Surat Al Baqarah ayat 183 adalah ayat yang berisi perintah puasa. Berikut ini arti, tafsir dan kandungan maknanya.
Surat Al Baqarah termasuk madaniyah. Ia turun di Madinah. Surat terpanjang dalam Al Quran ini mengatur manhaj dan undang-undang kehidupan. Banyak kisah di dalamnya, terutama kisah Bani Israil. Bahkan surat ini dinamakan Al Baqarah karena kisah Bani Israel yang diperintahkan menyembelih seekor sapi betina (baqarah).
Demikian pula ayat 183 ini juga tergolong madaniyah. Ia berisi perintah puasa. Di samping ayat 185, ayat ini menjadi dalil wajibnya puasa Ramadhan.
Daftar Isi
Surat Al Baqarah Ayat 183 dan Artinya
Berikut ini Surat Al Baqarah Ayat 183 dalam tulisan Arab, tulisan latin dan artinya dalam bahasa Indonesia:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
(Yaa ayyuhal ladziina aamanuu kutiba ‘alaikumush shiyaamu kamaa kutiba ‘alal ladziina min qoblikum la’alakum tattaquun)
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa
Tafsir Surat Al Baqarah Ayat 183
Tafsir Surat Al Baqarah ayat 183 ini disarikan dari Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Fi Zhilalil Quran, Tafsir Al Azhar dan Tafsir Al Munir. Harapannya, agar ringkas dan mudah dipahami meskipun kaya dengan khazanah penafsiran para ulama.
Kami memaparkannya menjadi beberapa poin dimulai dari redaksi ayat dan artinya. Kemudian diikuti dengan tafsirnya yang merupakan intisari dari tafsir-tafsir di atas.
1. Kewajiban Puasa
Poin pertama dari Surat Al Baqarah ayat 183, kewajiban puasa.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa
Ayat ini dimulai dengan menyerukan yaa ayyuhal ladziina aamanuu. Maka yang diseru hanyalah orang-orang yang memiliki iman. Seberat apa pun iman mereka. Lalu dilanjutkan dengan kewajiban puasa tanpa menunjukkan siapa yang mewajibkannya. Ini mengisyaratkan bahwa puasa sangat penting dan bermanfaat sehingga kalaupun Allah tidak mewajibkannya, manusia seharusnya mewajibkannya atas dirinya sendiri.
Abdullah bin Mas’ud mengatakan, apabila sebuah ayat dimulai dengan yaa ayyuhal ladziina aamanuu, pastilah ayat itu mengandung satu hal yang sangat penting atau larangan yang sangat berat. Sebab Allah Mahatahu bahwa yang siap menjalankan perintah penting dan menjauhi larangan berat itu hanyalah hamba-Nya yang beriman.
Kata ash shiyam (الصيام) artinya adalah menahan diri. Ibnu Katsir menjelaskan bahwa maksudnya adalah menahan diri dari makan dan minum serta hubungan suami istri dengan niat ikhlas karena Allah Subhanahu wa Ta’ala.
“Melalui ayat ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala ber-khitab kepada orang-orang mukmin dari kalangan umat ini dan memerintahkan mereka berpuasa,” kata Ibnu Katsir dalam tafsirnya.
Ibnu Katsir menambahkan, dalam puasa terkandung banyak hikmah. Yakni membersihkan jiwa, menyucikannya serta membebaskan dari endapan-endapan yang buruk (bagi kesehatan tubuh) dan akhlak-akhlak yang rendah.
Baca juga: Ayat Kursi
2. Puasa telah Diwajibkan kepada Umat Terdahulu
Poin kedua dari Surat Al Baqarah ayat 183, puasa telah diwajibkan kepada umat terdahulu.
كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ
sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu
Sebelum umat Nabi Muhammad, umat-umat sebelumnya juga diperintah untuk puasa. Puasa termasuk salah satu syariat lama. Kewajiban puasa tak pernah berubah, yang berubah adalah tata cara puasanya.
Syaikh Wahbah Az Zuhaili dalam Tafsir A Munir menjelaskan, kamaa kutiba (كما كتب) adalah tasybiih yang dikenal dengan istilah tasybiih mursal mujmal. Tasybiih di sini berkenaan dengan kewajiban puasa, bukan tata caranya.
Ibnu Katsir menjelaskan, puasa pada permulaan Islam adalah tiga hari setiap bulan. Puasa ini wajib sejak zaman Nabi Nuh hingga Allah me-nasakh-nya dengan puasa Ramadhan. Setelah turunnya kewajiban puasa Ramadhan, puasa tiga hari setiap tanggal 13, 14 dan 15 hijriyah ini menjadi puasa sunnah. Dikenal dengan nama puasa ayyamul bidh.
Dalam Tafsir Al Munir dijelaskan, Musa ‘alaihis salam berpuasa 40 hari. Sedangkan kaum Yahudi di zaman sekarang puasa 10 hari. Kaum Nasrani juga puasa sebelum Hari Paskah. Dalam Tafsir Al Azhar diterangkan, agama lain di luar agama samawi juga mengajarkan puasa. Hindu memiliki puasa, Budha juga memiliki puasa. Mesir kuno juga memiliki puasa, demikian pula Romawi kuno.
Ada pula puasa di zaman Nabi Daud. Puasanya lebih berat yakni sehari puasa sehari berbuka. Di masa Islam, puasa ini menjadi salah satu puasa sunnah yang dikenal dengan nama puasa daud.
3. Puasa Membentuk Taqwa
Poin ketiga dari Surat Al Baqarah ayat 183, tujuan puasa adalah membentuk taqwa.
لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
agar kamu bertakwa
Puasa bisa menyucikan tubuh dan mempersempit jalan-jalan syetan. Puasa bisa menjadi perisai dari syahwat. Sebagaimana dijelaskan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam sabda beliau:
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ، مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ، فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ
“Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian yang mampu menikah, maka menikahlah. Karena menikah bisa lebih menjaga pandangan dan lebih memelihara kemaluan. Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia berpuasa; karena puasa menjadi perisai baginya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ketika jiwa lebih suci dan syhawat terkendali, taqwa menjadi lebih mudah tercapai.
Ketika menafsirkan tattaquun (تتقون), Az Zuhaili menjelaskan: “agar kalian menghindari maksiat, sebab puasa mematahkan syahwat, mendatangkan rasa taqwa, mengekang hawa nafsu, mencegah pesta pora, kesombongan dan perbuatan-perbuatan keji serta menyepelekan kenikmatan duniawi.”
“Demikianlah tampak jelas tujuan besar dari puasa, yaitu taqwa kepada Allah,” terang Sayyid Quthb dalam Tafsir Fi Zhilalil Qur’an. “Taqwa itulah yang membangkitkan kesadaran dalam hati sehingga mau menunaikan kewajiban ini, demi mentaati Allah dan untuk mendapatkan keridhaan-Nya. Taqwa inilah yang menjaga hati sehingga puasanya tidak rusak oleh maksiat walaupun hanya getaran hati untuk bermaksiat.”
Buya Hamka dalam Tafsir Al Azhar menjelaskan, ada dua syahwat besar manusia. Yakni syahwat perut dan kemaluan. Jika dua syahwat ini lepas kendali, kemanusiaan manusia akan runtuh dan turun bertukar menjadi kebinatangan. Sebaliknya, ketika manusia bisa mengendalikannya dengan puasa, jiwanya akan naik meninggi. Menjadi orang yang bertaqwa.
Baca juga: Isi Kandungan Surat Al Baqarah Ayat 183
Kandungan Surat Al Baqarah ayat 183
Berikut ini adalah isi kandungan Surat Al Baqarah ayat 183:
- Ayat ini berisi perintah puasa, menjadi dalil kewajiban puasa Ramadhan
- Yang diwajibkan puasa adalah orang-orang yang beriman, sebab merekalah yang siap menjalakan perintah dan menjauhi larangan. Dan hanya orang yang beriman yang diterima amal baiknya
- Puasa telah diwajibkan kepada umat terdahulu. Semua umat punya kewajiban berpuasa, yang berbeda hanyalah tata caranya
- Tujuan utama puasa adalah membentuk jiwa yang bertaqwa
- Puasa memiliki banyak hikmah dan faedah, yang keseluruhannya mengarah kepada taqwa.
Demikian Surat Al Baqarah ayat 183 mulai dari tulisan Arab dan latin, terjemah dalam bahasa Indonesia, tafsir dan isi kandungan maknanya. Semoga bermanfaat dan semakin menguatkan kita untuk mencintai dan mengamalkan puasa Ramadhan. Wallahu a’lam bish shawab. [Muchlisin BK/BersamaDakwah]