Beranda Kisah-Sejarah Kisah Sahabat Abbas bin Ubadah, Sahabat Anshar yang Muhajirin

Abbas bin Ubadah, Sahabat Anshar yang Muhajirin

0
abbas bin ubadah

Setiap mendengar nama Abbas, yang sering teringat di kepala kita adalah paman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Banyak yang tidak tahu, ada sahabat Nabi yang juga bernama Abbas. Seorang pemuka Anshar yang luar biasa, yang berhasil meyakinkan suku Khazraj untuk berjuang bersama Rasulullah. Dialah Abbas bin Ubadah.

Nama lengkapnya adalah Al-Abbas bin Ubadah bin Nadhlah Al-Anshari radhiyallahu ‘anhu. Seorang sahabat Anshar dari suku Khazraj. Bahkan, kalangan Anshar yang masuk Islam pada masa awal.

Baiat Aqabah Pertama

Abbas bin Ubadah masuk Islam saat pertama kali bertemu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, yakni pada Baiat Aqabah pertama. Saat itu, 12 orang Yatsrib bertemu Rasulullah pada musim haji tahun 12 kenabian. Mereka adalah:

  1. As’ad bin Zurarah
  2. Auf bin Harits
  3. Rafi’ bin Malik
  4. Qutbah bin Amr
  5. Aqabah bin Amr
  6. Muadz bin Harits
  7. Dzakwan bin Abdi Qais
  8. Ubadah bin Shamit
  9. Yazid bin Tsa’labah
  10. Abu Al-Haitsam bin Taihan
  11. Uwaim bin Saidah
  12. Abbas bin Ubadah

Lima nama pertama sudah bertemu Rasulullah dan masuk Islam pada tahun 11 kenabian. Sebenarnya enam orang, tetapi orang keenam yang bernama Jabir bin Abdullah tidak bisa ikut baiat Aqabah pertama karena sakit. Mereka berenam inilah yang mengajak tujuh orang lainnya.

Dua belas tokoh Yatsrib ini berbaiat kepada Rasulullah untuk tidak menyekutukan Allah, tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh anak-anak, tidak berdusta (dan melakukan dosa) antara tangan dan kaki mereka, serta tidak menentang perbuatan baik.

Ketika mereka kembali ke Yatsrib, Rasulullah mengutus pemuda dari kalangan assabiqunal awwalun untuk mengajarkan Islam kepada mereka dan mendakwahkan Islam kepada penduduk Yatsrib. Pemuda itu adalah Mush’ab bin Umair.

Peran Abbas bin Ubadah pada Baiat Aqabah Kedua

Di Yatsrib, Mush’ab bin Umair tinggal di rumah As’ad bin Zurarah. Lalu, ia berdakwah kepada para penduduk Yatsrib, termasuk para pemuka mereka.

Ketampanan Mush’ab, kehalusan tutur katanya, dan kepiawaian komunikasinya sangat membantu perkembangan dakwah. Tak hanya berhasil mengajak orang-orang biasa untuk masuk Islam, Mush’ab juga berhasil mengajak Sa’ad bin Mu’adz dan Usaid bin Hudhair masuk Islam. Keduanya adalah pemimpin Bani Abdul Asyhal. Ketika keduanya masuk Islam, kaumnya pun berbondong-bondong masuk Islam.

Singkat cerita, Mush’ab bin Umar berhasil mendakwahkan Islam dengan gemilang. Penduduk Yatsrib berbondong-bondong masuk Islam hingga tak ada rumah kecuali ada kaum muslimin di dalamnya. Mereka juga merindukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Tak ingin membiarkan beliau tersakiti di Mekkah oleh orang-orang kafir Quraisy yang menentang dakwah.

Pada musim haji berikutnya, yakni tahun 13 kenabian, Mush’ab bin Umair datang ke Mekkah bersama 75 orang laki-laki Yatsib, yang terdiri dari 73 orang laki-laki dan 2 orang perempuan. Mereka menyepakati bertemu Rasulullah pada malam hari pertengahan tasyrik di Aqabah.

Al-Abbas bin Abdul Muthalib yang menemani Rasulullah bertanya kepada orang-orang Yatsrib untuk memastikan apakah benar mereka akan melindungi Rasulullah. Jika tidak siap, ia tidak akan membiarkan Rasulullah keluar dari Mekkah karena beliau memiliki kedudukan mulia dan memiliki keluarga yang siap menjaga.

“Sesungguhnya kami telah mendengar apa yang engkau ucapkan, wahai Al Abbas. Sungguh, kami telah bertekad untuk melindungi Rasulullah dan tidak akan membiarkan beliau terhina. Katakanlah, wahai Rasulullah, ambillah apa yang engkau sukai untuk dirimu dan Tuhanmu,” kata juru bicara Yatsrib.

Kemudian Rasulullah membacakan Al-Qur’an, berdoa kepada Allah, dan menyeru mereka semua untuk beriman kepada Allah. Lalu, beliau bersabda: “Aku menerima baiat kalian agar kalian melindungiku seperti kalian melindungi istri dan anak-anak kalian.”

Mendengar sabda Rasulullah tersebut, Barra’ bin Ma’rur langsung bangkit dengan penuh semangat. Sebelum mereka mengucapkan baiat, Abbas bin Ubadah memotivasi mereka.

“Sesungguhnya kalian akan mengucapkan sumpah setia kepada Rasulullah untuk selalu melindungi beliau. Kalian akan mengucapkan baiat untuk berperang dengan siapa saja yang memerangi beliau. Jika kalian merasa bahwa kalian akan tertimpa musibah dan kehancuran, atau pemimpin kalian akan terbunuh, batalkanlah baiat ini sekarang juga. Demi Allah, jika kalian merasa seperti itu, sungguh itu merupakan kerugian dunia dan akhirat.”

“Namun, jika kalian merasa mampu memenuhi baiat kepada beliau meskipun harus kehilangan harta dan kehilangan pemimpin kalian, maka peganglah janji kalian dan bawalah Rasulullah bersama kalian. Demi Allah, sesungguhnya itu merupakan kebaikan dunia akhirat,” kata Abbas bin Ubadah.

Dengan penuh keyakinan, mereka kemudian berbaiat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Sejarah mencatat peristiwa ini sebagai Baiat Aqabah kedua.

Sahabat Anshar yang Muhajirin

Setelah semua berbaiat, Abbas bin Ubadah berkata, “Wahai Rasulullah, demi Dzat yang mengutusmu dengan kebenaran, jika engkau menghendaki, besok akmi akan menyerang penduduk Mina dengan pedang-pedang kami.”

Mendengar keberanaian Abbas bin Ubadah, Rasulullah tersenyum. “Bersabarlah kalian. Kami tidak diutus dan diperintahkan untuk melakukan kekerasan seperti itu. Pergilah dan pulanglah ke tenda-tenda kalian.”

Sebagaimana mereka datang dengan sembunyi-sembunyi hingga tak ada orang yang tahu, mereka juga kembali ke tenda dengan senyap hingga tak ada yang mengetahui telah terjadi baiat yang akan mengantarkan babak baru Sirah Nabawiyah.

Ketika musim haji selesai dan mereka kembali ke Yatsrib, Abbas tidak ikut pulang. Ia tinggal di Mekkah. Ia menghabiskan waktu bersama Rasulullah dan baru kembali ke Yatsrib saat Rasulullah hijrah. Karenanya, Abbas bin Ubadah dikenal sebagai sahabat anshar yang berhijrah (muhajirin).

Setelah Rasulullah hijrah, Yatsrib berubah nama menjadi Madinatun Nabi (kotanya Nabi) atau lebih singkatnya, Madinah. Di Madinah, Rasulullah mempersaudarakan Abbas bin Ubadah dengan Utsman bin Mazh’un.

Pada Perang Uhud, Abbas sangat bersemangat. Ia menjadikan Perang Uhud sebagai kesempatan mendapatkan pahala yang terlewat saat Perang Badar. Abbas bertarung dengan gagah berani hingga kemudian mendapatkan syahid di perang ini. [Muchlisin BK/BersamaDakwah]

Referensi:

  • Sirah Nabawiyah Ar-Rakhiqul Makhtum karya Syekh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfury
  • Ensiklopedia Biografi Sahabat Nabi karya Muhammad Raji Hasan Kinas
  • Sahabat Muhammad karya Dr. Nizah Abazhah

SILAKAN BERI TANGGAPAN

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.