Setiap yang berjiwa, termasuk anak-anak dan bayi, wajib zakat fitrah jika orangtuanya mampu menzakati. Lalu, bagaimana niat zakat fitrah untuk anak laki-laki dan anak perempuan?
Daftar Isi
Hukum Zakat Fitrah
Hukum zakat fitrah adalah fardhu ‘ain bagi setiap muslim yang hidup pada akhir Ramadhan dan memiliki makanan pokok pada hari itu. Termasuk anak-anak, baik laki-laki maupun perempuan. Bahkan, bayi yang baru lahir sekalipun.
Karena mereka tidak memiliki harta, maka menjadi kewajiban ayah (kepala keluarga) untuk mengeluarkan zakat fitrah mereka.
Hukum zakat fitrah ini berdasarkan hadits dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَرَضَ زَكَاةَ الْفِطْرِ مِنْ رَمَضَانَ عَلَى كُلِّ نَفْسٍ مِنَ الْمُسْلِمِينَ حُرٍّ أَوْ عَبْدٍ أَوْ رَجُلٍ أَوِ امْرَأَةٍ صَغِيرٍ أَوْ كَبِيرٍ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah mewajibkan zakat fitrah di bulan Ramadhan kepada seluruh jiwa kaum muslimin baik orang merdeka maupun budak, laki-laki maupun wanita, anak kecil maupun orang dewasa sebanyak satu sha’ kurma atau satu sha’ gandum. (HR. Muslim)
Jenis dan Besar Zakat Fitrah
Seperti hadits riwayat Imam Muslim dari Ibnu Umar di atas, zakat fitrah dikeluarkan dalam bentuk makanan pokok. Di Madinah pada masa Rasulullah, berupa kurma atau gandum. Besar atau banyaknya adalah satu sha’.
Di zaman kita di Indonesia, bisa berupa beras. Besarnya tetap satu sha’. Berapa Kg dalam timbangan beras di Indonesia?
Syekh Musthafa Al-Bugha dalam Fikih Manhaji Madzhab Syafi’i menjelasakan, ukuran sha’ yang Rasulullah pakai berisi lebih kurang 4 mud (genggam). Atau, setara dengan 3 liter dan berat 2400 gram.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) menjelaskan, madzab Syafi’i memiliki tiga pendapat untuk konversi sha’ menjadi Kg. Sebagian berpendapat 2,2 kg, sebagian berpendapat 2,5 kg, dan sebagian lagi berpendapat 2,7 kg. MUI mengambil angka yang maksimal, yaitu 2,7 kg untuk kehati-hatian dalam beribadah. Angka ini bisa kita dapati dalam Fatwa MUI Nomor 65 Tahun 2022 tentang Hukum Masalah-masalah terkait Zakat Fitrah.
Waktu Mengeluarkannya
Para ulama sepakat, wajib mengeluarkan zakat fitrah pada akhir Ramadhan. Namun, mereka berbeda pendapat mengenai batas waktu itu.
Sayyid Sabiq dalam Fiqih Sunnah menjelaskan bahwa menurut Imam Ahmad, Imam Syafi’i dalam qaul jadid, dan satu riwayat Imam Malik, waktu wajibnya adalah ketika terbenamnya matahari pada malam Idul Fitri karena saat itulah waktu berbuka puasa Ramadhan.
Sedangkan menurut Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’i dalam qaul qadim, dan satu riwayat Imam Malik, waktu wajibnya adalah ketika terbit fajar pada hari raya Idul Fitri.
Jika waktu wajib zakat ini adalah akhir Ramadhan, bolehkah membayarkannya lebih awal? Menurut jumhur ulama, boleh mengeluarkan satu hari atau dua hari sebelum hari raya Idul Fitri sebagaimana kebiasaan Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu.
Menurut madzhab Syafi’i, boleh mengeluarkan zakat fitrah sejak awal Ramadhan. Sedangkan menurut madzhab Hanafi, boleh mengeluarkannya sebelum bulan Ramadhan.
Yang harus menjadi perhatian, batas akhir mengeluarkan zakat fitrah adalah sebelum Sholat Idul Fitri. Jika mengeluarkannya setelah sholat id, ia menjadi sedekah biasa.
مَنْ أَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلاَةِ فَهِىَ زَكَاةٌ مَقْبُولَةٌ وَمَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلاَةِ فَهِىَ صَدَقَةٌ مِنَ الصَّدَقَاتِ
“Barangsiapa yang menunaikan zakat fithri sebelum sholat id maka zakatnya diterima. Dan barangsiapa yang menunaikannya setelah sholat maka itu hanya dianggap sebagai sedekah di antara berbagai sedekah.” (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah; hasan)
Niat Zakat Fitrah untuk Anak Laki-laki
Dalam bab Zakat buku Fikih Manhaji Madzhab Syafi’i, Syaikh Mushtofa Al Bugho menulis satu sub bab khusus berjudul Hukum Niat ketika Mengeluarkan Zakat.
Seorang muzakki wajib berniat ketika membayarkan zakatnya. Hal ini untuk membedakannya dengan pembayaran jenis lain seperti kafarat sumpah atau infaq. Ketentuan ini berdasarkan hadits yang sangat populer, “Sesungguhnya perbuatan itu tergantung pada niat.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Jika muzakki membayar langsung zakatnya, maka ia niat zakat ketika hendak menyerahkan zakat itu kepada mustahiq. Boleh juga ia niat zakat ketika memisahkan bagian zakat dengan hartanya yang lain.
Adapun ketika ia menyerahkan zakat kepada pemerintah atau lembaga amil zakat, maka ia harus niat zakat ketika menyerahkannya kepada pemerintah atau lembaga amil zakat.
Semua ulama sepakat bahwa tempat niat adalah hati. Melafadzkan niat bukanlah suatu syarat. Artinya, tidak harus melafadzkan niat.
Syaikh Wahbah Az Zuhaili dalam Fiqih Islam wa Adillatuhu menjelaskan, menurut jumhur ulama selain madzhab Maliki, melafadzkan niat hukumnya sunnah dalam rangka membantu hati menghadirkan niat.
Sedangkan dalam madzhab Maliki, yang terbaik adalah tidak melafalkan niat karena tidak ada contohnya dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Jika seorang kepala keluarga mengeluarkan zakat fitrah untuk anaknya, terutama yang masih kecil dan belum bisa berniat sendiri, maka lafadz niat zakat fitrah untuk anak laki-laki adalah sebagai berikut:
ﻧَﻮَﻳْﺖُ ﺃَﻥْ ﺃُﺧْﺮِﺝَ ﺯَﻛَﺎﺓَ ﺍﻟْﻔِﻄْﺮِ ﻋَﻦْ ﻭَﻟَﺪِﻱْ … ﻓَﺮْﺿًﺎ لِلَّهِ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ
(Nawaitu an ukhrija zakaatal fithri ‘an waladii … fardhol lillaahi Ta’aalaa)
Artinya:
Aku niat mengeluarkan zakat fitrah untuk anak laki-lakiku…. (sebutkan nama), fardhu karena Allah Ta’ala
Baca juga: Niat Zakat Fitrah untuk Diri Sendiri
Niat Zakat untuk Anak Perempuan
Jika seorang kepala keluarga mengeluarkan zakat fitrah untuk anak perempuan yang masih kecil dan belum bisa berniat sendiri, maka lafadz niat zakat fitrah untuk anak perempuan adalah sebagai berikut:
ﻧَﻮَﻳْﺖُ ﺃَﻥْ ﺃُﺧْﺮِﺝَ ﺯَﻛَﺎﺓَ ﺍﻟْﻔِﻄْﺮِﻋَﻦْ ﺑِﻨْﺘِﻲْ … ﻓَﺮْﺿًﺎ لِلَّهِ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ
(Nawaitu an ukhrija zakaatal fithri ‘an bintii … fardhol lillaahi Ta’aalaa)
Artinya:
Aku niat mengeluarkan zakat fitrah untuk anak perempuanku…. (sebutkan nama), fardhu karena Allah Ta’ala
Demikian pembahasan zakat fitrah secara ringkas dan bagaimana niat zakat fitrah untuk anak laki-laki dan anak perempuan. Wallahu a’lam bish shawab. [Muchlisin BK/BersamaDakwah]