Di antara kebiasaan orang arab adalah menggunakan kuniyah (julukan) yang disandarkan kepada nama anaknya. Sebut saja Abu Bakar Abdullah, Abu Hafshah Umar, Abu Hasan Ali. Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam pun mempunyai julukan Abul Qasim (bapaknya Qasim).
Di antara nama baik yang digunakan seseorang adalah nama-nama Nabi dan Rasul serta nama shahabat Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam.
Seseorang boleh menggunakan nama Adam, Idris, Yusuf, Yunus, Muhammad, Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali dan lain sebagainya.
Namun, apakah julukan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam boleh digunakan oleh orang selain beliau? Dalam hal ini para ulama berselisih pendapat dalam beberapa madzhab berikut:
1. Madzhab Syafi’i dan Zhahiriyah berpendapat bahwa mutlak tidak halal menggunakan kuniyah (julukan) Abul Qasim, baik nama orang bersangkutan Muhammad atau Ahmad atau nama lainnya.
Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam,
سَمُّوا بِاسْمِي وَلَا تَكَنَّوْا بِكُنْيَتِي
“Silahkan kalian memakai namaku tapi jangan pakai kuniyahku.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
2. Sekelompok ulama salaf berpendapat bahwa larangan menggunakan kuniyah Abul Qasim khusus bagi mereka yang memiliki nama Muhammad atau Ahmad.
Adapun bagi orang yang tidak memiliki nama Muhammad atau Ahmad maka ia boleh menggunakan kuniyah ini.
Dalil mereka berdasarkan hadits Jabir Radhiyallahu Anhu, bahjwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
مَنْ تَسَمَّى بِاسْمِي فَلَا يَتَكَنَّى بِكُنْيَتِي، وَمَنْ تَكَنَّى بِكُنْيَتِي فَلَا يَتَسَمَّى بِاسْمِي
“Barangsiapa memiliki nama seperti namaku maka janganlah ia menggunakan kuniyahku dan barangsiapa yang mempunyai kuniyah seperti kuniyahku maka janganlah ia memakai namaku.”
Hadits ini diriwayatkan secara ringkas oleh Abu Dawud dengan sanad yang shahih.
Di samping itu, hadits ini juga dikuatkan oleh riwayat Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu bahwasanya Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah melarang menggabungkan antara nama dan kuniyahnya yakni nama Muhammad Abul Qasim.
Ar-Rafi’i berkata, “Sepertinya inilah pendapat yang paling kuat.”
3. Madzhab Maliki dan mayoritas ulama lainnya berpendapat bolehnya menggunakan kuniyah ini secara mutlak.
Adapun larangan yang telah disebutkan, hukumnya mansukh (sudah dihapus) dengan hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dari Anas Radhiyallahu Anhu, ia berkata,
“Seorang laki-laki berada di Baqi’, ia berteriak memanggil temannya, “Wahai Abul Qasim!”
Lalu Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menoleh kepadanya, maka laki-laki tersebut segera berkata, “Ya Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bukan anda yang saya maksud, tetapi si Fulan.”
Lantas Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
تَسَمُّوا بِاسْمِي وَلَا تَكَنَّوْا بِكُنْيَتِي
“Silahkan kalian memakai namaku tapi jangan pakai kuniyahku.”
Sejak generasi dahulu sampai sekarang ini pemakaian kuniyah Abul Qasim sudah sangat masyhur dipakai oleh banyak orang dan tidak ada seorang pun yang mengingkarinya.
Madzhab ini juga berdalil dengan hadits,
مَا الَّذِيْ أَحَلَّ اِسْمِي وَحَرَّمَ كُنِيَتِيْ
“Apa yang membolehkan memakai namaku, tetapi mengharamkan kuniyahku?””
Namun sayang sekali, hadits ini dhaif (lemah).
[Abu Syafiq/BersamaDakwah]
Bersambung ke Bolehkah Menggunakan Julukan Abul Qasim? (Bagian 2)