Meskipun banyak manusia lalai darinya, bulan Sya’ban tetaplah istimewa. Selain pengangkatan amal, puncak keutamannya justru ada pada malam pertengahan atau Nisfu Sya’ban. Apa keutamaan malam Nisfu Sya’ban? Mari kita lihat dari hadits shahih yang menjadi hujjahnya.
Memang banyak hadits-hadits dhaif bahkan maudhu’ tentang malam Nisfu Syaban. Namun ada pula hadits shahih yang menjelaskan keutamaannya. Hadits shahih inilah yang akan menjadi muara pembahasan kita.
Daftar Isi
Apa Itu Malam Nisfu Sya’ban?
Malam Nisfu Syaban adalah malam pertengahan bulan Sya’ban, yakni tanggal 15 Sya’ban. Pada Sya’ban 1443 ini, insya Allah ia jatuh pada Kamis malam Jum’at, 17 Maret 2022. Berbeda dengan kalender masehi yang awal harinya dimulai pada tengah malam jam 00:00, kalender hijriyah memulai hari baru sejak matahari terbenam.
Malam Nisfu Syaban termasuk tema yang tak lepas dari pembahasan khilafiyah di kalangan para ulama. Terutama soal kemuliaan malam ini dan menghidupkannya dengan ibadah. DR Abdul Ilah Bin Husain Al Afraj dalam buku Konsep Bid’ah dan Toleransi Fiqih menjelaskan, sebagian salafush shalih seperti tabiin yang hidup di negeri Syam menyatakan malam Nisfu Syaban memiliki keutamaan. Maka mereka pun memuliakannya dan beribadah dengan sungguh-sungguh di dalamnya.
Sebagian yang lain seperti tabiin yang hidup di negeri Hijaz tidak menetapkan keistimewaan apapun bagi malam Nisfu Syaban, sama seperti malam-malam biasa.
Yang menarik, Ibnu Taimiyah dalam Iqtidha’ ash Shirati al Mustaqim menjelaskan bahwa malam Nisfu Syaban memang memiliki keutamaan dan karenanya sebagian ulama salaf mengkhususkan malam itu dengan memperbanyak ibadah shalat.
Keutamaan Malam Nisfu Syaban
Memang banyak hadits-hadits dhaif bahkan maudhu’ tentang malam Nisfu Syaban. Misalnya menyebut keutamaannya berkaitan dengan mengubah atau menunda ajal. Hal itu membuat sebagian ulama memperingatkan untuk tidak memuliakannya karena dalilnya tertolak. Apalagi jika itu adalah hadits maudhu’ (palsu) yang bisa termasuk dalam kategori berdusta atas nama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Imam Ibnu Al Arabi termasuk yang keras dalam hal ini. Ia mengatakan, “Berkenaan dengan malam Nisfu Syaban, tidak ada hadits yang bisa dijadikan sebagai landasan bagi yang berkenaan dengan keutamaannya atau yang berkenaan dengan padanya ketentuan ajal diubah. Oleh karena itu janganlah kalian memperhatikannya.”
Namun, ada satu hadits shahih yang menjelaskan keutamaan malam Nisfu Syaban. Termasuk Syaikh Nashiruddin Al-Albani yang menshahihkannya dalam As Silsilah Ash Shahihah dan menghasankannya dalam Shahih Ibnu Majah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إِنَّ اللَّهَ لَيَطَّلِعُ فِي لَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ، فَيَغْفِرُ لِجَمِيعِ خَلْقِهِ إِلاَّ لِمُشْرِكٍ أَوْ مُشَاحِنٍ
Sesungguhnya Allah memeriksa pada setiap malam nishfu Sya’ban. Lalu Dia mengampuni seluruh makhluk-Nya, kecuali yang berbuat syirik atau yang bertengkar dengan saudaranya. (HR. Ibnu Majah; shahih)
Terkait hadits ini, Atha’ bin Yasar rahimahullah mengatakan, “Tiada suatu malam selain Lailatul Qadar yang lebih mulia daripada malam Nisfu Syaban. Pada malam ini Allah Subhanahu Wa Ta’ala turun ke langit dunia kemudian memberikan ampunan kepada seluruh hamba-Nya kecuali orang musyrik (berbuat syirik), suka dengki atau pemutus tali persaudaraan.”
Inilah keutamaan malam Nisfu Syaban yang kita dapati dari hadits shahih. Pada malam itu, Allah mengampuni seluruh hamba-Nya, kecuali dua golongan: musyrikin dan musyahin.
Siapa Musyrik dan Musyahin
Jadi, dari hadits tersebut kita mengetahui bahwa keutamaan malam Nisfu Syaban adalah Allah Subhanahu wa Ta’ala mengampuni seluruh hamba-Nya kecuali musyrikin dan musyahin. Dua golongan ini tidak mendapatkan ampunan Allah Subhanahu wa Ta’ala ketika seluruh manusia memperoleh ampunan-Nya.
Siapakah mereka? Musyrikin adalah orang-orang musyrik. Yakni orang yang berbuat syirik, menyekutukan Allah. Maka semua penganut paganisme dan menyembah selain Allah, seluruhnya adalah musyrik. Jika dulu di masa awal dakwah Rasulullah, musyrik adalah orang yang menyembah berhala –Lata, Mana, Uzza, Hubal, dan lainnya- saat ini semua orang yang beribadah kepada selain Allah adalah musyrik.
Demikian pula orang yang berdoa kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah musyrik. Baik berdoa kepada sesuatu yang ia pertuhankan, maupun berdoa kepada jin atau syetan.
Sedangkan musyahin, pendapat para ulama terbagi menjadi tiga:
- Ahli bid’ah
- Orang yang memusuhi umat Islam
- Orang yang bertengkar dan bertikai dengan muslim meskipun ia sendiri adalah muslim.
Imam Ahmad dan Al Auza’i termasuk ulama yang berpendapat pengertian pertama. Al Mubarakfury termasuk ulama yang berpendapat pengertian kedua dan ketiga. Sedangkan Ath Thiby termasuk ulama yang berpendapat pengertian ketiga.
Cara Mendapatkan Keutamaan Malam Nisfu Syaban
Hadits di atas juga menunjukkan bagaimana cara mendapatkan keutamaan malam Nisfu Syaban. Dua cara agar mendapat ampunan Allah di malam itu adalah jangan menjadi musyrikin dan jangan menjadi musyaahin. Jangan berbuat syirik dan jangan bermusuhan (memutus tali persaudaraan) dengan sesama mukmin.
1. Jangan Syirik
Agar mendapatkan ampunan Allah di malam Nisfu Syaban, jangan musyrik. Jangan pernah berbuat syirik. Jangan pernah menyekutukan Allah karena ia adalah dosa terbesar.
إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا
Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar. (QS. An-Nisa’: 48)
Jangan pernah berbuat syirik karena ia adalah kesesatan yang paling sesat.
إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا بَعِيدًا
Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan dia mengampuni dosa yang selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya. (QS. An-Nisa’: 116)
Syirik membuat pelakunya tidak bisa masuk surga dan tempat kembalinya adalah neraka.
إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ
Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun. (QS. Al Maidah: 72)
Maka pastikan, hanya kepada Allah kita beribadah dan hanya kepada-Nya kita berdoa. Termasuk, hindari fenomena kesyirikan di zaman sekarang dalam beragam bentuknya. Di antara fenomena kesyirikan itu adalah berdoa dan meminta pertolongan kepada jin serta mempercayai dukun dan tukang sihir.
Baca juga: Ayat Kursi
2. Jangan Bermusuhan Sesama Muslim
Yang kedua, agar mendapatkan keutamaan malam Nisfu Syaban yakni mendapat ampunan Allah Subhanahu wa Ta’ala, jangan menjadi musyaahin. Jangan bermusuhan dengan sesama muslim. Jangan hasad dan memutus persaudaraan dengan saudara seiman.
Allah menyebut orang-orang beriman sebagai ikhwah. Saudara yang ikatan persaudaraannya seperti saudara kandung, bahkan lebih kuat lagi.
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat. (QS. Al Hujurat: 10)
Ukhuwah Islamiyah harus dijaga. Hasan Al Banna rahimahullan menjelaskan, kekuatan ukhuwah merupakan kekuatan kedua yang menjadi karakteristik masyarakat Islam di masa Rasulullah setelah kekuatan iman dan aqidah.
Pernah terjadi dalam sejarah dunia Islam, Hulagu Khan cucu Jengis Khan membantai Baghdad. Satu riwayat mengatakan korbannya 200.000 jiwa, riwayat lain menyebut korbannya 400.000 jiwa. Hulaghu juga membumihanguskan masjid, istana, bangunan-bangunan bersejarah, dan perpustakaan.
Hulaghu membangun markasnya di luar kota lalu mengirim kabar ingin bertemu ulama terbesar di Baghdad. Tidak ada ulama yang berani menemui Hulaghu karena ia terkenal dengan kebengisannya. Lalu datanglah Kadihan, guru madrasah yang masih sangat muda dan belum berjenggot. Ia membawa serta unta, kambing dan ayam jantan.
“Selama ini apakah mereka hanya menemukan orang sepertimu untuk menghadapku?” tanya Hulaghu setelah memperhatikan Kadihan dari ujung kaki hingga ujung kepala.
“Jika engkau ingin bertemu dengan yang lebih besar dariku, di luar ada unta. Apabila engkau ingin menemui yang berjenggot, di luar ada kambing. Jika ingin bertemu dengan yang suaranya lantang, di luar ayam jantan,” jawab Kadihan dengan tenang. “Engkau bisa menemui mereka kapan pun engkau mau.”
Hulaghu mengerti bahwa pemuda di depannya bukan orang biasa. Lantas ia bertanya, “Apa sebab yang mendatangkanku kemari?”
“Amal-amal kami. Saat kami lupa kepada Allah. Tidak bersyukur atas nikmat-Nya. Berfoya-foya. Saling bermusuhan. Allah mendatangkanmu untuk mencabut nikmat-Nya dari kami.”
“Lalu apa yang bisa mengusirku dari sini?”
“Saat kami sadar kembali lalu bersyukur dan bersatu, engkau tidak akan bertahan menghadapi kami.”
Maka, jangan sampai kita bertengkar dan bermusuhan apalagi terhadap saudara seiman. Apalagi jika mereka adalah orang-orang terdekat seperti kerabat, tetangga, sahabat dan rekan kerja. Semoga dengan menjaga aqidah dan persaudaraan, Allah mencurahkan rahmat-Nya dan secara khusus menganugerahkan keutamaan malam Nisfu Syaban kepada kita. Mengampuni dosa-dosa kita. [Muchlisin BK/BersamaDakwah]