Surat An Nisa ayat 59 adalah ayat tentang ketaatan dan sumber hukum Islam. Berikut ini arti, tafsir, dan kandungan maknanya.
Keseluruhan Surat An Nisa (النساء) merupakan surat madaniyah. Aisyah radhiyallahu ‘anha mengatakan, surat ini baru diturunkan setelah Rasulullah serumah dengannya di Madinah. Demikian pula ayat 59 ini juga termasuk ayat madaniyah.
Daftar Isi
Surat An Nisa Ayat 59 Beserta Artinya
Berikut ini Surat An Nisa Ayat 59 dalam tulisan Arab, tulisan Latin, dan artinya dalam bahasa Indonesia:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ ۖ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
(Yaa ayyuhal ladziina aamanuu athii’ullooha wa athii’ur rosulla wa ulil amri mingkum. Fa ing tanaaza’tum fii syai’in farudduuhu ilalloohi warosuuli ing kungtum tu’minuuna billaahi walyaumil aakhir. Dzaalika khoiruw wa ahsanu ta’wilaa)
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
Asbabun Nuzul An Nisa Ayat 59
Ibnu Katsir dalam tafsirnya menyebutkan perkataan Ibnu Abbas. Bahwa asbabun nuzul Surat An Nisa ayat 59 ini berkenaan dengan Abdullah bin Hudzafah bin Qais, ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengutusnya untuk memimpin sebuah pasukan khusus.
Abdullah memerintahkan pasukannya mengumpulkan kayu bakar dan membakarnya. Saat api sudah menyala, ia menyuruh pasukannya untuk memasuki api itu. Lalu salah seorang pasukannya menjawab, “Sesungguhnya jalan keluar dari api ini hanya Rasulullah. Jangan tergesa-gesa sebelum menemui Rasulullah. Jika Rasulullah memerintahkan kepada kalian untuk memasuki api itu, maka masukilah.”
Kemudian mereka menghadap Rasulullah dan menceritakan hal itu. Rasulullah melarang memasuki api itu dan menegaskan bahwa ketaatan hanya dalam kebaikan.
Ibnu Hajar Al Asqalani menjelaskan, Surat An Nisa ayat 59 turun berkenaan hal ini, menjelaskan bahwa jika ada perbedaan maka harus dikembalikan kepada Allah (Al Quran) dan Rasul-Nya (hadits).
Baca juga: Ayat Kursi
Tafsir Surat An Nisa Ayat 59
Tafsir Surat An Nisa ayat 59 ini kami sarikan dari Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Fi Zhilalil Quran, Tafsir Al Azhar dan Tafsir Al Munir. Harapannya, agar terhimpun banyak faedah yang kaya khazanah tetapi tetap ringkas.
Kami memaparkannya menjadi beberapa poin mulai dari redaksi ayat dan artinya. Kemudian tafsirnya yang merupakan intisari dari tafsir-tafsir di atas.
1. Ketaatan mutlak kepada Allah dan Rasul-Nya
Poin pertama dari Surat An Nisa ayat 59 ini adalah ketaatan mutlak kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya)
Ayat ini memerintahkan orang-orang yang beriman untuk mentaati Allah dan Rasul-Nya. Ketaatan di sini adalah ketaatan mutlak, tidak bisa tawar menawar. Ketaatan harga mati. Taat tanpa tapi.
Orang yang taat kepada Rasulullah, pada hakikatnya ia taat kepada Allah. Karena tidak ada satu pun perintah dari Rasulullah yang bertentangan dengan perintah Allah. Tidak ada sabda beliau yang bertentangan dengan firman Allah karena sabda-sabdanya bukan dari hawa nafsu melainkan dari wahyu.
Ibnu Katsir menjelaskan, taat kepada Allah adalah mengikuti ajaran Al Quran. Sedangkan taat kepada Rasulullah adalah dengan mengamalkan sunnah-sunnahnya.
Sayyid Qutb dalam Tafsir Fi Zilalil Quran menjelaskan, Allah wajib ditaati. Di antara hak prerogratif uluhiyah adalah membuat syariat. Maka, syariat-Nya wajib kita laksanakan. Orang-orang yang beriman wajib taat kepada Allah dan wajib taat pula kepada Rasulullah karena tugasnya itu, yakni tugas mengemban risalah dari Allah. Karena itu, mentaati Rasulullah berarti mentaati Allah.
Baca juga: Asmaul Husna
2. Taat kepada Ulil Amri
Poin kedua dari Surat An Nisa ayat 59 ini adalah ketaatan kepada ulil amri.
وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ
dan ulil amri di antara kamu.
Ayat ini juga memerintahkan orang-orang yang beriman untuk taat kepada ulil amri. Yang menarik, redaksi perintahnya tidak mengulang kata athii’uu (أطيعوا) sebagaimana perintah taat pada Rasulullah. Maknanya, ketaatan kepada ulil amri hanya ketika perintahnya tidak bertentangan dengan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya.
Menurut Ibnu Abbas, Mujahid, Atha’, Hasan Al Basri dan Abul Aliyah, ulil amri (أولي الأمر) adalah para ulama. Menurut Ibnu Katsir, ulil amri itu bersifat umum baik pemerintah maupun ulama. Sedangkan menurut Syaikh Wahbah Az Zuhaili dalam Tafsir Al Munir, ulil amri adalah pemimpin dan para ulama.
Ketaatan kepada ulil amri harus berada dalam bingkai ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Tidak boleh bertentangan. Tidak boleh taat dalam perkara maksiat. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِى الْمَعْرُوفِ
Sesungguhnya ketaatan itu hanyalah dalam masalah kebaikan. (HR. Bukhari dan Muslim)
لاَ طَاعَةَ فِى مَعْصِيَةِ اللَّهِ إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِى الْمَعْرُوفِ
Tidak ada ketaatan dalam bermaksiat kepada Allah. Sesungguhnya ketaatan itu hanyalah dalam masalah kebaikan. (HR. Muslim)
السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ حَقٌّ ، مَا لَمْ يُؤْمَرْ بِالْمَعْصِيَةِ ، فَإِذَا أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلاَ سَمْعَ وَلاَ طَاعَةَ
Mendengar dan taat (bagi muslim) itu haq, sejauh ia tidak diperintah untuk bermaksiat. Jika diperintah untuk bermaksiat, maka tidak ada kewajiban mendengar dan taat. (HR. Bukhari)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda dalam khutbah Haji Wada’:
وَلَوِ اسْتُعْمِلَ عَلَيْكُمْ عَبْدٌ يَقُودُكُمْ بِكِتَابِ اللَّهِ فَاسْمَعُوا لَهُ وَأَطِيعُوا
Seandainya seorang budak memimpin kalian dengan memakai pedoman Kitabullah, maka tunduk dan patuhlah kalian kepadanya. (HR. Muslim)
Baca juga: Surat Al Hujurat ayat 10
3. Kembali kepada Al Quran dan Hadits
Poin ketiga dari Surat An Nisa ayat 59 ini adalah menjadikan Al Quran dan Hadits sebagai sumber hukum. Jika ada perselisihan, harus dikembalikan kepada keduanya.
فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ
Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian.
Menurut Mujahid dan ulama mufassir lainnya, maknanya adalah mengembalikan hal tersebut kepada Kitabullan dan Sunnah Rasulullah.
Ibnu Katsir menjelaskan, ini merupakan perintah Allah. Jika ada perselisihan di antara manusia mengenai masalah pokok-pokok agama dan cabang-cabangnya, hendaknya dikembalikan kepada penilaian Kitabullah dan sunnah Rasulullah. Sebagaimana juga firman-Nya:
وَمَا اخْتَلَفْتُمْ فِيهِ مِنْ شَيْءٍ فَحُكْمُهُ إِلَى اللَّهِ
Tentang sesuatu apa pun yang kalian perselisihkan, maka putusannya (terserah) kepada Allah. (QS. Asy Syura: 10)
Kitabullan dan sunnah Rasulullah ini merupakan dua pusaka yang Rasulullah wariskan untuk menjadi sumber hukum dan pedoman hidup umat Islam.
تَرَكْتُ فِيكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا كِتَابَ اللَّهِ وَسُنَّةَ نَبِيِّهِ
Aku tinggalkan dua perkara yang kalian tidak akan tersesat selama berpegang kepada keduanya yakni Kitabullah dan sunnah Nabi-Nya. (HR. Malik)
Perintah mengembalikan perselisihan kepada Al Quran dan hadits ini ditujukan kepada orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir. “Hal ini menunjukkan bahwa siapa yang tidak menyerahkan keputusan hukum kepada Kitabullah dan Sunnah rasul-Nya di saat berselisih pendapat, ia bukan orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir,” tegas Ibnu Katsir.
Baca juga: Surat Al Maidah Ayat 48
4. Hasil ruju’ kepada Quran dan Hadits
Poin keempat dari Surat An Nisa ayat 59 ini adalah hasil kembali kepada Al Quran dan Hadits.
ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
Kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah serta menjadikannya rujukan akan membawa kebaikan. “Yaitu lebih baik akibatnya dan penyelesaiannya,” kata As Saddi. “Lebih baik penyelesaiannya,” kata Mujahid.
Baca juga: Isi Kandungan Surat Al Maidah ayat 48
Kandungan Surat An Nisa ayat 59
Berikut ini adalah isi kandungan Surat An Nisa ayat 59:
- Orang-orang yang beriman wajib taat kepada Allah dan Rasulullah secara mutlak. Yakni mengamalkan Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
- Wajib taat kepada ulil amri selama tidak bertentangan dengan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Jika ulil amri memerintahkan sesuatu yang bertentangan dengan Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah atau untuk bermaksiat kepada Allah, maka tidak ada kewajiban mentaatinya.
- Al-Qur’an dan hadits adalah sumber hukum Islam. Ketika ada hal-hal yang diperselisihkan, harus dikembalikan kepada Al-Qur’an dan hadits.
- Menjadikan Al-Qur’an dan hadits sebagai sumber hukum dan mengembalikan kepada penilaian keduanya ketika terjadi perselisihan adalah bukti keimanan. Orang yang tidak mau menjadikan Al-Qur’an dan hadits sebagai hakimnya, keimanannya dipertanyakan.
- Kembali kepada Al-Qur’an dan hadits akan menghasilkan penyelesaian yang lebih baik dan membawa akibat yang penuh berkah.
Baca juga: An Nisa ayat 59 Perkata
Demikian Surat An Nisa ayat 59 mulai dari tulisan Arab dan Latin, terjemah dalam bahasa Indonesia, tafsir, dan isi kandungan maknanya. Semoga bermanfaat dan mengokohkan kita untuk menjadikan Al-Qur’an dan hadits sebagai sumber hukum. Wallahu a’lam bish shawab. [Muchlisin BK/BersamaDakwah]
Ingin menggunakan classroom
Alhamdulillah sehat pak
Orang-orang yang beriman wajib taat kepada Allah dan Rasulullah secara mutlak. Yakni mengamalkan Al Quran dan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Wajib taat kepada ulil amri selama tidak bertentangan dengan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Jika ulil amri memerintahkan sesuatu yang bertentangan dengan Al Quran dan Sunnah Rasulullah atau untuk bermaksiat kepada Allah, maka tidak ada kewajiban mentaatinya.
Al Quran dan hadits adalah sumber hukum Islam. Ketika ada hal-hal yang diperselisihkan, harus dikembalikan kepada Al Quran dan hadits.
Menjadikan Al Quran dan hadits sebagai sumber hukum dan mengembalikan kepada penilaian keduanya ketika terjadi perselisihan adalah bukti keimanan. Orang yang tidak mau menjadikan Al Quran dan hadits sebagai hakimnya, keimanannya dipertanyakan.
Kembali kepada Al Quran dan hadits akan menghasilkan penyelesaian yang lebih baik dan membawa akibat yang penuh berkah.
trimakasih sangat membantu sukron
Terima kasih pak Muchlisin atas ilmu yang di bagi semoga menjadi shadaqah jariyah buat penjenengan. mohon ijin copas ya
Terima kasih sangat bermanfaat
TERIMA KASIH PAK IZIN DI COPY YA
mantap penjelasannya..clear! Barakallah
Komentar ditutup.