Lanjutan dari Mari Bertaubat Sebelum Terlambat
Tidak ada tempat bagi seorang hamba untuk beristirahat kecuali di bawah naungan sebuah pohon yang baik. Tidak ada pula tempat tinggal bagi orang yang mencintai kecuali hari bertambahnya kenikmatan (Hari Kiamat).
Jauhilah sikap lalai. Ketahuilah olehmu, bahwa sebaik-baiknya hari yang engkau miliki adalah hari kembalinya engkau kepada Allah Ta`ala.
Oleh karena itu, jujurlah dalam menempuh perjalanan itu dan merasa senanglah dengan hadits Rasullullah Shallallahu Alaihi wa Sallam,
لَلَّهُ أَشَدُّ فَرَحًا بِتَوْبَةِ عَبْدِهِ حِيْنَ يَتُوبُ إِلَيْهِ مِنْ أَحَدِكُمْ كَانَ عَلَى رَاحِلَتِهِ بِأَرْضِ فَلاَةٍ، فَانْفَلَتَتْ مِنْهُ، وَعَلَيْهَا طَعَامُهُ وَشَرَابُهُ، فَأَيِسَ مِنْهَا، فَأَتَى شَجَرَةً فَاضْطَجَعَ فِي ظِلِّهَا، قَدْ أَيِسَ مِنْ رَاحِلَتِهِ، فَبَيْنَا هُوَ كَذَلِكَ، إِذَا هُوَ بِهَا قَائِمَةً عِنْدَهُ، فَأَخَذَ بِخِطَامِهَا، ثُمَّ قَالَ مِنْ شِدَّةِ الْفَرَحِ: اللَّهُمَّ أَنْتَ عَبْدِي وَأَنَا رَبُّكَ، أَخْطَأَ مِنْ شِدَّةِ الْفَرَحِ
“Sungguh, Allah lebih senang dengan taubatnya seorang hamba melebihi salah seorang di antara kalian ketika berada di atas tunggangannya di tengah-tengah gurun pasir.
Tatkala ia kehilangan tunggangannya, yang mana perbekalannya bersama tunggangannya itu, maka ia pun berputus asa darinya.
Kemudian ia mendatangi sebuah pohon untuk berbaring dan berteduh di bawah naungannya, sungguh ia telah putus asa terhadap tunggangannya itu.
Dan ketika ia dalam keadaan seperti itu, tiba-tiba tunggangannya berdiri di sisinya, maka ia segera memegang tali kekangnya. Lalu ia pun mengucapkan doa dengan penuh rasa senang,
“Ya Allah, sesungguhnya Engkau adalah hambaku dan aku adalah tuhan-Mu,” Dia salah berucap saking senangnya.” (HR. Muslim).
Yahya bin Muadz Radiyallahu Anhu berkata,
“Godaan iblis yang paling besar menurutku adalah bersikap tenang dalam berbuat dosa dengan mengharap ampunan dari Allah tanpa adanya penyesalan dan mengira telah mendekatkan diri kepada Allah tanpa melakukan ketaatan.
Menunggu hasil dari surga dengan menanam benih api neraka, meminta surga dengan melakukan kemaksiatan.
Menungu datangnya balasan tanpa adanya perbekalan amal. Berangan-angan dalam melakukan ketaatan kepada Allah dengan menyia-nyiakan ketaatan tersebut.
Barang siapa yang menginginkan surga maka ia harus menjauhi keinginan syahwatnya. Begitu juga, barang siapa takut akan api neraka maka ia harus berpaling dari perbuatan tercela.”
[Abu Syafiq/BersamaDakwah]
Berlanjut ke Mari Bertaubat Sebelum Terlambat (Bagian 3)