Beranda Kisah-Sejarah Kisah Nyata Kisah Nyata: Masuk Islamnya Pemilik Perusahaan di Amerika

Kisah Nyata: Masuk Islamnya Pemilik Perusahaan di Amerika

1
sumber gambar: www.dream.co.id

Setelah mengucapkan dua kalimat syahadat di hadapan Syeikh Nabil al-Audi di tengah para jamaah kaum Muslimin, laki-laki pemilik perusahaan dengan banyak anak cabang dan aset di Amerika ini meluapkan tangisnya. Kencang. Menggetarkan siapa yang mendengarnya.

Ketika ada yang berniat menenangkan laki-laki ini, Syeikh Nabil mencegah. Membiarkan saudara barunya itu dalam tangis syahdunya. Setelah usai, barulah beliau bertanya, “Mengapa engkau menangis sekencang itu?”

“Sungguh,” tutur laki-laki pimpinan perusahaan ini, “aku tidak tahu sebabnya. Setelah mengucapkan dua kalimat yang aku tirukan dari Syeikh, ada rasa bahagia yang masuk ke dalam hatiku. Bahagia yang belum pernah kurasakan sebelumnya.”

Sang pemilik perusahaan, sebelum tangis bahagia itu, mengisahkan sebab ketertarikannya kepada Islam yang mulia. Berawal dari gundah, gulana, masalah, dan kepedihan hidup, padahal dia merupakan orang yang kaya raya. Dalam masa yang sama, dia merasa heran dengan salah satu karyawannya.

Meski gaji si karyawan biasa-biasa saja, setiap kali laki-laki pemimpin perusahaan ini masuk ke dalam ruang kerja si karyawan, tidaklah sekali pun dijumpai, kecuali ia dalam keadaan tersenyum. Bahagia. Didorong  oleh rasa penasaran, sang pimpinan pun bertanya, “Mengapa engkau selalu tersenyum?”

Jawab karyawan lugas, “Karena aku selalu bahagia.”

“Apa yang membuatmu selalu merasakan hal itu?” tanya pimpinan perusahaan.

“Karena aku seorang Muslim.” terangnya jujur.

Sang pemimpin perusahaan pun mulai tertarik dengan penuturan karyawannya. Dia menyimpulkan, di dalam agama yang dianut oleh karyawannya itu, ada jaminan kebahagiaan bagi setiap pemeluknya.

Karyawan asal negeri India ini menerangkan, Nabi umat Islam yang merupakan Nabi akhir zaman mengajarkan dua hal yang menjadikan kaum Muslimin terlihat menakjubkan. Ialah sabar dan syukur yang tidak dijumpai pada umat selain umat Islam.

Saat mendapatkan nikmat, seorang Muslim dianjurkan untuk senantiasa bersyukur, mengucap terimakasih dan taat kepada Allah Ta’ala. Syukur itu berdampak baik bagi pelakunya, bahkan bisa menjadi sebab bertambahnya nikmat.

Sebaliknya, ketika duka tengah bertamu, seorang Muslim dianjurkan untuk berlaku sabar. Menerima ketentuan Allah Ta’ala dengan hati bahagia. Puas. Ridha. Ikhlas.

Sabar inilah yang membuat orang-orang Muslim tetap tersenyum, bahagia, sumringah, meski ada begitu banyak ujian hidup yang dialami.

Karena senyum yang dilihat dari karyawannya itulah, sang laki-laki yang aset perusahaannya jutaan dolar memilih masuk Islam. seluruh harta dan pencapaiannya tak bisa menjadi sebab bahagia. Sebab bahagia terletak di dalam hati.

Wallahu a’lam. [Pirman/BersamaDakwah]

Sumber: Ketika Kisah Menuturkan Hikmahnya, Zulfi Akmal, Pro-U Media 2014

BARU 1 KOMENTAR

  1. sebuah kisah yang sangat menyentuh hati, kebahagian tidak terletak pada seberapa banyaknya harta yang kita punya, tetapi lebih kepada sebrapa besar kita bersyukur kepada pencipta alam Semesta Allah SWT.

Komentar ditutup.