Surat Al Qasas ayat 77 adalah ayat yang menjelaskan pentingnya keseimbangan mencari pahala akhirat tanpa melupakan dunia. Berikut ini arti, tafsir, dan kandungan maknanya.
Surat Al Qasas (القصص) merupakan surat makkiyah. Nama surat ini al qasas yang berarti kisah-kisah, di dalamnya terdapat kisah para Nabi termasuk kisah Nabi Musa ‘alaihi salam dari kelahiran hingga mendapatkan risalah. Memberi inspirasi kepada kaum muslimin yang saat itu tertindas di Mekkah bahwa kelak mereka akan mendapatkan kemenangan sebagaimana Nabi Musa.
Sedangkan ayat 75 ini merupakan rangkaian kisah Qarun, di mana sebagian nasihat untuknya dan untuk orang-orang sesudahnya adalah mencari pahala akhirat. Namun demikian, boleh bagi mereka menikmati dunia sebagai sarana yang halal menuju kebahagiaan di akhirat.
Daftar Isi
Surat Al Qasas Ayat 77 dan Artinya
Berikut ini Surat Al Qasas ayat 77 dalam tulisan Arab, tulisan Latin, dan artinya dalam bahasa Indonesia:
وَابْتَغِ فِيمَا آَتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآَخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ
(Wabtaghi fiimaa aataakalloohud daarol aakhirota walaa tansa nashiibaka minad dunyaa wa ahsink kamaa ahsanalloohu ilaika walaa tabghil fasaada fil ardl. Innallooha laa yuhibbul mufsiddin)
Artinya:
Dan carilah pada apa yang telah Allah anugerahkan kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) dunia dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.
Baca juga: Ayat Kursi
Tafsir Surat Al Qasas Ayat 77
Tafsir Surat Al Qasas ayat 77 ini kami sarikan dari Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Fi Zhilalil Quran, Tafsir Al Azhar, dan Tafsir Al-Misbah. Harapannya, agar kaya dengan khazanah keilmuan tetapi tetang ringkas.
Kami memaparkannya menjadi beberapa poin mulai dari redaksi ayat dan artinya. Kemudian tafsirnya yang merupakan intisari dari tafsir-tafsir di atas.
1. Perintah mencari pahala akhirat
Poin pertama dari Surat Al Qasas ayat 77 ini adalah Allah memerintahkan untuk mencari pahala akhirat.
وَابْتَغِ فِيمَا آَتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآَخِرَةَ
Dan carilah pada apa yang telah Allah anugerahkan kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat,
Ayat ini merupakan rangkaian kisah tentang Qarun. Ayat 76 mengungkapkan siapa Qarun dan nasihat kaumnya kepada Qarun agar tidak membanggakan diri. Lalu pada ayat 77 ini, Allah memberikan panduan-Nya.
“Maksudnya, gunakanlah harta yang berlimpah dan nikmat yang bergelimang sebagai karunia Allah kepadamu ini untuk bekal ketaatan kepada Tuhanmu dan mendekatkan diri kepada-Nya dengan mengerjakan berbamai amal ibadah yang dengannya kamu akan mendapatkan pahala di dunia dan akhirat,” tulis Ibnu Katsir saat menafsirkan ayat ini.
Menurut Ibnu Asyur, kata fiimaa (فيما) mengandung makna terbanyak atau pada umumnya. Mengisyaratkan, dari mayoritas harta yang manusia punya, seharusnya yang terbanyak adalah untuk mencari kebahagiaan akhirat.
Baca juga: Ayat Seribu Dinar
2. Tidak terlarang menikmati dunia
Poin kedua dari Surat Al Qasas ayat 77 ini adalah Allah memperbolehkan manusia menikmati bagiannya di dunia.
وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا
dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) dunia
Ibnu Katsir menjelaskan, melalui firman-Nya ini, Allah menghalalkan makanan, minuman, pakaian, rumah, dan pernikahan. Allah juga menunjukkan bahwa manusia memiliki kewajiban terhadap Tuhannya, kewajiban terhadap diri sendiri, kewajiban terhadap keluarganya, hingga kewajiban terhadap tamunya. Semua kewajiban itu harus tertunaikan.
Dua poin pertama ini, menurut Sayyid Qutb, mencerminkan keseimbangan manhaj Ilahi yang lurus.
“Manhaj yang menggantungkan hati orang yang memiliki harta dengan akhirat, dan tidak melarangnya untuk mengambil sebagian harta dalam kehidupan dunia ini. Bahkan, manhaj Ilahi ini mendorongnya untuk mencarinya dan menugaskannya untuk melakukan hal itu. Sehingga, ia tidak menjadi sosok yang membenci dunia, menyia-nyiakan dunia ini, dan melemahkan kehidupan ini,” tulis Sayyid Qutb dalam Tafsir Fi Zhilalil Qur’an.
Quraish Shihab menjelaskan dalam Tafsir Al-Misbah, sebagaimana penafsiran Ibnu Asyur, penggalan ayat ini merupakan larangan untuk makna mubah. Artinya, bukan haram mengabaikannya tetapi boleh untuk mengambilnya.
Secara ringkas, Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar menguatkan tafsir nashiibaka minad dunya adalah harta yang halal. Sebagaimana penafsiran Ibnu Al-Arabi.
Baca juga: Surat Yusuf Ayat 4
3. Perintah berbuat baik
Poin ketiga dari Surat Al Qasas ayat 77 ini adalah perintah untuk berbuat baik.
وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ
dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu,
Menurut Ibnu Katsir,maknanya adalah berbuat baiklah kepada sesama makhluk Allah sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu.
Sayyid Qutb menjelaskan, karena harta ini adalah pemberian dan anugerah dari Allah, berbuat baiklah dengan bersyukur dan berbuat baiklah kepada sesama manusia.
Sedangkan Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar menjelaskan, berbuat ihsan itu ada dua. Pertama, ihsan kepada Allah yakni beribadah seakan-akan melihat Allah atau yakin Allah melihatnya. Sebagaimana Hadits Arbain ke-2:
أَنْ تَعْبُدَ اللّٰهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ
Hendaklah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, kalaupun engkau tidak melihat-Nya, sesungguhnya Dia melihatmu. (HR. Muslim)
Kedua, ihsan kepada sesama manusia yakni berbuat baik kepada mereka.
Banyak ulama mengartikan kata kamaa (كما) dengan sebagaimana. Namun, sebagian ulama enggan memaknai demikian karena betapapun manusia berusaha berbuat baik kepada sesamanya, mereka tidak akan bisa berbuat baik sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadanya. Karena Allah memberikan segala hal yang manusia butuhkan sejak ia dalam kandungan hingga akhir hayatnya. Karenanya, menurut mereka arti kamaa (كما) di sini adalah “disebabkan karena.” Yakni karena Allah telah melimpahkan berbagai karunia, seharusnya manusia juga berbuat baik menurut kemampuannya.
Baca juga: Surat Al Ahzab Ayat 70-71
4. Larangan berbuat kerusakan
Poin keempat dari Surat Al Qasas ayat 77 ini adalah larangan berbuat kerusakan di muka bumi.
وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ
dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi.
“Yaitu janganlah cita-cita yang sedang kamu jalani itu untuk membuat kerusakan di muka bumi dan berbuat jahat terhadap makhluk Allah,” tulis Ibnu Katsir.
Menurut Sayyid Qutb, kerusakan di sini adalah berbuat aniaya dan berbuat zalim. Kerusakan akibat menggunakan kenikmatan tanpa kontrol, tidak mendekatkan diri kepada Allah, dan tidak memperhatikan akhirat. Juga kerusakan dengan membelanjakan harta bukan pada tempatnya atau menahannya dari tempat yang seharusnya.
Contoh membelanjakan harta bukan pada tempatnya adalah menggunakan harta untuk berjudi, minum minuman keras, berzina, dan berbuat kemaksiatan lainnya. Menahannya dari tempat yang seharusnya misalnya tidak mengeluarkan zakat dan tidak mau bersedekah sebagaimana Qarun.
Baca juga: Surat Ar Rum Ayat 21
5. Allah tidak meyukai orang yang berbuat kerusakan
Poin kelima dari Surat Al Qasas ayat 77 ini adalah penegasan bahwa Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan.
إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.
Mengapa tidak boleh berbuat kerusakan di muka bumi? Karena Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan.
“Kalau Allah telah menyatakan bahwa Dia tidak menyukai orang yang suka merusak di bumi, maka balasan Allah pasti datang, cepat atau lambat. Dan jika hukuman Allah datang, seorang pun tidak ada yang mempunyai kekuatan dan daya upaya buat menangkisnya,” tulis Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar.
Ketika menjelaskan ayat ini dalam Tafsir Al-Misbah, Quraish Shihab memberikan beberapa catatan penting. Pertama, dalam pandangan Islam, dunia dan akhirat merupakan satu kesatuan. Yakni dunia tempat menanam, akhirat tempat menuai. Semua amal termasuk bekerja bisa menjadi amal akhirat jika ikhlas, sedangkan amal seperti shalat bisa menjadi amal dunia jika tidak ikhlas.
Kedua, pentingnya memposisikan akhirat sebagai tujuan dan dunia sebagai sarana. Dengan demikian, semakin banyak yang kita peroleh secara halal di dunia ini, semakin besar kesempatan mendapatkan kebahagiaan di akhirat jika kita gunakan untuk mencari akhirat.
Ketiga, ayat di atas menggunakan redaksi yang bersifat aktif ketika berbicara untuk kebahagiaan akhirat yakni carilah. Sedangkan ketika berbicara tentang dunia, menggunakan redaksi pasif yakni jangan melupakan. Oleh karena itu, semestinya perhatian besar kita tertuju kepada kebahagiaan di akhirat, bukan kepada dunia karena ia hanya sarana.
Baca juga: Surat Al Alaq Ayat 1-5
Kandungan Surat Al Qasas Ayat 77
Berikut ini adalah isi kandungan Surat Al Qasas Ayat 77:
- Allah memerintahkan untuk mencari kebahagiaan akhirat.
- Allah memperbolehkan hamba-Nya untuk mencari bagian dunia.
- Allah sangat baik kepada hamba-Nya dengan memberikan berbagai nikmat sejak ia berada dalam kandungan hingga ia meninggal dunia.
- Allah memerintahkan berbuat baik.
- Allah melarang manusia berbuat kerusakan.
- Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.
- Ayat ini mengajarkan keseimbangan dalam artian mencari kebahagiaan di akhirat tanpa melupakan dunia sebagai sarana menuju akhirat.
- Dunia dan akhirat adalah satu kesatuan, di mana dunia tempat kita beramal sedangkan akhirat tempat kita menuai.
- Memusatkan perhatian kita lebih banyak kepada kebahagiaan di akhirat, bukan kepada dunia karena dunia adalah sarana.
Demikian Surat Al Qasas ayat 77 mulai dari tulisan Arab dan Latin, terjemah dalam bahasa Indonesia, tafsir, dan isi kandungan maknanya. Semoga bermanfaat dan menjadikan kita bahagia di dunia dan di akhirat. Wallahu a’lam bish shawab. [Muchlisin BK/BersamaDakwah]