Surat An Nur ayat 2 adalah ayat tentang hukuman zina. Berikut ini arti, tafsir, dan kandungan maknanya.
Surat An Nur (النور) merupakan surat madaniyah. Syaikh Wahbah Az Zuhaili dalam Tafsir Al Munir menjelaskan, nama surat ini An Nur karena surat ini menerangi jalan kehidupan sosial manusia. Yakni dengan menjelaskan adab, etika, dan keutamaan-keutamaan, menggariskan sejumlah hukum, tata nilai dan pedoman.
Nama Surat An Nur terambil dari ayat 35 dalam Surat ini. Bahwa Allah-lah (pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi.
Daftar Isi
Surat An Nur Ayat 2 Beserta Artinya
Berikut ini Surat An Nur Ayat 2 dalam tulisan Arab, tulisan latin dan artinya dalam bahasa Indonesia:
الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا مِائَةَ جَلْدَةٍ ۖ وَلَا تَأْخُذْكُمْ بِهِمَا رَأْفَةٌ فِي دِينِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۖ وَلْيَشْهَدْ عَذَابَهُمَا طَائِفَةٌ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ
(Azzaaniyatu wazzaanii fajliduu kulla waahidin minhumaa mi,ata jaldah. Walaa ta’khudkum bihimaa ro’fatun fii diinillaahi in kuntum tu’minuuna billaahi wal yaumil aakhir. Wal yashhad ‘adzaabahumaa thoo,ifatun minal mu’miniin)
Artinya:
Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.
Baca juga: Surat Ali Imran Ayat 159
Tafsir Surat An Nur Ayat 2
Tafsir Surat An Nur Ayat 2 ini kami sarikan dari Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Fi Zhilalil Quran, Tafsir Al Azhar dan Tafsir Al Munir. Harapannya, agar kaya khazanah keilmuan tetapi tetap ringkas.
Kami memaparkannya menjadi beberapa poin mulai dari redaksi ayat dan artinya. Kemudian baru tafsirnya yang merupakan intisari dari tafsir-tafsir di atas.
الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا مِائَةَ جَلْدَةٍ ۖ وَلَا تَأْخُذْكُمْ بِهِمَا رَأْفَةٌ فِي دِينِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۖ وَلْيَشْهَدْ عَذَابَهُمَا طَائِفَةٌ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ
Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman. (QS. An Nur: 2)
1. Hukuman Zina
Poin pertama dari Surat An Nur ayat 2 ini adalah hukum dera untuk pelaku zina.
الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا مِائَةَ جَلْدَةٍ
Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera,
Ibnu Katsir menjelaskan, dalam ayat yang mulia ini terkandung hukum had bagi orang yang berzina. Para ulama telah membahas hukuman zina ini dan kesimpulannya, ayat ini adalah hukuman untuk pelaku zina yang belum menikah. Yakni hukuman had-nya adalah 100 kali dera (cambuk). Menurut jumhur ulama, ditambah diasingkan selama satu tahun. Sedangkan Imam Abu Hanifah berpendapat, pengasingan ini diserahkan kepada imam apakah perlu atau tidak.
Sedangkan untuk pelaku zina muhshan (telah berhubungan dalam ikatan pernikahan yang sah), hukuman had-nya dalah rajam.
Hal itu berdasarkan hadits Shahihain dari Abu Hurairah dan Zaid Ibnu Khalid Al Juhani, bahwa ada dua orang Badui yang datang menghadap Rasulullah.
Salah seorang mengatakan, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya anak laki-lakiku pernah menjadi pekerja orang ini, dan ternyata anakku itu berzina dengan istrinya. Maka aku tebus anak laki-lakiku ini darinya dengan seratus ekor kambing dan seorang budak perempuan. Kemudian aku bertanya kepada orang alim, maka mereka mengatakan bahwa anakku dikenai hukuman seratus kali dera dan diasingkan selama satu tahun, sedangkan istri orang ini dikenai hukuman rajam.”
Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
وَالَّذِى
نَفْسِى بِيَدِهِ لأَقْضِيَنَّ بَيْنَكُمَا بِكِتَابِ اللَّهِ ، الْوَلِيدَةُ
وَالْغَنَمُ رَدٌّ ، وَعَلَى ابْنِكَ جَلْدُ مِائَةٍ وَتَغْرِيبُ عَامٍ ، اغْدُ
يَا أُنَيْسُ إِلَى امْرَأَةِ هَذَا فَإِنِ اعْتَرَفَتْ فَارْجُمْهَا
“Demi Tuhan yang jiwaku berada di Tangan-Nya, sungguh aku akan melakukan peradilan di antara kamu berdua dengan berdasarkan Kitabullah. Budak perempuan dan ternak kambingmu dikembalikan kepadamu. Anak laki-lakimu
dikenai hukuman seratus kali dera dan diasingkan selama satu tahun. Sekarang pergilah kamu, hai Unais, kepada istri lelaki ini. (Tanyailah dia) jika dia mengaku, maka hukum rajamlah dia.” (HR. Bukhari dan Muslim)
2. Laksanakan Hukum Allah
Poin kedua dari Surat An Nur ayat 2 ini adalah penegasan untuk melaksanakan hukum Allah meskipun merasa kasihan.
وَلَا تَأْخُذْكُمْ بِهِمَا رَأْفَةٌ فِي دِينِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ
dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat,
Mengenai hukuman rajam untuk pelaku zina yang sudah menikah, dulu ada ayat yang berbunyi:
اَلشَّيْخُ وَالشَّيْخَةُ إِذَا زَنَيَا فَارْجُمُوْهُمَا الْبَتَّةَ
“Apabila seorang laki-laki dan seorang perempuan yang telah dewasa (kawin) berbuat zina, maka pastikanlah keduanya kalian rajam.”
Namun ayat tersebut kemudian di-mansukh tilawahnya, namun hukumnya tetap berlaku.
Sayyid Qutb dalam Tafsir Fi Zilalil Quran menjelaskan, mengapa hukuman zina muhshan rajam, karena ia yang telah menikah tapi masih berzina menunjukkan bahwa fitrahnya telah rusak dan menyimpang. Maka ia pantas mendapatkan hukuman lebih keras.
Baik hukuman had berupa dera untuk pezina yang belum menikah maupun rajam untuk pezina yang telah menikah, penegakan hukuman had ini umumnya akan berbenturan dengan rasa belas kasihan. Karenanya hakim dilarang membatalkan hukuman had dengan alasan belas kasihan.
Buya Hamka dalam Tafsir Al Azhar mengatakan, “Di dalam Surat An Nur ayat 2 ini Allah menjelaskan, bahwa hukum itu mesti dilakukan dan tidak boleh dikendurkan karena merasa belas kasihan atau tenggang-menenggang. Malahan di dalam susunan ayat ini didahulukan menyebut laki-laki yang berzina. Karena menghambat jangan sampai orang mengendurkan hukum karena yang akan dihukum itu adalah kaum lemah, perempuan patut dikasihani dan sebagainya.”
Menerapkan hukum Allah, termasuk pelaksanaan hukum hadd bagi pelaku zina ini, merupakan barometer keimanan. Hanya orang-orang beriman yang mau dan mampu menjalankannya.
Baca juga: Ayat Kursi
3. Orang Beriman Menyaksikan
Poin ketiga dari Surat An Nur ayat 2 ini menjelaskan bahwa sekumpulan orang beriman harus menyaksikan hukuman had tersebut.
وَلْيَشْهَدْ عَذَابَهُمَا طَائِفَةٌ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ
dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.
Ibnu Katsir menjelaskan, ketika hukuman had disaksikan sekumpulan orang beriman, maka pengaruhnya akan lebih besar bagi pelaku agar benar-benar jera.
Menurut Qatadah, agar hal itu menjadi pelajaran. Sedangkan menurut Nashr bin Alqamah, hal itu bukan untuk mempermalukan pelaku, tetapi agar orang-orang beriman yang menyaksikan itu mendoakan kepada Allah buat keduanya supaya Allah menerima taubat keduanya dan mereka berdua mendapat rahmat-Nya.
Sayyid Qutb menjelaskan, penegakan hukuman disaksikan sekumpulan orang beriman agar menjadi lebih efektif menjerakan dan mempengaruhi jiwa orang-orang yang telah melakukan perbuatan keji itu dan orang yang menyaksikan pelaksanaan hukumannya.
Thaa’ifah (طائفة) yang artinyasekumpulan, maksudnya adalah empat orang atau lebih. Demikian pendapat Imam Syafi’i. Sedangkan menurut Rabi’ah, minimal lima orang. Dan menurut Hasan Al Basri, minimal sepuluh orang.
Mengapa Islam sekeras itu menghukum orang yang berzina? Buya Hamka menjelaskan dalam Tafsir Al Azhar, karena agama dimaksudkan untuk memelihara lima perkara. Pertama, memelihara agama itu sendiri. Kedua, memelihara jiwa raga manusia. Ketiga, memelihara kehormatan. Keempat, memelihara akal. Kelima, memelihara harta benda.
Jadi hukuman hadd itu tidak lain adalah untuk menjaga kehormatan manusia. Termasuk menjaga garis nasab dan keturunan agar jelas dan suci, tidak terkotori.
Baca juga: Isi Kandungan Surat An Nur Ayat 2
Kandungan Surat An Nur Ayat 2
Berikut ini adalah isi kandungan Surat An Nur Ayat 2:
- Islam sangat tegas melarang zina.
- Hukuman had bagi pelaku zina yang belum menikah adalah didera 100 kali. Sedangkan untuk yang sudah menikah (muhshan), hukuman hadd-nya adalah dirajam.
- Hukum Allah harus dilaksanakan. Tidak boleh belas kasihan menghalangi dan membatalkan hukum Allah.
- Melaksanakan hukum Allah, termasuk pelaksanaan hukuman hadd ini, merupakan barometer keimanan.
- Hukuman hadd untuk pelaku zina hendaknya disaksikan oleh sekumpulan kaum mukminin, yakni minimal empat orang.
Demikian Surat An Nur ayat 2 mulai dari tulisan Arab dan latin, terjemah dalam bahasa Indonesia, tafsir dan isi kandungan maknanya. Semoga bermanfaat dan menjadikan kita berkomitmen untuk menjauhi zina. Wallahu a’lam bish shawab. [Muchlisin BK/BersamaDakwah]
Tujuannya sih bagus tapi karena adanya hukum hak asasi manusia dari perserikatan bangsa bangsa hukum tersebut tidak berlaku lagi karena sarat dg kekerasan, kekejaman dan intimidasi bahkan diluat prikemanusiaan dan prikeadilan dimana dahulunya bangsa ini dijajah habis oleh belanda dan jepang, lalu apakah kita mau dijajah lagi oleh hukum agama terurama islam, sy rasa tidak. Cukuplah belanda dan jepang menjajah kita jangan sampai kita dijajah lg oleh kaum kadrun seperti thailban di afganistan sana. Amitaba!!
Komentar ditutup.