang penyair ulung dan seorang pejuang tangguh. Selain Abdullah, Rasulullah memiliki dua penyair lain, yaitu Ka’ab bin Malik dan Hassan bin Tsabit. Peran mereka bukan sekadar merangkai kata, tetapi juga sebagai alat untuk mematahkan propaganda lawan.

Masuk Islamnya Sang Penyair

Abdullah bin Rawahah menemukan Islam saat mendengarkan bacaan Al-Quran dari Mush’ab bin Umair. Sebagai orang pandai baca tulis dan ahli syair, ia bisa membedakan keindahan bahasa dan kedalaman makna suatu sastra. Namun, Al-Qur’an yang ia dengar jauh melampaui segala bentuk syair yang ia kenal.

Tak menunggu lama, Abdullah memutuskan untuk memeluk Islam. Sejak saat itulah ia kerap menghadiri majelis ilmu Mush’ab bin Umair. la menemukan ketenangan dan kedamaian sat bermajelis bersama pemuda tampan berpenampilan sederhana itu.

Bersama 70 laki-laki dan dua wanita muslim, Abdullah bin Rawahah ikut berangkat ke Mekkah dan menyatakan sumpah setia kepada Rasulullah di Aqabah. Sembunyi-sembunyi mereka meninggalkan tenda untuk bertemu Rasulullah di tengah malam hari tasyrik. Baiat Aqabah kedua itu berisi janji setia untuk menolong Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang kelak akan datang ke Yatsrib. Menjadikannya sebagai tujuan hijrah Rasulullah sehingga namanya berubah menjadi Madinah.

Pada pertemuan tersebut, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan agar mereka memilih dua belas pimpinan, tiga orang dari suku Aus dan sembilan orang dari suku Khazraj. Abdullah bin Ruwahah terpilih menjadi salah satunya.

Baca juga: Abdullah bin Mas’ud

Syairnya Lebih Tajam dari Tombak

Kepiawaian Abdullah bin Rawahah dalam bersyair memberikan kontribusi besar dalam perjuangan dakwah Islam. Suatu ketika, Rasulullah meminta Ibnu rawahah dan dua penyair lainnya untuk membantah kaum Quraisy dengan syair.

“Bantahan kalian lebih tajam dari tombak,” sabda Rasulullah memuji ketiganya.

Ibnu Rawahah mematuhi perintah itu dengan antusias. Syair-syairnya meluncur laksana lontaran tombak yang mendobrak. Membuat benteng pertahanan musuh ambruk ke tanah.

Dalam satu pertemuan, Ibnu Rawahah melantunkan syair yang mengangkat keagungan Rasulullah. Membuat membuat beliau tersenyum dan mendoakan agar Allah meneguhkan Abdullah. Syair-syair Abdullah kerap disisipkan dalam momen-momen penting dakwah dan menjadi kekuatan moral bagi kaum muslimin.

Kisah lain yang menarik dari Abdullah adalah saat ia mendampingi Rasulullah dalam umrah. Sambil menuntun unta Rasulullah, Abdullah melantunkan syair yang menggambarkan keberanian dan keyakinan kaum muslim dalam menghadapi kaum Quraisy. Umar bin Khattab sempat menegur Abdullah karena melantunkan syair itu di tanah haram. Namun, Rasulullah menegaskan bahwa syair-syair Abdullah lebih tajam dari tombak dalam menumbangkan semangat lawan.

Tak hanya memotivasi dengan kata-kata, Abdullah juga menginspirasi dengan kekuatan fisiknya. Ia menunjukkan keberaniannya di berbagai medan perang. Dalam pertempuran besar seperti Perang Badar, Uhud, Khandaq, Hudaibiyah, dan Khaibar, Abdullah bin Rawahah terlibat langsung dan menampilkan kegigihan yang menginspirasi sahabat lainnya. Dalam berbagai pertempuran itu, Abdullah mempertaruhkan nyawa dan melantunkan syair-syair semangat untuk meningkatkan moral pasukan muslim.

Baca juga: Abdullah bin Hudzafah As Sahmi

Semangat Dakwah Abdullah bin Rawahah

Selain terkenal karena syairnya, Abdullah juga tercatat sejarah karena ketakwaannya yang mendalam. Ketika bertemu dengan sahabat, ia kerap mengajak mereka untuk berbicara tentang iman. Abdullah adalah sosok yang senantiasa mengingatkan pentingnya kehidupan akhirat.

“Mendekatlah, mari kita bicara tentang keimanan sejenak!” Demikian ucap Abdullah bin Rawahah kepada para sahabat.

Abu Darda menjadi saksi semangat dakwah Abdullah bin Rawahah. “Aku berlindung kepada Allah dari datangnya hari, yang di dalamnya aku tidak ingat Abdullah bin Ruwahah. Setiap kali berpapasan denganku, ia terbiasa menepuk dadaku; setiap kali melihatku dari belakang, ia akan menepuk pundakku, lalu berkata, ‘Hai Uwaimir, duduklah dan marilah kita saling mengingat hadis tentang keimanan.’ Maka, kami pun duduk dan mengingat Allah, lalu ia akan berkata, ‘Hai Uwaimir, inilah majelis keimanan.”

Bahkan, masuk islamnya Abu Darda juga melalui wasilah dakwah Abdullah bin Rawahah. Sekembalinya dari Perang Badar, Abdullah mengunjungi rumah Abu Darda. Ketika memasuki rumah sahabatnya itu, pandangan Abdullah tertuju pada sebuah berhala yang biasa Abdu Darda sembah. Tanpa basa-basi lagi, Abdullah langsung menghancurkan berhala itu dengan kapaknya hingga menjadi serpihan kayu kecil.

Mengetahui kejadian itu, Abu Darda marah. Dengan tenang, Abdullah bin Ruwahah menjelaskan sesatnya keyakinan Abu Darda selama ini. la menyembah sesuatu yang tidak dapat mendatangkan manfaat maupun mudarat.

Tindakan Abdullah itu membuat Abu Darda tersadar. “Seandainya patung itu memiliki kekuatan dan kebaikan pada dirinya, tentu ia bisa membela dirinya dari kerusakan,” ucap Abu Darda.

Setelah itu, ia minta Abdullah mengantarnya menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk bersyahadat.

Baca juga: Abdullah bin Jubair

Syahid di Perang Mu’tah

Ketika hendak memberangkatkan pasukan Perang Mu’tah, Rasulullah menunjuk tiga panglima secara berurutan. Mereka adalah Zaid bin Haritsah, Ja’far bin Abu Thalib, dan Abdullah bin Rawahah.

Dalam pertempuran yang tidak seimbang dengan jumlah pasukan musuh mencapai 200.000, Abdullah berperan besar dalam meningkatkan moral pasukan muslim yang hanya berjumlah 3.000 orang. Ia menegaskan bahwa perjuangan mereka bukanlah karena kekuatan atau jumlah, melainkan untuk membela agama Allah. Ucapannya yang penuh keyakinan dan keberanian itu membakar semangat kaum muslim untuk terus maju melawan musuh meskipun tahu mereka berada dalam posisi sulit.

Saat di medan perang, setelah dua komandan utama, Zaid bin Haritsah dan Ja’far bin Abu Thalib, gugur, Abdullah bin Ruwahah memegang panji dan melanjutkan perjuangan mereka dengan gigih. Dengan semangat yang membara, ia melantunkan syair penyemangat untuk dirinya sendiri.

Sahabat Nabi ini bertempur dengan gagah berani hingga titik darah penghabisan dan akhirnya gugur sebagai syahid di Perang Mu’tah. Semoga Allah merahmatinya, meridhainya, dan memasukkannya ke dalam surga bersama para Nabi dan syuhada. [Yahya Haniya/BersamaDakwah]

Referensi:

  • Nafahat ‘Athrifah fi  Sirah Shahabat karya Syeh Muhammad Raji Hasan Kinas
  • Ashabu ar-Rasul karya Syekh Mahmud Al-Mishri
  • Sirah Nabawiyah Ar-Rakhiqul Makhtum karya Syekh Shafiyurrahman Al-Mubarakfury