Himmah adalah tekad atau kemauan kuat untuk melakukan dan mencapai sesuatu. Namun, tidak sama persis dengan ambisi dalam bahasa Indonesia. Sebab ambisi bisa berkonotasi negatif manakala menjadi ambisius, sedangkan himmah adalah karakter positif yang membuat seseorang meraih cita-cita yang positif.

Hanya saja, himmah ini terbagi menjadi dua. Yakni himmah al-‘aliyah (tekad yang  tinggi) dan himmah ad-daniyah (tekad yang rendah). Uluwwul himmah adalah kondisi ketika himmah berada pada posisi ‘aliyah (tinggi).

Memiliki uluwwul himmah adalah separuh kesuksesan. Sebab cita-cita tanpa tekad kuat mencapainya adalah angan-angan belaka. Himmah yang tinggi akan menggerakkan segenap potensi meraih impian dan cita-cita. Menjadi bahan bakar dalam menyempurnakan ikhtiar. Menjadi energi kesabaran dalam perjuangan. Umar bin Khattab, Abdullah bin Umar, dan Umar bin Abdul Aziz bisa menjadi teladan kita dalam uluwwul himmah.

Uluwwul Himmah Umar bin Khattab

“Utarakan kepadaku impian kalian,” kata Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu kepada para sahabat yang sedang bermajelis bersamanya.

“Saya ingin rumah ini penuh dengan dirham, lalu saya infakkan fi sabilillah,” orang pertama angkat bicara.
“Saya ingin rumah ini penuh dengan dinar, lalu saya infakkan fi sabilillah,” orang kedua memiliki impian serupa.

“Katakan impian kalian,” Umar bin Khattab kembali bicara.
“Saya ingin rumah ini penuh dengan mutiara dan perhiasan, lalu saya infakkan fi sabilillah.” Rupanya orang ketiga juga memiliki impian yang hampir sama.

“Katakan lagi impian kalian.”
“Wahai Amirul Mukminin, bagaimana lagi impian kami?”

“Adapun saya bermimpi rumah ini dipenuhi para kaum laki-laki sekaliber Abu Ubaidah bin Al Jarrah, Muadz bin Jabal, Salim Maula Abu Hudzaifah, dan Hudzaifah Ibnul Yaman,” Umar mengemukakan impiannya.

Memiliki banyak harta dan berinfak dengannya memang penting, tetapi ada yang lebih penting. Yakni para rijal (kader, tokoh) yang melanjutkan perjuangan Islam. Mereka bisa menghasilkan uang untuk infak fi sabilillah, tetapi uang yang banyak belum tentu sanggup menghadirkan para pahlawan seperti mereka.

Uluwwul himmah Umar bin Khattab adalah memperbanyak kader sekaliber Abu Ubaidah bin Jarah yang merupakan aminul ummah. Muadz bin Jabal yang pada hari kebangkitan kelak akan berada di posisi terdepan dari para ulama. Salim Maula Abu Hudzaifah yang Rasulullah persaksikan mencintai Allah dari hatinya. Atau Hudzaifah Ibnul Yaman sang penjaga rahasia Rasulullah. Dalam kesempatan lain Umar mengisyaratkan bahwa keempat nama yang ia sebutkan itu memiliki kapasitas sebagai pemimpin.

Umar tak hanya membawa uluwwul himmah itu dalam pemerintahannya; mulai dari mentarbiyah umat dengan kepemimpinan yang adil hingga membebaskan Baitul Maqdis. Namun, Umar juga berusaha menghadirkan kader terbaik dari keturunannya. Antara lain dengan menyuruh Ashim menikahi gadis penjual susu karena kejujurannya.

Baca juga: Abbad bin Bisyr

Uluwwul Himmah Abdullah bin Umar

Pertanyaan serupa menurun kepada sang putra, Abdullah bin Umar. Saat berada di Hijr Ismail bersama Abdullah bin Zubair, Urwah bin Zubair, dan Mus’ab bin Zubair, ia mengajak mereka untuk mengatakan impian di masa mendatang.

“Saya ingin menjadi khalifah,” kata Abdullah bin Zubair.
“Saya ingin menjadi sumber ilmu,” kata Urwah bin Zubair.
Mus’ab juga menginginkan menjadi pemimpin, tapi bukan khalifah.
“Ada pun saya, saya ingin mendapat ampunan Allah,” pungkas Abdullah bin Umar.

Kelak, keempat impian itu menjadi kenyataan. Abdullah bin Zubair akhirnya menjadi khalifah meskipun hanya sebentar dan tidak semua orang mengakuinya. Urwah bin Zubair menjadi ulama’-nya para tabiin. Mus’ab menjadi Gubernur Irak.

Sedangkan Abdullah bin Umar, ia berusaha sekuat tenaga mengejar ampunan Allah Subahanahu wa Ta’ala. Dengan keimanan, ilmu, dan ibadahnya. Abdullah bin Umar menduduki peringkat kedua sahabat Nabi yang paling banyak meriwayatkan hadits. Yakni sebanyak 2.630 hadits.

Ia juga dikenal sebagai orang yang mencintai dan paling ittiba’ kepada Rasulullah. Bahkan, ia selalu mengikuti jejak langkah beliau. Ittiba’ merupakan jalan mendapatkan ampunan. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ

Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu”. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Ali Imran: 31)

Imam Adz-Dhahabi berkeyakinan bahwa Allah akan mengampuni Ibnu Umar sebagaimana yang telah dia cita-citakan. 

Baca juga: Abbas bin Ubadah

Uluwwul Himmah Umar bin Abdul Aziz

Umar bin Abdul Aziz adalah cucu Ashim bin Umar bin Khattab. Ia juga menjadi teladan dalam uluwwul himmah. Sewaktu muda, ia punya impian menikah dengan Fatimah binti Abdul Malik. Cita-cita itu mewujud dalam doa, “Ya Allah, aku ingin menikah dengan Fatimah.”

Cita-cita itu terkabul. Khalifah Abdul Malik bin Marwan memilih Umar bin Abdul Aziz menjadi menantunya. Dan ternyata, Fatimah juga mencintainya.

Setelah menikah dengan Fatimah, Umar bin Abdul Aziz ingin menjadi gubernur. Allah mengabulkan keinginannya tersebut. Khalifah Walid bin Abdul Malik mengangkatnya menjadi Gubernur Hijaz yang membawahi Madinah, Mekkah, dan Thaif. Umar menjadi Gubernur yang adil dan selalu bermusyarawah dengan para ulama sehingga rakyat pun mencintainya.

Setelah menjadi gubernur, Umar ingin menjadi khalifah. Allah juga mengabulkan impian itu. Sulaiman bin Abdul Malik memilihnya sebagai khalifah sepeninggalnya. Namun, Umar tidak mau cara pengangkatan seperti itu. Ia kembalikan mandat kepada umat, tetapi ternyata umat secara bulat memilih Umar bin Abdul Aziz dan membaiatnya.

Umar bin Abdul Aziz akhirnya menjadi khalifah yang adil dan berhasil mensejahterakan rakyatnya. Hanya dalam waktu 2,5 tahun di bawah kepemimpiannya, ketaqwaan dan kesejahteraan umat meningkat sampai-sampai mereka tidak mau menerima zakat.

Ketika sudah menjadi khalifah, apa cita-cita yang lebih besar lagi? Di sinilah Umar bin Abdul Aziz menjadi teladan uluwwul himmah. Ia fokus mengejar doanya: “Ya Allah, aku ingin masuk surga.”

Baca juga: Abdurrahman bin Auf

Teladan Terbaik

Teladan terbaik uluwwul himmah tentu saja adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau memotivasi umatnya untuk minta surga. Bahkan surga yang tertinggi yakni Firdaus.

فَإِذَا سَأَلْتُمُ اللَّهَ فَسَلُوهُ الفِرْدَوْسَ، فَإِنَّهُ أَوْسَطُ الجَنَّةِ، وَأَعْلَى الجَنَّةِ، وَفَوْقَهُ عَرْشُ الرَّحْمَنِ، وَمِنْهُ تَفَجَّرُ أَنْهَارُ الجَنَّةِ

Jika kalian meminta sesuatu kepada Allah, mintalah (surga) Firdaus. Karena surga Firdaus adalah surga yang paling tengah dan paling tinggi. Di atasnya adalah ‘Arsy (milik) Ar-Rahman, darinya mengalirlah sungai-sungai surga. (HR. Bukhari)

Maka, periksalah hati kita masing-masing. Sudahkah kita memiliki uluwwul himmah hingga semangat kita menyala dalam mengejar cita-cita? Sudahkah kita memiliki uluwwul himmah yang membuat kita seperti tak pernah kehabisan energi perjuangan dalam hidup ini. [Muchlisin BK/BersamaDakwah]