Ad-Diinu nashiihah. Agama adalah nasihat, demikian inti hadits Arbain Nawawi 7. Apa makna nasihat dalam hadits ini? Lalu bagaimana maknanya ketika terangkai dengan lillahi, walikitabihi, walirasulihi?
Insya Allah kita bahas bersama mulai dari matan hadits dan terjemahnya, penjelasan, hingga kandungan haditsnya.
Arbain Nawawi (الأربعين النووية) adalah kitab Imam An Nawawi rahimahullah yang menghimpun hadits-hadits pilihan. Jumlahnya hanya 42 hadits, tetapi mengandung pokok-pokok ajaran Islam.
Daftar Isi
Arbain Nawawi 7 dan Terjemah
عَنْ أَبِي رُقَيَّةَ تَمِيْمِ بْنِ أَوْسٍ الدَّارِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ . قُلْنَا : لِمَنْ ؟ قَالَ للهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُوْلِهِ وَلِأَئِمَّةِ المُسْلِمِيْنَ وَعَامَّتِهِمْ . رواه مسلم
Dari Abu Ruqayyah Tamim bin Aus Ad-Dary radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Agama adalah nasihat.” Kami bertanya, “Untuk siapa?” Beliau menjawab, “Untuk Allah, Kitab-Nya, Rasul-Nya, para pemimpin kaum muslimin, dan kaum muslimin secara umum.” (HR. Muslim)
Baca juga: Arbain Nawawi ke-11
Penjelasan Hadits
Hadits Arbain Nawawi 7 ini merupakan hadits dari Abu Ruqayyah Tamim bin Aus Ad-Dary radhiyallahu ‘anhu. Tamim memiliki nama Abu Ruqayyah karena Ruqayyah adalah nama anak satu-satunya. Sedangkan Ad-Dary nisbat kepada sang kakek, Ad-Dar bin Hani’.
Awalnya, Tamim bin Aus beragama nasrani. Lalu ia masuk Islam pada tahun 9 hijriah dan menjadi salah satu sahabat yang luar biasa. Ia bisa mengkhatamkan Al-Qur’an dalam shalat malam, sekaligus pernah sholat tahajud dengan mengulang-ulang Surah Al-Jatsiyah ayat 21 hingga Subuh. Ia juga pernah berperang bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Tamim juga menjadi orang pertama yang menerangi Masjid Nabawi dengan lampu.
Ad-Din (الدين) adalah seperangkat aturan yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya sebagai pedoman hidup manusia, yakni agama Islam.
An-Nasihah (النصيحة) artinya adalah ketulusan atau ucapan untuk perbaikan.
Aimmah (أئمة) artinya pemimpin, sedangkan ‘Aammah (عامة) artinya orang umum atau seluruh kaum muslimin.
Baca juga: Arbain Nawawi ke-12
Kandungan Hadits dan Pelajaran Penting
Hadits ke-7 Arbain Nawawi ini memiliki kedudukan yang sangat penting. Syekh Muhyidin Mistu dalam Al-Wafi menjelaskan, hadits ini termasuk jawami’ul kalim. Yakni kalimat singkat tetapi mengandung berbagai nilai dan manfaat penting. Bahkan, menurut beliau, hadits ini mencakup semua hukum syara’.
Berikut ini lima poin utama kandungan hadits Arbain Nawawi ke-7:
1. Makna agama adalah nasihat
Kandungan pertama dari hadits Arbain ke-7 ini adalah agama adalah nasihat. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ
Agama adalah nasihat.
An-Nasihah (النصيحة) tidaklah sama persis dengan kata “nasihat” dalam bahasa Indonesia. Meskipun, “nasihat” dalam bahasa Indonesia merupakan serapan dari bahasa Arab tersebut.
Muhammad bin Abdullah Al-Jardani Al-Dimyati menjelaskan, nasihat adalah ucapan yang padat dan singkat memberi makna pemberian sesuatu bagi yang dinasihati.
Syekh Muhyidin Mistu menjelaskan makna nasihat ada dua. Pertama, ucapan yang dimaksudkan untuk perbaikan. Kedua, ketulusan.
Menurut Imam Al-Khattabi, An-Nasihah (النصيحة) berasal dari kata nashaha (نصح) – yanshahu (ينصح) yang artinya memurnikan. Jika seseorang mengatakan “nashahtu al ‘asl” (نصحت العسل), maksudnya adalah “aku memurnikan madu dengan memisahkannya dari lilin.” Jadi, nasihat lebih tepat bermakna kemurnian dan ketulusan.
Baca juga: Hadits Arbain ke-1
2. Ketulusan untuk Allah
Berangkat dari makna nasihat di atas, kita akan mendapatkan poin kedua dari kandungan hadits Arbain Nawawi 7 ini.
للهِ
(an-nasihah) untuk Allah.
Maknanya bukan menasihati Allah tetapi ketulusan untuk Allah atau ketulusan kepada Allah. Sebagaimana penjelasan Syekh Muhammad Hayat As-Sindi dalam Syarh Al-Arba’in An-Nawawiyah:
“Nasihat adalah ketulusan kepada Allah. Maksudnya, seorang hamba harus menjadikan ia ikhlas kepada Allah dan meyakini bahwa Dia adalah Ilah yang Esa dalam uluhiyah-Nya. Membersihkan penghambaan dari noda syirik, tandingan dan sekutu, serta apa-apa yang tidak pantas bagi-Nya.”
Ketulusan kepada Allah artinya seorang hamba beriman kepada-Nya, bertaqwa, dan berusaha untuk menggapai derajat ihsan. Beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan tidak mempersekutukan Dia dengan sesuatu apa pun. Bertaqwa yakni Menjalankan perintah-perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya. Ihsan berarti berupaya memperbaiki kualitas ibadah dan amal shalih dengan menghadirkan muraqabatullah, menyadari bahwa Allah senantiasa mengawasinya. Lebih detail tentang ihsan, silakan baca penjelasan Hadits Arbain ke-2.
3. Ketulusan untuk Kitab-Nya
Poin ketiga dari kandungan hadits Arbain Nawawi 7 ini adalah ketulusan untuk kitab-Nya (Al-Qur’an).
وَلِكِتَابِهِ
dan (ketulusan) untuk kitab-Nya.
Ketulusan kepada Al-Qur’an artinya mengimani bahwa Al-Qur’an adalah kalamullah. Kemudian membacanya, berusaha menghafalnya, mentadabburinya, serta mengamalkan dan mendakwahkannya.
Mengimani Al-Qur’an merupakan dasar ketulusan kepadanya. Tanpa mengimaninya, manusia tidak mungkin menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman hidup.
Ketulusan berikutnya adalah dengan membacanya. Tilawah Al-Qur’an hendaknya menjadi amal harian kita. Banyak keutamaan yang akan kita dapatkan ketika membacanya, antara lain adalah tiap huruf yang kita baca akan mendapat ganjaran 10 kebaikan.
مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللَّهِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا لاَ أَقُولُ الم َرْفٌ وَلَكِنْ أَلِفٌ حَرْفٌ وَلاَمٌ حَرْفٌ وَمِيمٌ حَرْفٌ
Barang siapa membaca satu huruf dari kitab Allah, maka baginya satu kebaikan. Satu kebaikan itu dibalas dengan sepuluh kali lipatnya. Aku tidak mengatakan alif laam miim itu satu huruf, tetapi aliif itu satu huruf, lam itu satu huruf, dan mim itu satu huruf. (HR. Tirmidzi; hasan)
Tidak cukup membaca Al-Qur’an, kita juga harus mentadabburinya. Dengan tadabbur Al-Qur’an, akal menjadi terarah dan hati kita terjaga, mudah menerima hidayah.
أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآَنَ أَمْ عَلَى قُلُوبٍ أَقْفَالُهَا
Maka apakah mereka tidak mentadabburi Al-Qur’an ataukah hati mereka terkunci? (QS. Muhammad: 24)
Juga berusaha menghafalkan Al-Qur’an sesuai kemampuan. Kelak, ketika masuk surga, hafalan Al-Qur’an akan menentukan derajat surga yang kita dapat. Semakin banyak hafalan, semakin tinggi surganya.
Lalu, kita juga wajib mengamalkan Al-Qur’an dan mendakwahkannya. Sebab Al-Qur’an adalah petunjuk hidup. Dengan mengamalkannya, berarti kita benar-benar menjadikannya sebagai petunjuk hidup. Dan dengan mendakwahkannya, kita berusaha agar Al-Qur’an menjadi petunjuk hidup bagi orang lain, bukan hanya diri kita.
ذَلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ
Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa. (QS. Al Baqarah: 2)
Baca juga: Hadits Arbain ke-3
4. Ketulusan untuk Rasul-Nya
Poin keempat dari kandungan hadits Arbain Nawawi ke-7 ini adalah ketulusan untuk Rasul-Nya.
وَلِكِتَابِهِ
dan (ketulusan) untuk Rasul-Nya.
Ketulusan untuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam artinya mengimani, mencintai, dan meneladani beliau. Kita beriman bahwa Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah utusan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Konsekuensinya, kita taat terhadap apa yang beliau perintahkan dan kita meninggalkan apa yang beliau larang.
وَمَا آَتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا
Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. (QS. Al-Hasyr: 7)
Kecintaan kepada beliau merupakan bekal utama menghadapi kehidupan di akhirat kelak. Sebagaimana hadits dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu:
أَنَّ رَجُلًا سَأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ السَّاعَةِ فَقَالَ مَتَى السَّاعَةُ قَالَ وَمَاذَا أَعْدَدْتَ لَهَا قَالَ لَا شَيْءَ إِلَّا أَنِّي أُحِبُّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ أَنْتَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ
Ada seorang lelaki bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tentang hari kiamat. Orang itu bertanya, “Kapankah hari kiamat itu?” Rasulullah balik bertanya, “Apa yang telah engkau persiapkan untuk hari itu?” Orang itu menjawab, “Tidak ada, hanya saja sesungguhnya saya mencintai Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam.” Rasulullah bersabda, “Engkau akan bersama dengan orang yang engkau cintai.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya mensyaratkan kita untuk meneladani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla:
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu”. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Ali Imran: 31)
Di sinilah pentingnya kita mempelajari hadits dan sirah nabawiyah. Semakin mengenal beliau, insya Allah kita semakin mencintai beliau. Dan semakin memahami hadits-hadits beliau, semakin mudah bagi kita untuk meneladani beliau.
Baca juga: Hadits Arbain ke-4
5. Ketulusan untuk pemimpin kaum muslimin
Poin kelima dari kandungan hadits Arbain Nawawi ke-7 ini adalah ketulusan untuk pemimpin kaum muslimin.
وَلِأَئِمَّةِ المُسْلِمِيْنَ
dan (ketulusan) untuk para pemimpin kaum muslimin.
Ketulusan untuk pemimpin kaum muslimin artinya kita mentaatinya, membantunya, dan mengingatkan jika mereka salah. Selama tidak menyuruh kepada kemaksiatan, wajib bagi kita untuk taat kepada pemimpin kaum muslimin.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kalian. (QS. An-Nisa’: 59)
Ketika pemimpin kaum muslimin berada di jalan yang benar, kita wajib taat dan membantu mereka. Sedangkan jika mereka keliru, kaum muslimin punya kewajiban untuk mengingatkan mereka. Kewajiban ini terutama untuk para ulama yang sangat memahami kebeneran dan karena tidak semua orang memiliki akses untuk menyampaikan nasihat tersebut. Pahala besar menanti para ulama yang berani mengingatkan para pemimpin yang berbuat zalim.
أَفْضَلُ الْجِهَادِ كَلِمَةُ عَدْلٍ عِنْدَ سُلْطَانٍ جَائِرٍ
Jihad yang paling utama adalah (mengatakan) kalimat yang benar di hadapan penguasa yang zalim. (HR. Tirmidzi, Abu Daud, dan Ibnu Majah; hasan)
Baca juga: Hadits Arbain ke-5
6. Ketulusan untuk kaum muslimin secara umum
Poin terakhir dari kandungan hadits Arbain Nawawi ke-7 ini adalah ketulusan untuk kaum muslimin secara umum.
وَعَامَّتِهِمْ
dan (ketulusan) untuk kaum muslimin secara umum.
Ketulusan untuk kaum muslimin secara umum ini artinya kita mencintai sesama kaum muslimin dan mendoakan mereka. Juga saling membantu dan meringankan beban. Terutama untuk kaum dhuafa dan yang membutuhkan.
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. (QS. Al-Maidah: 2)
Ketulusan untuk kaum muslimin secara umum juga berarti saling menasihati, saling mengingatkan dalam kebenaran, menyuruh yang ma’ruf, dan mencegah kemungkaran (amar ma’ruf nahi munkar). Sebagaimana firman Allah Subahanahu wa Ta’ala dalam Surat Al Ashr:
وَالْعَصْرِ . إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ . إِلَّا الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ
Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, serta saling menasihati supaya mentaati kebenaran dan saling menasihati supaya menetapi kesabaran. (QS. Al-Ashr: 1-3)
Semoga penjelasan ini membuat kita lebih paham tentang makna agama adalah nasihat dalam hadits Arbain Nawawi ke-7. Kemudian, kita termotivasi untuk memberikan ketulusan kepada Allah, Kitab-Nya, Rasul-Nya, dan kaum muslimin baik pemimpin maupun keseluruhan umumnya. Wallahu ‘alam bish shawab. [Muchlisin BK/BersamaDakwah]
< Hadits sebelumnya | Hadits berikutnya > |
Arbain Nawawi 6 | Arbain Nawawi 8 |