Nama Kudus (Kota di Jawa Tengah) baru muncul usai Ja’far Shadiq (yang kemudian dikenal Sunan Kudus) melaksanakan perjalanan haji ke Tanah Suci dan kemudian melanjutkan perjalanan ke Masjidil Aqsa. Ia kembali ke Tanah Air dan mendapatkan tugas dakwah di wilayah Jawa Tengah yang sekarang dikenal dengan nama Kudus.
Sebelum cahaya Islam masuk, kawasan yang dipijak tersebut bernama Tajug. Tajug berasal dari nama atap tradisional yang digunakan sebagai tempat ibadah masyarakat Hindu ketika itu. Wilayah yang menjadi pusat peribadatan masyarakat Hindu.
Masyarakat Tajug mayoritas bermata pencaharian bercocok tanah, menangkap ikan di sungai dan sedikit berdagang. Tajug berdiri di pinggir sungai Gelis, sebuah sungai yang menjadi penghubung pendalaman dengan bandar-bandar laut besar di sebelah utara.
Saat berada di wilayah inilah, Ja’far Shadiq membangun sebuah perkampungan dakwah dan menjadikan masjid sebagai pusatnya. Tajuk pun berubah menjadi Kudus. Desa kecil ini menjelma sebagai kota pelabuhan sungai yang menghubungan pelabuhan-pelabuhan besar di Laut Utara, menuju pedalaman-pedalaman Jawa. Sebagai tempat persinggahan Ja’far Shadiq berniat menjadikan Desa Tajug sebagai sister city dari Jerusalem yang berdiri di dalam masjid suci ketiga, Al Quds atau Al Aqsha. Sunan Kudus, konon membawa satu batu dari Al Quds untuk digabungkan sebagai mihrab dalam pembangunan Masjid Kudus.
Masjid ini sangat unik, menggambarkan betapa luwes tanpa kehilangan ketegasan sebagai seorang Muslim dalam pribadi Sunan Kudus. Arsitektur masjid gabungan dari struktur bangunan masyarakat Hindu yang dipadupadankan dengan bangunan Islam. Sejak saat itu, Ja’far Shadiq mendapatkan nama barunya. Sedianya nama baru itu adalah Al Quds, tapi lidah Jawa lebih enak menyebutnya dengan sebutan Kudus.
Ada satu kisah tentang mula masuknya Islam di wilayahnya. Saat membangun masjid, mengetahui masyarakat setempat adalah masyarakat Hindu yang menganggap sapi sebagai binatang suci, maka Ja’far Shadiq memelihara seekor yang sapi yang diberinya nama Gumarang. Sebenarnya menarik sekali nama sapi Sunan Kudus. Gumarang sesungguhnya berarti kuda tunggangan, padahal
binatang ini adalah sapi. Tapi di depan nama Gumarang, Sunan Kudus menambahkan sebutan Kebo yang berarti kerbau. Jadi, binatangnya sapi, tapi beliau beri nama Kebo Gumarang. Tapi ada juga yang menyebutkan Gumarang adalah sebutan untuk sapi yang gagah dan besar dan nyaris seperti kerbau.
Sunan Kudus menambatkan gumarang miliknya di depan masjid yang sedang dibangun. Melihat sapi gumarang yang sangat besar dan ditempatkan di tempat yang mulia, di depan masjid yang sedang dibangun, maka masyarakat pun mulai tertarik untuk datang. Masyarakat pun berkumpul, saling berbisik dan bertanya, kemudian Sunan Kudus memulai majelis cerita miliknya. Ia kemudia menceritakan Al-Quran, yang dibuka dengan surat Al Fatihah dan kemudian diikuti surat kedua yang bertajuk Sapi Betina, Al Baqarah.
Saat Idul Kurban tiba, Sunan Kudus pun meminta kepada murid dan pengikutnya untuk tidak memotong sapi yang dianggap suci oleh masyarakat Hindu kala itu. Sebagai gantinya, Sunan Kudus memerintahkan untuk menyembelih kerbau yang dagingnya dibagi-bagikan kepada penduduk negeri. Sunan Kudus memikat hati masyarakat untuk tertarik dan mulai menebar benih dakwah di hati mereka dengan akhlak yang menawan. [@paramuda/BersamaDakwah]