Beranda Dasar Islam Al Quran Surat Ali Imran Ayat 134, Arab Latin, Arti, Tafsir dan Kandungan

Surat Ali Imran Ayat 134, Arab Latin, Arti, Tafsir dan Kandungan

0
surat ali imran ayat 134

Surat Ali Imran ayat 134 adalah ayat tentang karakter orang bertaqwa. Berikut ini arti, tafsir dan kandungan maknanya.

Surat Ali Imran (آل عمران) merupakan surat madaniyah yang turun setelah Surat Al Anfal. Nama surat ini Ali Imran karena di dalamnya terdapat kisah keluarga Imran, ayah Maryam, ibu kandung Isa ‘alaihis salam. Di dalamnya banyak petunjuk dan tuntunan hidup, termasuk ayat 134 ini. Bersama ayat 133 dan 135, ia menunjukkan lima karakter orang bertaqwa.

Khusus ayat 134 ini, ada empat karakter orang bertaqwa yakni gemar berinfaq, menahan marah, memaafkan dan suka berbuat baik.

Surat Ali Imran Ayat 134 Beserta Artinya

Berikut ini Surat Ali Imran Ayat 134 dalam tulisan Arab, tulisan latin dan artinya dalam bahasa Indonesia:

الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ

(alladziina yunfiquuna fis sarroo,i wadl dlorroo,i wal kaadhimiinal ghoidho wal ‘aafiina ‘anin naas, walloohu yuhibbul muhsiniin)

Artinya:
(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.

Baca juga: Ayat Kursi

Tafsir Surat Ali Imran Ayat 134

Tafsir Surat Ali Imran Ayat 134 ini kami sarikan dari Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Fi Zhilalil Quran, Tafsir Al Azhar dan Tafsir Al Munir. Harapannya, agar ringkas dan mudah dipahami.

Kami memaparkannya menjadi beberapa poin dimulai dari redaksi ayat dan artinya. Kemudian diikuti dengan tafsirnya yang merupakan intisari dari tafsir-tafsir di atas.

1. Gemar berinfaq

Poin pertama dari Surat Ali Imran ayat 134 adalah karakter pertama orang bertaqwa. Yakni gemar berinfaq baik dalam kondisi lapang maupun sempit.

الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ

(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit

Inilah karakter orang bertaqwa; gemar berinfaq baik dalam kondisi lapang maupun sempit. Berinfaq baik dalam keadaan kaya atau miskin. Saat banyak uang maupun di tengah keterbatasan.

Para sahabat Nabi radhiyallahu ‘anhummenjadi generasi teladan dalam hal ini. Mereka suka berinfaq baik dalam kondisi lapang maupun sempit. Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengumumkan Perang Tabuk, dan waktu itu kondisinya paceklik, para sahabat berbondong-bondong untuk berinfaq.

Umar radhiyallahu ‘anhu datang membawa harta yang banyak. Beliau menginfakkan harta itu untuk jihad fi sabilillah yakni Perang Tabuk. Ketika Rasulullah bertanya, “Apa yang engkau sisakan untuk keluargamu?” Umar menjawab, “Aku menginfakkan separuh hartaku dan untuk keluargaku masih ada separuh hartaku.”

Setelah itu datang Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu. Beliau menginfakkan harta yang lebih banyak daripada infaq Umar. “Ya Rasulullah, aku infakkan seluruh hartaku.” Ketika Rasulullah bertanya, apa yang ia tinggalkan untuk keluarganya, Abu Bakar menjawab mantap, “Aku tinggalkan untuk mereka, Allah dan Rasul-Nya.”

Umar yang awalnya ingin mengungguli amal Abu Bakar, saat itu tersadar, “Aku tidak pernah bisa mengungguli Abu Bakar.”

Selain Abu Bakar dan Umar, para sahabat lainnya juga berbondong-bondong untuk berinfaq. Ada pula sahabat yang karena keterbatasan ekonomi, hanya berinfaq segenggam kurma.

Orang-orang munafik mengejek, “Allah tidak membutuhkan infaq yang sangat sedikit seperti itu.” Namun Rasulullah justru memuji sahabat yang infaq meskipun segenggam kurma karena kemampuannya memang hanya sebesar itu.

Dan tidak ada ceritanya Umar jatuh miskin setelah menginfakkan separuh hartanya. Juga tidak ada ceritanya Abu Bakar jatuh bangkrut setelah menginfakkan seluruh hartanya. Yang ada, justru kekayaan mereka di kemudian hari bertambah dan semakin berkah. Persis seperti sabda Nabi:

مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ

Tidaklah sedekah mengurangi harta. (HR. Muslim)

2. Menahan marah

Karakter orang bertaqwa yang kedua adalah menahan marah, mampu mengelola emosi.

وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ

dan orang-orang yang menahan amarahnya

Ibnu Katsir menjelaskan dalam tafsirnya, “apabila mereka mengalami emosi, maka mereka menahannya. Yakni tidak memendam, tidak pula mengeluarkannya.”

Sayyid Qutb dalam Tafsir Fi Zhilalil Qur’an menjelaskan, “Marah adalah perasaan manusiawi yang diiringi naiknya tekanan darah … Manusia tidak dapat menundukkan kemarahan ini kecuali dengan perasaan yang halus dan lembut yang bersumber dari pancaran taqwa…”

Marah sering kali membuat orang hilang akal sehat, kata-kata tidak terkontrol, keputusan tidak bijak dan emosi tak terkendali. Secara medis, banyak penyakit yang muncul akibat dipicu oleh kemarahan. Mulai dari darah tinggi, kolesterol, hingga diabet. Sebab marah memicu hormon kortisol.

Rasulullah menyebutkan bahwa orang-orang yang mampu mengelola emosinya, mampu menahan marah, itulah orang-orang yang sejatinya benar-benar kuat. Sebagaimana sabda Rasulullah dalam riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim:

لَيْسَ الشَّدِيدُ بِالصُّرَعَةِ ، إِنَّمَا الشَّدِيدُ الَّذِى يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الْغَضَبِ

Orang yang kuat bukanlah orang (menang dalam) gulat, tetapi orang kuat (yang sebenarnya) adalah yang mampu mengendalikan dirinya ketika marah. (HR. Bukhari dan Muslim)

Bahkan, siapa yang pandai mengelola emosi dan menahan kemarahan, hadiahnya adalah surga.

عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ، قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، دُلَّنِي عَلَى عَمَلٍ يُدْخِلُنِي الْجَنَّةَ، قَالَ:”لا تَغْضَبْ، وَلَكَ الْجَنَّةُ

Dari Abu Darda’ ia mengatakan, aku bertanya: “Ya Rasulullah, tunjukkanlah kepadaku satu amal yang memasukkanku ke surga.” Beliau bersabda, “Jangan marah, bagimu surga.” (HR. Thabrani; shahih lighairihi)

3. Memafkan manusia

Karakter orang bertaqwa yang ketiga adalah adalah suka memaafkan.

وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ

Dan memaafkan manusia

Tak hanya mampu menahan marah, orang bertaqwa juga pandai memaafkan kesalahan orang lain.

“Menahan marah merupakan tahapan yang pertama,” tulis Sayyid Qutb dalam Tafsir Fi Zhilalil Qur’an. “Namun, menahan marah ini saja belum memadai. Karena, adakalanya seseorang itu menahan marah tetapi masih dendam dan benci. Sehingga, berubahlah kemarahannya yang meledak-ledak dendam yang terpendam dan tersembunyi. Padahal, kemarahan dan kemurkaan itu lebih bersih dan suci daripada dendam dalam hati. Oleh karena itu, berlanjutlah nash ini untuk mengakhiri kemarahan dan kebencian dalam jiwa orang-orang yang bertaqwa, yaitu dengan memaafkan, berlapang dada, dan toleransi.”

Memaafkan merupakan sikap mulia. Ia tidak akan menurunkan harga diri seseorang, melainkan justru menambah kemuliaan. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

وَمَا زَادَ اللَّهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلاَّ عِزًّا

Tidaklah Allah menambahkan kepada seorang hamba sifat pemaaf melainkan akan semakin memuliakan dirinya. (HR. Muslim)

Memaafkan juga membuat hati lapang, penuh kedamaian dan mudah bahagia. Sebaliknya, tidak memaafkan alias mendendam akan memicu hormon kortisol yang mengakibatkan berbagai penyakit termasuk jantung, kanker dan stroke.

4. Suka berbuat baik

Karakter keempat dari orang bertaqwa adalah suka berbuat baik; muhsinin.

وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ

Dan Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik

Syaikh Wahbah Az Zuhaili menjelaskan dalam Tafsir Al Munir bahwa muhsinin adalah orang yang membalas kejelekan dengan kebaikan.

Orang mencela kita, kita tidak marah, justru memaafkannya dan menyambung silaturahim dengannya, ini adalah contoh muhsinin. Ada orang menyakiti kita, kita justru memaafkan dan menolongya saat membutuhkan, juga contoh muhsinin.

Hasan Al Banna membuat sebuah perumpamaan yang sangat baik. “Jadilah seperti pohon mangga. Orang melemparinya dengan batu, ia membalas dengan memberikan buahnya.”

Baca juga: Isi Kandungan Surat Ali Imran Ayat 134

Kandungan Surat Ali Imran Ayat 134

Berikut ini adalah isi kandungan Surat Ali Imran ayat 134:

  1. Surat Ali Imran ayat 134 ini menunjukkan sebagian karakter orang bertaqwa.
  2. Empat di antara karakter orang bertaqwa adalah gemar berinfaq baik di kala lapang maupun sempit, mampu mengelola emosi dan menahan marah, suka memaafkan, dan suka berbuat kebajikan.
  3. Islam mengajarkan umatnya untuk gemar berinfaq. Infaq tidak akan mengurangi harta, justru mendatangkan keberkahan.
  4. Islam mengajarkan umatnya untuk mengelola emosi dan menahan amarah. Karakter ini merupakan salah satu kunci surga.
  5. Islam mengajarkan umatnya untuk memaafkan dan tidak menyimpan dendam.
  6. Islam mengajarkan umatnya untuk suka berbuat kebajikan. Bahkan membalas keburukan dengan kebaikan.

Demikian Surat Ali Imran ayat 134 mulai dari tulisan Arab dan latin, terjemah dalam bahasa Indonesia, tafsir dan isi kandungan maknanya. Semoga bermanfaat dan semakin memotivasi kita untuk menjadi hamba-Nya yang bertaqwa. Wallahu a’lam bish shawab. [Muchlisin BK/BersamaDakwah]