Pasukan oposisi menyatakan Suriah telah terbebas dari kekuasaan Presiden Bashar al-Assad, Ahad (8/12). Bashar Al Assad melarikan diri dari Damaskus di tengah serbuan pasukan oposisi ke ibu kota Suriah tersebut.
Larinya Bashar al-Assad menandai tumbangnya kekuasaan keluarga Assad dan rezim Partai Baath yang telah berlangsung selama lebih dari 53 tahun. Keruntuhan rezim Assad ini menjadi momen bersejarah bagi Suriah.
Bashar Al-Assad adalah generasi kedua rezim Assad yang berkuasa di Suriah lebih dari lima dekade. Ia mengambil tampuk kekuasaan Suriah melalui pemilihan umum melawan kotak kosong pada 2000 lalu, setelah ayahnya, Hafez al-Assad, meninggal dunia.
Hafez adalah bagian dari kelompok minoritas alawi, sebuah cabang aliran Syiah. Ia merintis karir politiknya sehingga bisa memimpin Partai Baath, partai politik yang mengusung nasionalisme Arab dengan kecenderungan sosialis. Sebagaimana haluan politik Baath, Hafez membawa Suriah lebih dekat ke Uni Soviet.
Bashar adalah anak kedua Hafez. Ia menjadi perhatian setelah sang kakak, Bassel al-Assad, tewas dalam kecelakaan mobil pada 1994. Bashar belajar militer hingga menjadi kolonel, lalu mencalonkan diri sebagai Presiden setelah parlemen mengubah syarat usia calon presiden turun dari 40 tahun menjadi 34 tahun, persis usia Bashar saat itu.
Detik-detik Tumbangnya Rezim Assad
Ketika gelombang Arab Spring terjadi pada 2010, warga Suriah memanfaatkan momen itu untuk demonstrasi menuntut reformasi. Protes damai juga menuntut mundurnya Presiden Bashar al-Assad yang selama ini dikenal sebagai tiran yang mengekang kebebasan rakyat.
Rezim Assad justru menghadapi protes damai itu dengan kekerasan. Karena banyaknya korban penangkapan dan tangan besi rezim al-Assad, protes damai berkembang menjadi perlawanan bersenjata. Perang saudara dan pemberontakan pun meletus sejak 2011.
Perlawanan bersenjata di Suriah cukup rumit karena melibatkan empat faksi utama: rezim Assad, kelompok oposisi, ISIS, dan pasukan Kurdi. Pasang surut pun mewarnai 11 tahun perang saudara di Suriah, hingga peningkatan arus pemberontakan pada 2024 ini.
Pertempuran antara pasukan rezim Assad dengan kelompok oposisi kembali pecah pada 27 November 2024. Pemberontakan mulai menguat di kawasan pedesaan di barat Aleppo, sebuah kota besar di Suriah utara. Pada 30 November, kelompok oposisi berhasil merebut pusat kota Aleppo dan menguasai keseluruhan Provinsi Idlib.
Kelompok oposisi kemudian merebut pusat kota Hama pada 5 Desember. Mereka juga merebut sejumlah permukiman di titik-titik strategis di provinsi Homs yang menjadi gerbang masuk ke Damaskus.
Pada 6 Desember, pasukan oposisi merebut kawasan Daraa di Suriah selatan dekat perbatasan dengan Yordania. Kemudian merebut kendali di Provinsi Suwayda di Suriah selatan. Sedangkan kelompok oposisi setempat turut merebut kendali di Quneitra pada hari yang sama.
Pada 7 Desember, kelompok oposisi memasuki Damaskus dari sisi selatan ibu kota Suriah itu. Pasukan militer pemerintah kemudian menarik diri dari kompleks kementerian pertahanan, kementerian dalam negeri, dan bandara internasional Damaskus.
Pada 8 Desember, Damaskus pun takluk setelah pasukan rezim Assad kehilangan kendali atas keseluruhan kota. Pada hari itu Bashar Al-Assad melarikan diri dari Damaskus dengan pesawat terbang. Rusia telah menyatakan Bashar al-Assad kini berada di Moskow, mendapatkan suaka dari Presiden Rusia Vladimir Putin.
Baca juga: Kalimat Terakhir Bocah Suriah Ini Bikin Merinding
Kekejaman Rezim Bashar Al-Assad
Runtuhnya rezim Assad membawa angin segar bagi Suriah, menandai jatuhnya tiran yang berkuasa selama lebih dari 53 tahun. Banyak kisah kekejaman rezim Bashar al-Assad dalam memperlakukan rakyatnya sendiri.
Mereka yang ditangkap karena melakukan demonstrasi mengalami siksaan mengerikan di penjara. Apalagi kelompok oposisi. Maimon Herawati menyampaikan kisah-kisah pedih dari survivol penjara Bashar al-Assad.
“Salah satu kisah, seorang suami dipaksa menyerahkan diri. Dia tentara Bashar yang menolak bertugas. Istri, ibu, dan adik perempuannya ditangkap. Sepekan dia melarikan diri dan akhirnya menyerah dengan syarat istri, ibu dan saudarinya dibebaskan,” tuturnya di akun Facebook Maimon Herawati II.
Pada hari dia menyerah, militer Bashar menawarinya kopi. Dia menolak. “Bebaskan saja keluargaku yang perempuan. Tidak usah menghidangkan kopi segala.”
“Oh, tapi kami sudah siapkan kopi.”
Masuklah kopi, dibawakan istrinya yang tanpa pakaian sehelai pun!
Berita yang kemudian terdengar, suami ini meninggal dua hari kemudian. Tidak ada kabar tentang istri, ibu, dan saudarinya. Asumsi yang ada, beliau melawan dan dihabisi.
Kisah yang lain, seorang perempuan diperkosa setiap hari sepanjang dalam penjara. Bertahun kemudian, beliau gila.
“Kisah yang lain lagi, saking parahnya siksaan tentara Bashar, ibu yang di hadapan saya hanya bisa tidur. Rahimnya rusak berat,” lanjut Maimon Herawati. [NF/BDN]