Beranda Suplemen Renungan Akibat Menangkapi Ulama

Akibat Menangkapi Ulama

0
akibat menangkapi ulama

Khalifah Al Ma’mun terpengaruh paham mu’tazilah. Ia meyakini Al-Qur’an adalah makhluk dan memaksakan paham itu kepada seluruh rakyat. Maka ia pun memerintahkan Kepala Polisi Ishaq bin Ibrahim agar mengumpulkan para ulama dan menguji mereka. Seraya mengeluarkan ancaman keras kepada para penentangnya.

Takut dengan ancaman tersebut, seluruh ulama mengamini paham khalqul Qur’an, kecuali empat orang ulama. Imam Ahmad bin Hanbal, Muhammad bin Nuh Al-Jundaisafuri, Ubaidillah bin Umar Al-Qawariri, dan Al-Hassan bin Hammad Sajjadah.

Mati Mendadak Setelah Menangkapi Ulama

Atas perintah Al-Ma’mun, Ishaq bin Ibrahim kemudian menangkapi ulama tersebut. Al-Hassan bin Hammad Sajjadah dan Ubaidillah bin Umar Al-Qawariri mengamini paham itu setelah mendapat ancaman cambuk. Ishaq pun melepaskan keduanya.

Tinggallah Imam Ahmad dan Muhammad bin Nuh. Ishaq membawa keduanya dari Baghdad menuju Tarsus, tempat Al-Makmun sedang berada. Di tengah perjalanan, Imam Ahmad merasakan dukungan umat meskipun sebagiannya tak terucap.

Ketika tiba di Rahbah, tepi Sungai Eufrat yang berjarak sekitar 8 Km dari Baghdad, seorang pemintal wol menemui Imam Ahmad.

“Wahai Imam Ahmad, jika kebenaran membuatmu terbunuh maka engkau mati sebagai syahid. Dan jika engkau tetap hidup maka engkau hidup mulia.” Kalimat laki-laki menguatkan semangat Imam Ahmad.

Ketika pasukan itu beristirahat di sebuat tempat persinggahan berikutnya, Abu Ja’far Al-Anbari datang menemui Imam Ahmad. Susah payah menyeberangi Sungai Eufrat, Al-Anbari membawa pesan umat.

“Imam Ahmad, engkau adalah kepala bagi tubuh umat. Demi Allah, jika engkau menyatakan Al-Qur’an adalah makhluk, niscaya semua orang akan mengatakan hal serupa. Namun jika engkau tidak mengakuinya, masyarakat juga tidak akan mengakuinya. Kalaupun engkau tidak mati dibunuh, kelak engkau pasti akan mati juga. Kematian itu niscaya, maka bertaqwalah kepada Allah dan jangan turuti kemauan mereka.”

Mendengar itu, Imam Ahmad menangis. “Masya Allah, ulangilah apa yang engkau katakan wahai Al-Anbari.” Ketika Al-Anbari mengulangi kalimatnya, Imam Ahmad semakin terisak.

Di tengah malam saat istirahat berikutnya, Imam Ahmad mendirikan sholat tahajud. Ia berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar Allah tidak mempertemukannya dengan Al-Makmun selamanya. Imam Ahmad mengulang-ulang doanya.

Rajab 218 hijriyah. Sebelum Imam Ahmad dan Muhammad bin Nuh tiba di Tarsus, Khalifah Al-Makmun mati mendadak tanpa ada gejala sakit sebelumnya.

Gila Setelah Menangkapi Ulama

Hajjaj terkenal sebagai panglima perang paling kejam dari Bani Umayyah. Ia telah membunuh 120 ribu nyawa baik dalam perang maupun di luar perang, termasuk para ulama.

Hingga tibalah puncaknya, saat Hajjaj ingin mengeksekusi Sa’id bin Jabir. Hajjaj menilai ulama besar tabiin itu adalah lawan politik yang merintangi rezimnya.

Tak mau langsung mengeksekusi, Hajjaj merekayasa sebuah persidangan untuk membuktikan bahwa Sa’id bersalah. Dalam sidang itu, Hajjaj bertanya tentang siapa Muhammad. Tentu saja, Said bin Jubair menjawab tegas. “Muhammad adalah Rasulullah, Nabi pembawa rahmat bagi seluruh alam.”

“Bagaimana pendapatmu tentang Ali, apakah ia masuk surga atau masuk neraka?” Hajjaj berharap Sa’id terjebak dengan pertanyaan ini.

“Jika engkau masuk surga, pasti engkau akan tahu siapa saja orang-orang yang masuk surga” jawab Sa’id, membuat Hajjaj sangat marah.

“Bagaimana pendapatmu tentang para khalifah?” Kini Hajjaj berharap Sa’id tidak bisa lari dari pertanyaan ini.

“Aku tidak berwenang menilai mereka,” lagi-lagi jawaban Sa’id membuat Hajjaj mati langkah. Tanya jawab di pengadilan itu terus berlangsung hingga beberapa lama. Hingga akhirnya, meskipun tidak ada kesimpulan tegas bahwa Sa’id bersalah, Hajjaj tetap mengeksekusinya.

“Pilih cara pembunuhan apa yang kamu inginkan dariku?” kata Hajjaj yang darahnya telah mendidih.

“Justru engkaulah yang harus memilih untuk dirimu sendiri wahai musuh Allah. Demi Allah, jika engkau hari ini membunuhku dengan suatu cara, aku akan membunuhmu dengan cara yang sama di akhirat nanti.”

Ulama yang mulia ini kemudian digiring ke tempat eksekusi. Sebelum menghadap Allah, Sa’id berdoa: “Ya Allah, Jangan berikan kesempatan kepada Hajjaj untuk menghukum seorangpun setelah kematianku.”

Doa itu menggetarkan langit. Tak lama kemudian, Hajjaj dihantui ketakutan. Ia sering mengigau. Tidurnya tak bisa lelap. Seperti ada Sa’id yang mencengkeram tenggorokannya. Dan ketika ia terjaga, ia terngiang-ngiang nama Sa’id. Hajjaj sudah seperti orang gila. Hajjaj jadi sering berteriak-teriak: “Wahai orang-orang, ada apa dengan Sa’id bin Jubair? Mengapa setiap kali aku akan tidur, Sa’id mencengkeram tenggorokanku?”

Akhirnya, lima belas hari setelah wafatnya Sa’id, Hajjaj pun meninggal. Meninggal dalam kondisi terhina. Meninggal seperti meninggalnya orang gila.

Ada yang Dibiarkan di Dunia

Tidak semua penguasa yang menangkapi ulama langsung mendapatkan siksa di dunia. Ada kalanya, Allah membiarkan mereka berumur panjang. Bahkan semakin berkuasa. Bukan berarti mereka selamat, justru Allah berkehendak melipatgandakan siksa-Nya di akhirat.

Bukankah dalam Al-Qur’an ada kisah Ashabul Ukhdud? Penguasa saat itu bukan hanya menangkap ulama tetapi juga mengeksekusinya. Juga mengeksekusi seluruh orang beriman dengan memasukkan mereka ke dalam parit yang apinya berkobar-kobar. Apakah penguasa zalim saat itu langsung mati? Tidak. Bahkan ia menang. Namun, adzab di akhirat menantinya.

قُتِلَ أَصْحَابُ الْأُخْدُودِ . النَّارِ ذَاتِ الْوَقُودِ . إِذْ هُمْ عَلَيْهَا قُعُودٌ . وَهُمْ عَلَى مَا يَفْعَلُونَ بِالْمُؤْمِنِينَ شُهُودٌ . وَمَا نَقَمُوا مِنْهُمْ إِلَّا أَنْ يُؤْمِنُوا بِاللَّهِ الْعَزِيزِ الْحَمِيدِ . الَّذِي لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ . إِنَّ الَّذِينَ فَتَنُوا الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ ثُمَّ لَمْ يَتُوبُوا فَلَهُمْ عَذَابُ جَهَنَّمَ وَلَهُمْ عَذَابُ الْحَرِيقِ

Binasa dan terlaknatlah orang-orang yang membuat parit, yang berapi (dinyalakan dengan) kayu bakar, ketika mereka duduk di sekitarnya, sedang mereka menyaksikan apa yang mereka perbuat terhadap orang-orang yang beriman. Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji, Yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; dan Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu. Sesungguhnya orang-orang yang mendatangkan cobaan kepada orang-orang yang mukmin laki-laki dan perempuan kemudian mereka tidak bertaubat, maka bagi mereka azab Jahannam dan bagi mereka azab (neraka) yang membakar. (QS. Al Buruj: 4-10)

Di masa Islam juga banyak penguasa yang menangkapi ulama bahkan mengeksekusi mereka tanpa kesalahan yang jelas. Tidak semua otak kezalimat itu mati mendadak seperti Al-Ma’mun atau gila seperti Al Hajjaj. Namun, setiap kezaliman pastilah akan ada pembalasannya. Kalau tidak di dunia ini, pasti di akhirat nanti. Wallahu a’lam bish shawab. [Muchlisin BK/BersamaDakwah]