Beranda Keluarga Bolehkah Menggunakan Julukan Abul Qasim? (Bagian 2)

Bolehkah Menggunakan Julukan Abul Qasim? (Bagian 2)

0
Bunga ros (hdw)

Lanjutan dari Bolehkah Menggunakan Julukan Abul Qasim?

4. Madzhab Ibnu Jarir.

Menurutnya, hadits di atas tidak mansukh (dihapus) hanya saja larangan yang tercantum di dalamnya bukan larangan yang berhukum haram, tetapi larangan yang berhukum makruh sebagai bentuk penghormatan kepada Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam.

5. Madzhab yang berpendapat bahwa larangan menggunakan kuniyah Abul Qasim hanya ketika Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam masih hidup saja.

Adapun setelah beliau wafat maka dibolehkan menggunakan kuniyah Abul Qasim.

Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata, “Pendapat ini cukup kuat karena sebagian sahabat menamakan anak-anak mereka dengan nama Muhammad dan memberi mereka kuniyah Abul Qasim.”

Syaikh Abu Muhammad bin Abi Hamzah mengisyaratkan bahwa ia lebih menguatkan pendapat madzhab kedua, ia berkata,

“Namun demikian, yang lebih baik adalah pendapat yang pertama, karena pendapat ini lebih bersih dan menghargai nama Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam.”

Menurut pendapat saya, kuniyah tersebut boleh digunakan tetapi hukumnya makruh.

Ibnul Qayyim berkata, hukum makruh ini dapat disimpulkan dari tiga sisi:

1. Jika nama tersebut diberikan kepada orang yang tidak layak menyandangnya.

Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam telah mengisyaratkan hal itu dalam sabdanya,

إِنَّمَا أَنَا قَاسِمٌ أَقْسِمُ بَيْنَكُمْ

Aku adalah Qasim yang membagi-bagi di antara kalian.

Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam membagikan sesuatu sesuai perintah Allah Ta’ala kepada para shahabat.

Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam tidak memberikan pembagian sebagaimana yang dilakukan oleh para raja yang membagi sesuka hati mereka, di mana mereka memberi atau tidak memberi menurut kehendak mereka sendiri.

2. Dikhawatirkan terjadi pembauran nama atau salah menyebut nama ketika berbicara dan memanggil.

Hal ini seperti yang telah disinggung dalam hadits riwayat Anas bin Malik Radhiyallahu Anhu di atas.

3. Adanya kesamaan pada nama dan kuniyah Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam sekaligus (Abul Qasim Muhammad), akan menghapuskan identitas khusus yang sebenarnya dapat dibedakan dengan nama atau kuniyah.

Hal ini sama seperti terlarangnya seorang yang mengukir stempelnya seperti stempel Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam.

Di dalam Kitab Zaaul Ma’ad , Ibnul Qayyim berkata,

“Pendapat yang benar adalah menggunakan nama Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam hukumnya boleh dan terlarang menggunakan kuniyah beliau, terlebih lagi ketika beliau masih hidup. Demikian juga terlarang menggunakan nama dan kuniyah beliau sekaligus. Wallahu A’lam.”

Kesimpulan

1. Boleh menggunakan nama Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, Muhammad atau Ahmad secara mutlak.

2. Larangan menggunakan kuniyah Abul Qasim hanya berlaku ketika Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam masih hidup, sementara ketika beliau sudah wafat hukumnya boleh. Sebagian ulama menganggap hukumnya makruh.

3. Larangan yang ada dalam hadits ditujukan bagi orang yang menggabungkan antara nama dan kuniyah Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam sekaligus, Abul Qasim Muhammad atau Abul Qasim Ahmad.

4. Bagi seseorang yang menggunakan nama Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, tidak boleh menggunakan kuniyahnya. Bagi yang tidak menggunakan nama beliau, maka boleh menggunakan kuniyahnya.

Demikian dikutip dari buku Ensiklopedi Anak karya Abu Abdullah Ahmad bin Ahmad Al-Isawi.

[Abu Syafiq/BersamaDakwah]