Beranda Dasar Islam Fiqih Pengertian Puasa Ramadhan dan Penjelasannya

Pengertian Puasa Ramadhan dan Penjelasannya

0
pengertian puasa

Ramadhan kembali tiba. Bulan yang penuh keutamaan dan keberkahan, dengan amal utamanya berupa puasa. Agar kita lebih memahami rukun islam keempat ini, kita mulai dari pengertian puasa dan penjelasannya.

Pengertian Puasa secara Bahasa

Puasa dalam bahasa Arab adalah ash-Shiyam (الصيام) yang secara bahasa berarti al-imsaaku anisy syai’i (الإمساك عن الشيئ) yakni menahan dari sesuatu baik perkataan ataupun makanan.

Bisa pula menggunakan kata ash-shaum (الصوم) yang secara bahasa juga berarti al-imsaak (الإمساك) atau menahan.

Dua kata ini, baik shaum maupun syiham, keduanya ada dalam Al-Qur’an. Namun, Al-Qur’an menggunakan kata shaum lebih umum dalam artian menahan. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

فَكُلِي وَاشْرَبِي وَقَرِّي عَيْنًا فَإِمَّا تَرَيِنَّ مِنَ الْبَشَرِ أَحَدًا فَقُولِي إِنِّي نَذَرْتُ لِلرَّحْمَنِ صَوْمًا فَلَنْ أُكَلِّمَ الْيَوْمَ إِنْسِيًّا

Makan, minum, dan bersukacitalah engkau. Jika engkau melihat seseorang, katakanlah, ‘Sesungguhnya aku telah bernazar puasa (bicara) untuk Tuhan Yang Maha Pengasih. Oleh karena itu, aku tidak akan berbicara dengan siapa pun pada hari ini.’ (QS. Maryam: 26)

Sedangkan untuk shiyam, Al-Qur’an hanya menggunakannya untuk makna puasa secara istilah. Yakni pada Surat Al-Baqarah ayat 183 dan 187.

Pengertian Puasa secara Istilah

Para ulama fiqih menjelaskan pengertian puasa secara istilah dalam kitab fiqih masing-masing. Syekh Yusuf Qardhawi dalam Fiqhush Shiyam menjelaskan, pengertian puasa secara syar’i berarti menahan dan mencegah diri secara sadar dari makan, minum, berhubungan dan hal-hal sejenisnya selama sehari penuh yakni sejak munculnya fajar hingga terbenamnya matahari dengan niat memenuhi perintah dan taqarrub kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Lalu, Syekh Musthofa Al-Bugho dalam Fiqih Manhaji menjelaskan, puasa adalah menahan diri dari segala yang membatalkan puasa sejak terbit fajar hingga terbenamnya matahari dengan menyertakan niat.

Syekh Wahbah Az-Zuhaili dalam Fiqih Islam wa Adillatuhu menjelaskan bahwa pengertian puasa adalah menahan diri dari segala hal yang membatalkan puasa mulai dari terbit fajar hingga terbenam matahari disertai dengan niat.

Sayyid Sabiq dalam Fiqih Sunnah menjelaskan, puasa secara istilah adalah menahan diri dari segala hal yang membatalkan puasa, sejak terbit fajar hingga terbenam matahari dengan menyertakan niat.

Pengertian Puasa Ramadhan

Dengan demikian, pengertian puasa Ramadhan adalah menahan diri dari makan, minum, dan segala hal yang membatalkan puasa sejak terbit fajar hingga terbenamnya matahari pada bulan Ramadhan dengan disertai niat.

Pengertian ini secara otomatis membedakannya dengan puasa kafarat, puasa nazar, dan puasa sunnah. Puasa sunnah misalnya Puasa Senin Kamis, Puasa Daud, Puasa Ayyamul Bidh, dan lain-lain.

Penjelasan Pengertian Puasa

Jika kita cermati definisi puasa dari para ulama tersebut, tampak tiga poin di dalamnya. Pertama, menahan dari hal-hal yang membatalkan puasa. Kedua, waktunya dari terbit fajar hingga terbenamnya matahari. Ketiga, harus dengan niat.

Hal-hal yang Membatalkan Puasa

Orang yang berpuasa harus menghindari hal-hal yang membatalkan puasa sebagai berikut:

1. Makan dan minum dengan sengaja

Makan dan minum dengan sengaja membuat puasa batal. Namun, jika ia lupa atau karena terpaksa, maka puasanya tetap sah. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

مَنْ نَسِىَ وَهُوَ صَائِمٌ فَأَكَلَ أَوْ شَرِبَ فَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ فَإِنَّمَا أَطْعَمَهُ اللَّهُ وَسَقَاهُ

Barangsiapa yang lupa, padahal ia berpuasa, lalu ia makan atau minum, hendaknya ia meneruskan puasanya. Karena sesungguhnya Allah yang memberinya makan dan minum. (HR. Muslim)

2. Muntah dengan sengaja

Muntah dengan sengaja juga membatalkan puasa. Misalnya memasukkan jari ke tenggorokan, atau menggerak-gerakkan leher dan mulutnya untuk memancing muntah. Namun jika muntahnya tidak sengaja atau terpaksa, puasanya tidak batal.

مَنْ ذَرَعَهُ الْقَىْءُ فَلَيْسَ عَلَيْهِ قَضَاءٌ وَمَنِ اسْتَقَاءَ عَمْدًا فَلْيَقْضِ

Barangsiapa didesak muntah, ia tidak wajib mengqadha. Tetapi siapa yang menyengaja muntah, hendaklah ia mengqadha’. (HR. Tirmidzi, Abu Daud, Ibnu Majah, dan Ahmad)

3. Jima’

Hal ketiga yang membatalkan puasa adalah jima’ meskipun tidak keluar mani. Bedanya, orang yang berjima’ pada siang hari bulan Ramadhan tidak hanya wajib mengqadha’ tetapi juga wajib membayar kafarat sebagai hadits shahih riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim.

Kafarat di sini ada tiga tingkatan:

  1. Memerdekakan budak
  2. Berpuasa dua bulan berturut-turut
  3. Memberi makan 60 fakir miskin

4. Keluarnya mani

Meskipun tidak berjima’, jika keluar mani dengan sengaja juga membuat puasa batal. Misal karena memeluk istrinya maupun memainkannya dengan tangan.

5. Meniatkan berbuka

Hal kelima yang membatalkan puasa adalah meniatkan berbuka atau meniatkan membatalkan puasanya. Meskipun ia belum makan apa pun, kalau sudah meniatkan berbuka atau membatalkan puasa, maka puasanya batal.

6. Memasukkan benda ke perut melalui jalan biasa

Maksud jalan biasa misalnya mulut dan hidung. Meskipun benda itu bukan makanan. Fiqih Islam wa Adillatuhu mencontohkan misalnya tanah liat, biji buah-buahan, daun, atau kulit.

وَإِنَّمَا الْفِطْرُ مِمَّا دَخَلَ

Sesungguhnya puasa batal karena ada benda yang masuk. (HR. Baihaqi dan Abi Syaibah)

7. Haid

Keenam hal di atas harus kita hindari agar puasa tidak batal. Namun, ada hal yang seorang muslimah tidak bisa menahannya, ketika ia datang otomatis puasanya batal, yakni haid. Ketika haid datang meskipun sedikit dan sebentar, maka puasanya batal dan ia wajib mengqadha’.

Para ulama telah berijma’, bahwa haid ini membatalkan puasa. Bahkan wanita yang sedang haid haram berpuasa.

8. Nifas

Sama seperti haid, nifas juga membatalkan puasa. Yakni keluarnya darah ketika dan/atau setelah melahirkan. Sama seperti haid, ketika nifas datang meskipun sedikit dan sebentar, maka puasanya batal dan ia wajib mengqadha’.

Sebagaiman haid, menurut ijma’ ulama, nifas juga membatalkan puasa. Bahkan wanita yang sedang nifas haram berpuasa.

Waktu puasa

Pengertian puasa di atas juga menjelaskan waktunya. Yakni kapan batasan menahan diri dari makan, minum, dan hal-hal yang membatalkan puasa tersebut. Waktunya terbentang mulai terbit fajar hingga terbenam matahari. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ

Makan dan minumlah hingga jelas bagimu (perbedaan) antara benang putih dan benang hitam, yaitu fajar kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam. (QS. Al-Baqarah: 187)

Niat Puasa

Pengertian puasa juga menyebutkan niat. Niat merupakan hal yang sangat mendasar dalam setiap ibadah. Ia merupakan rukun agar ibadah kita sah, agar ibadah kita Allah terima.

Pun dalam puasa Ramadhan. Seluruh ulama sepakat, tanpa niat yang benar, puasa Ramadhan menjadi tidak sah. Sedangkan niat yang ikhlas merupakan syarat agar Allah menerima ibadah kita sebagaimana hadits Arbain ke-1.

Imam An-Nawawi menjelaskan, secara bahasa, niat (النية) dalam bahasa Arab berarti mengingini sesuatu atau bertekad untuk mendapatkannya. Imam Al-Baidhawi menjelaskan bahwa niat adalah dorongan hati untuk melakukan sesuatu sesuai dengan tujuan. Sedangkan Syekh Wahbah Az-Zuhaili dalam Fiqih Islam wa Adillatuhu menjelaskan bahwa menurut istilah syara’, niat adalah tekad hati untuk melakukan amalan fardhu atau yang lain.

Beliau melanjutkan, semua ulama sepakat bahwa tempat niat adalah hati. Niat dengan hanya mengucapkan di lisan belum dianggap cukup. Melafalkan niat bukanlah suatu syarat. Namun, lanjut beliau, jumhur ulama selain mazhab Maliki berpendapat hukum melafalkan niat adalah sunnah, dalam rangka membantu hati menghadirkan niat. Sedangkan menurut madzhab Maliki, yang terbaik adalah tidak melafazkan niat karena tidak ada contohnya dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Niat puasa Ramadhan adalah pada malam hari sebelum terbit fajar. Bahkan menurut madzhab Syafi’i, niat puasa Ramadhan berbarengan dengan terbitnya fajar tidak sah. Artinya, niatnya harus sebelum terbit fajar.

مَنْ لَمْ يُجْمِعِ الصِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ فَلاَ صِيَامَ لَهُ

Barangsiapa yang tidak berniat sebelum fajar, maka puasanya tidak sah. (HR. Abu Daud, Tirmidzi dan An Nasa’i; shahih)

Demikian pengertian puasa secara bahasa dan istilah lengkap dengan penjelasannya. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bish shawab. [Muchlisin BK/BersamaDakwah]

SILAKAN BERI TANGGAPAN

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini