Beranda Kisah-Sejarah Kisah Sahabat Ummu Salamah dan Kesabaran yang Mengangkat Derajatnya (Bagian 3)

Ummu Salamah dan Kesabaran yang Mengangkat Derajatnya (Bagian 3)

0
Unta di gurun (hdw)

Lanjutan dari Ummu Salamah dan Kesabaran yang Mengangkat Derajatnya (Bagian 2)

Tatkala sampai di perkampungan Amr bin Auf di Quba, Utsman berkata,

“Suamimu ada di perkampungan ini. Datanglah kamu ke sana atas berkah Allah.” Kemudian, dia pun pergi pulang ke Mekah.”

Demikian penuturan Ummu Salamah seperti disebutkan dalam kitab Usud Al-Ghabah.

Pasangan suami istri itu akhirnya bisa berkumpul di Madinah. Keduanya hidup senang di sana.

Ummu Salamah merasa sangat bahagia bisa bertemu dengan suaminya, yang dicintainya begitu dalam, hingga akhirnya dikaruniai anak-anak lelaki dan perempuan, yang dia asuh dengan baik.

Suatu ketika Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam keluar menuju medan perang di Badar. Abu Salamah termasuk mereka yang ikut bersama beliau ke medan perang.

Kali ini Abu Salamah bisa pulang dari medan perang dengan selamat bersama kaum muslimin lainnya. Mereka mendapat kemenangan yang gemilang.

Beberapa waktu sesudah itu, terdengarlah seruan jihad menuju Uhud. Kali ini Abu Salamah pun ikut terjun di medan perang, tetapi di sana dia mendapat cobaan. Dia pulang dari sana dalam keadaan terluka.

Abu Salamah terkena lemparan anak panah di lengan atasnya. Lukanya itu dia obati hingga dia yakin akan sembuh. Akan tetapi, ternyata luka itu semakin parah dan akhirnya dia meninggal pada 8 Jumadal Akhir pada tahun 4 Hijriyah.

Tentu saja, Ummu Salamah sedih sekali atas kematian suaminya. Bagaimana tidak, dia adalah sepupunya, belahan jiwanya, dan ayah dari anak-anaknya.

Cinta dan kemesraan di antara keduanya telah begitu mendalam, hingga seolah-olah telah menjadi satu, meskipun masing-masing mempunyai jasad tersendiri.

Berkenaan dengan kematian ini, ada sebuah hadits diriwayatkan dari Ummu Salamah Radhiyallahu Anha, bahwa dia berkata,

“Aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

مَا مِنْ عَبْدٍ تُصِيبُهُ مُصِيبَةٌ فَيَقُولُ: إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ، اللَّهُمَّ أْجُرْنِي فِي مُصِيبَتِي وَأَخْلِفْ لِي خَيْرًا مِنْهَا، إِلَّا أَجَرَهُ اللَّهُ فِي مُصِيبَتِهِ وَأَخْلَفَ لَهُ خَيْرًا مِنْهَا

“Tidak seorang pun yang terkena suatu musibah, lalu dia mengucapkan, ‘Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un. Allahumma ajirni fi mushibati wakhluf li khairan minha’, (Sesungguhnya kami adalah milik Allah, dan sesungguhnya hanya kepada-Nya kami kembali.

Ya Allah, berilah aku pahala pada musibahku ini, dan berilah aku ganti yang lebih baik daripadanya), kecuali Allah akan memberinya pahala pada musibah yang menimpanya, dan memberinya ganti yang lebih baik daripadanya.”

[Abu Syafiq/BersamaDakwah]

Berlanjut ke Ummu Salamah dan Kesabaran yang Mengangkat Derajatnya (Bagian 4)